ITU yang dipertanyakan dari Seminar Hukum Nasional ke IV, 26 s/d
30 Maret lalu di Hotel Indonesia (Jakarta). Temanya memang
meluas: "Pembinaan Hukum Nasional dalam rangka penegakan negara
hukum yang didambakan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945." Beberapa ahli merasa kurang begitu mantap dengan tema
itu. "Maaf kalau saya harus mengatakan, kertas kerja yang
dibahas terlalu mengawang."
Masalahnya, menurut Permadi SH dari Lembaga Konsumen,
ketidak-sregan tersebut disebabkan seminar tidak kelihatan
berpijak pada "masalah praktis yang dirasakan masyarakat."
Pendekatan seminar terhadap permasalahan terlalu akademis.
"Pembahasan hanya secara ilmiah dan berputar-putar sekitar GBHN,
sedangkan masalah praktis yang dirasakan masyarakat tidak
disoroti," kata Permadi.
Yang Serba Kurang
Misalnya ketika membicarakan soal hak asasi manusia. "Tidak ada
seorang peserta pun yang berani mengungkapkan pengabaian hak
asasi yang paling nyata seperti kasus Wasdri." Persoalan
konsumen, menurut orang lembaga konsumen ini, juga hal praktis
yang harusnya cukup menarik dibahas: "Hak asasi konsumen
sekarang tengah diinjak-injak." Sementara tak ada sebuah lembaga
peradilan pun di sini yang menampung tuntutan konsumen yang
terinjak haknya. Hal itu terlewatkan oleh pembahasan seminar.
"Saking banyaknya masalah yang dibahas," kata seorang peserta
sepuh, Prof Soenario SH bekas Menteri Luar Negeri itu, "beberapa
masalah penting sampai lepas dari perhatian." Misalnya, makin
banyaknya kebijaksanaan pemerintah yang mengabaikan fungsi
kontrol DPR. Pinjaman-pinjaman dari luar negeri yang banyak
menopang anggaran belanja negara, menurut Soenario, "ternyata
tidak banyak diketahui DPR. " Dulu ketika ahli hukum ini masih
jadi anggota parlemen, "setiap pinjaman luar negeri harus
diketahui DPR." Tapi, keadaan sekarang, katanya "secara riel
prosedur begitu tidak dilalui -- jadi terdapat penyimpangan."
Persoalan demikian, lanjut Soenario, seharusnya ikut dibahas
seminar hukum yang diadakan setiap lima tahun sekali itu.
Lalu apa hasil seminar? Cukup banyak. Cuma, ya, itulah . . .
"mengawang saja," seperti komentar beberapa peserta.
Misalnya, seperti kesimpulan dalam soal "Penegakan Hukum dan
Kesadaran Hukum." Permasalahan pokoknya menarik " . . .
kurangnya kaitan yang serasi antara peraturan
perundang-undangan, perilaku penegak hukum, fasilitas penegakan
hukum dan harapan masyarakat." Namun pemecahan atau "cara
mengatasi masalah" yang disimpulkan, menurut beberapa orang
peserta kurang pas benar.
Perundang-undangan yang mengatur proses penegakan hukum dewasa
ini, menurut seminar, "kurang lengkap, kurang jelas, kurang
sinkron, kurang serasi dan kurang memadai." Bagaimana cara
mengatasinya? Seminar hanya menyarankan, antara lain, "agar
lebih diperhatikan rasa keadilan masyarakat dan kepentingan
nasional sehingga mendorong kesadaran hukum masyarakat untuk
mematuhinya." Bagaimana caranya? Tak dibahas oleh seminar.
Fasilitas penegakan hukum, seperti tenaga yang berkwalitas baik,
prasarana dan kesejahteraan penegak hukum, dirasakan masih
terbatas. Ini bukan hal baru. Untuk mengatasinya, seminar cukup
menyarankan (antara lain), ya apalagi kalau bukan "mencukupi"
kebutuhan personil, sarana, prasarana serta "meningkatkan"
kesejahteraan penegak hukum. Caranya? Juga tak jelas.
Alhasil, "sebagai garis-garis besarpun," menurut seorang ahli
hukum, "seminar belum berhasil menyimpulkan pemecahan
permasalahan secara kongkrit." Mungkin masih harus menunggu
seminar 5 tahun mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini