Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Awas di pulau seribu-kan

Kepolisian ri melancarkan operasi gurita, untuk memberantas penyalah gunaan narkotika. pengidap narkotika diancam hukuman berat, bila tertangkap akan di kirim ke pulau seribu. (krim)

19 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGIDAP narkotika kini diancam lebih berat. Siapa yang tertangkap akan dikirim ke Pulau Pari dan Pulau Edam di Kepulauan Seribu. Tidak hanya dia tapi juga -- orangtuanya bakal kena hukuman berat. Apalagi bila orangtuanya pegawai negeri. Ulah sang anak akan mempengaruhi jabatan dan kenaikan pangkat orangtuanya. "Bagaimana bisa mimpin batalyon kalau ngatur anaknya saja tidak bisa", kata Laksamana Sudomo Kepala Staf Kopkamtib dalam jumpa pers Selasa minggu lalu. Artinya tanggung jawab orangtua dituntut lebih banyak. Ia harus ikut memikul biaya perawatan jika ternyata biaya yang disediakan pemerintah dan dermawan belum cukup. Biaya perawatan sehari sekitar Rp 7 ribu sampai Rp 10 ribu. "Jangka waktunya 6 bulan. Itu kalau. sembuh", kata Sudomo. Mengapa dipilih Pulau Seribu? Selain memudahkan pengawasan juga secara teknis medis sesuai. Sistim isolasi ini menurut Sudomo seperti yang ada dalam fim seri Hawaii Five-O di televisi. Di Pulau Pari dan Edam akan dibikin asrama dan Pusat Kesehatan Mental persis seperti Rumah Sakit Fatmawati. Selain minta perhatian orangtua agar secara khusus mengawasi anak-anaknya, Sudomo juga mengharap info dari masyarakat luas. Menurut Sudomo kini masih ada saja "gang-gang" yang mempengaruhi anak-anak dengan memberi bahan narkotika secara gratis. Setelah kecanduan mereka tidak akan lagi mendapat narkotika cuma-cuma. Empat tahun yang lalu "gang-gang" di Jakarta telah menyatakan membubarkan diri di depan Kepala Daerah Kepolisian Metro Jaya, waktu itu, Mayor Jenderal Polisi drs. Widodo Budidarmo. Widodo yang kini Kepala Kepolisian RI dan berpangkat Letnan Jenderal. sejak 21 April sampai 3 Juni yang lalu dengan anak buahnya melancarkan Operasi Gurita. Yang terkena jaring 239 pengedar narkotik. Ada orang asing dan ada orang Indonesia asli. Mereka akan dikenakan PNPS 11 tahun 1963, peraturan mengenai tindak pidana subversi sebab Ordonansi Obat Bius tahun 1927, ancaman hukumannya ringan sekali. Itu saja dasar hukum yang bisa dipakai sementara menunggu disahkannya Undang-Undang Narkotika yang baru oleh DPR. Jaksa Agung Ali Said SH mengharapkan agar pembahasan RUU itu oleh wakil-wakil rakyat tidak berkepanjangan. RUU tersebut memuat ancaman hukuman mati, seumur hidup dan 20 tahun penjara. Memang dirancang berat hukumannya supaya selaras dengan akibat yang ditimbulkan penyalahgunaan narkotika. "Supaya ada efek preventif", ujar Ali. Said. Menurut Jaksa Agung "represi (penindakan) yang baik adalah yang bisa menimbulkan daya prevensi (pencegahan)". Walaupun RUU itu belum disahkan, hukuman cukup berat pernah dijatuhkan kepada seorang wanita penyelundup, Tja Ah Moy, yang tertangkap basah di Lapangan Terbang Halim Perdanakusuma dengan barang bukti morfin. Jaksa yang menuntut Tja Ah Moy cukup beruntung karena tuntutannya 20 tahun untuk terdakwa ternyata dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara/Timur (TEMPO, 2 Agustus 1975). Hukuman yang cukup berat itu dimungkinkan setelah majelis hakim yang dipimpin Bismar Siregar SH melihat betapa hebat penderitaan seorang yang ketagihan morfin. Selama proses peradilan Tja Ah Moy, para penegak hukum mendapat suguhan film dokumenter yang melukiskan seorang gadis ketagihan narkotika di Jakarta . Gadis tadi dikenal sebagai Ratu Morfinis. Dalam waktu dekat ia akan diajukan ke Pengadilan. Tapi ada satu hal yang menarik tentang sang ratu morfinis ini. Ia ditahan di Wisma Pamardi Siwi. Namun selama penahanan tadi ia sempat berbadan dua. Sayang kandungannya yang sudah beberapa bulan itu kini telah digugurkan. Operasi Gurita yang menelan biaya Rp 200 juta tadi menurut Widodo minimal untuk mengurangi peredaran gelap narkotika. Maksimal mengetahui jaringan dan menghancurkannya, sekaligus memancing sambutan masyarakat. Dari operasi itu terlihat cukup bukti bahwa Indonesia akan dijadikan batu loncatan lalu lintas gelap narkotika. Baik Sudomo, Ali Said mauplln Widodo khawatir bila itu terjadi karena akan merusak sendi-sendi kehidupan. Presiden Suharto sendiri menganggap bahaya narkotika ini lebih berat daripada penyelundupan. Sebab yang terkena kebanyakan anak-anak muda. "Kalau addictnya (pengidapnya) sebaya saya.... biarlah mampus", ujar Ali Said yang menyayangkan bila anak muda kerasukan narkotika . Dipinjam Jaksa Mudah-mudahan saja tidak ada yang mampus di Pulau Pari dan Edam. Sebab barangkali ucapan Ali Said secara blak-blakan itu sekedar cara untuk melukiskan betapa gawat bahaya narkotika yang sudah menjadi masalah nasional dan internasional. Namun belum jelas apakah kedua pulau kecil di Pulau Seribu itu nantinya akan menjadi tempat pengasingan bagi pengidap narkotika dari seluruh Indonesia. Baik yang tertangkap di Aceh, misalnya, atau di Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Yang jelas soal bahaya narkotika ini, kata Menteri Penerangan Mashuri SH, tidak bisa ditangani pemerintah saja. Perlu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Sayang kerjasama instansi-instansi yang bertugas menanggulangi penyalahgunaan narkotika ini sekarang belum rapi. Ini pendapat seorang perwira menengah di Komdak Jakarta. Contohnya banyak tersangka yang belum selesai dibikin berita acaranya oleh polisi sudah dipinjam jaksa untuk keperluan di tempat lain. Sistim bon ini ternyata hanya batu loncatan untuk mengeluarkan tersangka dari tahanan. Menurut perwira itu ia tinggal capai saja bikin surat kepada jaksa untuk meminta tersangka yang dibon itu. Dalam hal tersangka dan berita acaranya sudah diserahkan kepada jaksa, perwira itu tutup mata bila tersangka dikeluarkan sebelum disi dangkan. Sebab itu memang hak jaksa. Tapi untuk tersangka yang masih di tangan polisi ia prihatin bila dipinjam jaksa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus