Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lewat ajakan di grup Facebook, komunitas Indonesian Security Down Team memulai serangan ke ratusan situs Internet di Australia. "Australia juga ikut dalam pelanggaran etika diplomatik. Mari kita serang besar-besaran," demikian bunyi pesan di halaman grup tersebut pada Jumat awal November lalu. Pengelola grup pun menautkan berita berjudul "Australia Ikut Menyadap Indonesia" untuk memperkuat ajakan mereka.
Indonesian Security Down Team terbentuk pada Januari 2013. Grup ini didirikan tiga peretas dengan nama samaran xCrotZ, R3DD3V1L, dan Om-JIN. Mereka anak muda yang belajar ilmu peretasan secara otodidaktik lewat komunitas maya. Hingga akhir pekan lalu, kelompok ini memiliki belasan ribu anggota.
Penggerak Indonesian Security Down Team yang berdiam di Kalimantan, Om-JIN, menjelaskan alasan mereka menyerang situs Australia. Mereka, kata dia, beraksi karena geram terhadap sikap pemerintah Indonesia. Menurut mereka, pemerintah Indonesia tak tegas merespons aksi penyadapan oleh intelijen Australia. "Tujuan kami membela RI. Kami tak akan bertindak apabila negara kami tak diusik," ujar Om-JIN kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Informasi penyadapan itu semula dibocorkan Edward Snowden, mantan anggota National Security Agency Amerika Serikat, kepada majalah asal Jerman, Der Spiegel, akhir Oktober lalu. Der Spiegel menyebutkan Australian Signal Directorate (ASD) mengoperasikan program ÂSTATEROOM. Ini nama sandi program penyadapan sinyal radio, telekomunikasi, dan lalu lintas Internet oleh Amerika bersama sekutunya, seperti Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Kantor Kedutaan Australia di Jakarta, juga di beberapa kota di Asia, disebut menjadi lokasi penyadapan sinyal elektronik itu.
Pada tahap awal, Indonesian Security Down Team meretas 265 situs Australia dengan mengubah tampilan halaman depannya. Tampilan halaman muka diubah, antara lain, dengan gambar wanita bermata merah dan berambut panjang tergerai berlatar belakang petir dan awan. Ada juga yang berubah menjadi gambar mata biru yang mengintip dari lubang kunci. Meski mengirim beragam gambar, para peretas menyampaikan pesan yang sama: "Stop Spying on Indonesia".
Seminggu kemudian, Indonesian Security Down Team menjebol situs asis.gov.au milik Australian Secret Intelligence Service (ASIS). Dinas rahasia itu tugasnya antara lain merekrut agen dan mengumpulkan informasi intelijen di berbagai negara. Aksi kelompok ini membuat situs badan intelijen di Negeri Kanguru itu tak bisa diakses selama tiga hari.
Gambar pria bertopeng ala Guy Fawkes, dengan latar peta dan bendera Australia, mengantarkan video berdurasi 59 detik itu. Video tersebut beredar lewat YouTube sejak 7 November lalu. Isinya: kecaman atas penyerangan terhadap ratusan situs Australia.
Pemakaian simbol Guy Fawkes menunjukkan siapa pengirim pesan video itu. Guy Fawkes adalah pelaku peledakan gedung parlemen Inggris pada 5 November 1605. Sejak 2003, kelompok hacker dunia Anonymous memakai topeng Guy Fawkes sebagai simbol gerakan mereka.
Dalam video itu, Anonymous Australia menyayangkan serangan peretas Indonesia yang mereka anggap serampangan. "Serangan merugikan orang yang tak bersalah," demikian bunyi salah satu pesan. Mereka pun menyarankan agar target sasaran diubah menjadi situs pemerintah Australia dengan alamat akhir gov.au.
Media di Australia juga memberitakan dampak buruk atas serangan terhadap ratusan situs berbasis di Australia itu. Sydney Morning Herald, misalnya, pada 5 November lalu melaporkan situs rumah sakit terbesar di Queensland, situs yayasan anak penderita kanker, dan situs yayasan amal anti-perbudakan di Australia menjadi korban peretasan. Pasien rumah sakit resah karena situs yang diretas memuat rekam medis mereka.
Setelah ada peringatan dari Anonymous Australia, komunitas Indonesian Security Down Team mengubah strategi penyerangan. Pada 8 November lalu, pengelola grup mengajak anggotanya menyerang situs intelijen Australia: asis.gov.au.
Serangan serempak dimulai pukul 20.00 WIB. Dalam waktu empat jam, serbuan mereka membuat situs itu shutdown. "Target sudah lemah, jangan kendurkan serangan hingga 404 page not found," kata pengelola grup, xCrotZ, dalam status pada 8 November. Pengelola grup juga memberi "komando" melalui hashtag #StopSpyingOnIndonesian di ÂFacebook.
Aksi Indonesian Security Down Team didukung beberapa kelompok peretas lain, seperti Indonesian Cyber Army, Java Cyber Army, dan devilc0de. Heru Sihombing, anggota komunitas devilc0de yang tinggal di Medan, mengaku menyerang situs pemerintah Australia dari warung Internet. "Demi keamanan, saya tak ingin jejak diketahui," ucap Heru Sihombing, yang tak mau menyebutkan nama saÂmarannya di dunia maya.
Sehari setelah melumpuhkan asis.gov.au, peretas Indonesia melanjutkan serangan ke situs asio.gov.au milik Australia Security Intelligence Organization (ASIO). Target ini pun sempat dilumpuhkan, meski tak sampai dalam status page not found.
Pada 10 November, peretas Indonesia beralih mengejar situs asd.gov.au milik Australian Signal Directorate. Mereka "menyikat" badan ini karena dianggap berada di balik aksi spionase Australia dengan membangun pos penyadapan di dalam gedung Kedutaan Australia. Namun pertahanan situs ASD lebih sulit ditembus. Setelah diserang beramai-ramai, situs ASD kembali normal.
Sehari kemudian, para peretas Indonesia kembali menghajar situs asio.gov.au. Mereka terus membombardir situs itu hingga berstatus down pada 12 November pagi.
Setelah membuat jatuh situs ASIO, peretas Indonesia kembali menargetkan penyerangan atas situs asd.gov.au. Namun serangan mereka lagi-lagi tidak mempan. Begitu juga situs Kementerian Pertahanan Australia (defence.gov.au). Para peretas gagal menghajar situs itu karena sistem pengamanannya telah dilipatgandakan.
Seorang hacker senior Indonesia menyebutkan para junior mereka menyerang situs Australia dengan metode Distributed Denial of Service. Ini langkah yang ibaratnya menggunakan tenaga musuh untuk melumat musuh. Langkah pertama, mereka meretas ratusan situs kecil di Australia. Selanjutnya situs yang sudah dikendalikan itu mereka jadikan "pasukan zombie" untuk menyerang target yang lebih kuat, seperti situs milik ASIS dan ASIO.
Peneliti dan pendiri ICT Institut, Heru Sutadi, menilai hacker Indonesia berhasil melumpuhkan situs penting di Australia karena menyerang secara bersamaan, dari 500 sampai 1.000 orang. "Mereka menyerang dengan paket-paket data secara bersamaan sehingga server situs target kewalahan, lalu down," kata Heru. Serangan makin efektif karena dilakukan pada akhir pekan, ketika sebagian ahli keamanan situs lembaga itu sedang berlibur. Selain itu, menurut Heru, tingkat keamanan situs ASIS memang lebih lemah dibanding situs milik badan intelijen Australia lainnya.
Meski terlihat kompak, gempuran atas situs Internet berbasis Australia memicu pro-kontra di kalangan peretas Indonesia. Beberapa hacker senior menganggap aksi para juniornya kurang perhitungan. Menurut mereka, para hacker muda itu tak menghitung dampak buruk perbuatan mereka. Di dalam negeri, aksi mereka juga bisa dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri, bila pemerintah Australia marah, serangan itu bisa menjadi beban diplomasi. "Mereka kurang memahami konsekuensi hukum dan politiknya," ucap seorang Âhacker senior berlatar belakang pendidikan hukum itu.
Gara-gara ulah juniornya, para hacker senior terpaksa berjaga-jaga atas serangan balik dari hacker Australia. "Kami pun siaga satu," ujar seorang mantan hacker yang kini menjadi konsultan di sebuah lembaga pemerintah di Indonesia.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan pihaknya belum mengusut aksi hacker yang menggempur situs Australia itu. "Belum ada laporan atas penyerangan itu," katanya. Di samping itu, menurut Arief, pengusutan kasus hacker harus melihat lokasi perangkat yang mengalami peretasan. "Kewenangan penegak hukum bergantung pada lokasi situs yang diretas."
Sejak akhir pekan lalu, Indonesian Security Down Team dan kawan-kawan mengendurkan serangan. Selain beristirahat dulu, mereka menyatakan tengah memantau perkembangan diplomasi seusai pertemuan Wakil Presiden Boediono dengan Perdana Menteri Australia Tony Abbott. "Kami berharap ada klarifikasi atau permintaan maaf dari Australia," ucap penggerak Indonesian Security Down Team, xCrotZ (ia menolak menyebut nama aslinya), kepada Tempo.
Yuliawati, Jajang Jamaluddin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo