Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tegak di atas lahan seluas delapan hektare, gedung gereja Graha Bethany di Nginden Intan Timur, Surabaya, begitu mencolok dibandingkan dengan bangunan lainnya. Dari jarak tiga kilometeran, atap gedungnya yang berbentuk cungkup menjulang seperti mengangkangi rumah penduduk di sekitarnya.
Daya tampung gereja ini memang luar biasa, bisa memuat 30-an ribu orang. Setiap kali ada kebaktian, jemaat berdesakan. Banyak mobil yang tak kebagian tempat parkir sehingga meluber hingga jalan raya, sekitar 200 meter dari kompleks gereja. Tak mengherankan bila setiap kali ada kebaktian, lalu lintas di seputar gereja macet. "Sekarang jemaatnya juga terus bertambah," kata Reno Helsamer, juru bicara gereja, Rabu pekan lalu.
Pada hari biasa kompleks gereja ini juga tak pernah sepi. Maklum, selain ada gereja, di tempat ini ada kantor pusat pengurus Sinode Gereja Bethany Indonesia, kantor media internal sinode, ruang pelatihan, kamar penginapan, serta klinik yang dilengkapi 15 unit fasilitas cuci darah. Pengelola menyatakan gereja mereka yang dibangun pada 1987 ini merupakan gereja terbesar di Asia Tenggara.
Tapi, di balik kemegahannya itu, Bethany kini tengah menghadapi masalah gawat. Dua pendirinya, Pendeta Abraham Alex Tanuseputra dan Pendeta Leonard Limanto, tengah berseteru dan saling serang. Pertentangan mereka yang rupanya telah berlangsung bertahun-tahun tersebut ini telah "meledak" keluar.
Salah satu puncak pertentangan itu terjadi pada 20 Februari lalu. Saat itu, Majelis Pekerja Sinode Bethany menggelar sidang raya yang dihadiri sekitar 800 pendeta. Salah satu agendanya adalah pengukuhan pemecatan Leonard sebagai pendeta Bethany. Sebelumnya, kubu Abraham Alex sudah memecat Leonard pada Agustus 2012. Hanya, pemecatan tersebut belum diumumkan di forum tertinggi sinode.
Sidang berlangsung tegang dan dalam pengawalan ketat puluhan anggota kepolisian dan sekitar seratus anggota Barisan Serbaguna (Banser) Ansor. Sebelum sidang, beberapa polisi penjinak bom dari unit Gegana Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Timur memeriksa setiap sudut tempat pertemuan. Setiap orang yang masuk gedung pertemuan digeledah dan diperiksa identitasnya.
Penjagaan superketat itu tak lepas dari pesan pendek yang diterima Sumarso, penasihat hukum Sinode Bethany, beberapa saat sebelum sidang. Pengirim SMS tak dikenal itu memerintahkan sidang raya yang akan dipimpin Abraham dibatalkan. Bila tidak, ujar dia, akan datang ribuan orang untuk membubarkan sidang para pendeta itu. Ternyata itu hanya gertak sambal. Sidang raya berjalan lancar. Abraham dan pendukungnya pun sukses menggusur Leonard.
Gereja Bethany dirintis Abraham Alex Tanuseputra pada 1978. Dengan pengikut pertama sekitar tujuh orang, bekas pengusaha apotek ini membangun gereja kecil di Jalan Manyar Rejo, Surabaya. Waktu itu jemaat Bethany bergabung dengan Sinode Gereja Bethel Indonesia, yang merupakan anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Mengusung slogan "Successful Bethany Families" di setiap khotbahnya, Abraham gencar mencari jemaat baru. Upayanya berhasil. Bukan hanya jemaat, sumbangan untuk gereja pun terus bertambah. Pada 1986, Abraham membangun gereja berkapasitas 3.500 orang di Jalan Manyar Rejo, Surabaya. Setahun kemudian, utusan Abraham dan kawan-kawan membuka gereja cabang di Jakarta dan Denpasar.
Pada saat yang sama, Abraham merancang gedung Graha Bethany Nginden untuk menjadi gereja terbesar para penginjil ini. Pada 2000, ketika Graha Bethany selesai dibangun, sinode beraliran Pantekosta ini mengumumkan mempunyai 250 ribu anggota jemaat di dalam dan luar negeri.
Seiring dengan pertumbuhan jumlah jemaat dan aset gereja, benih perselisihan pun rupanya ikut bersemi. Keputusan Sinode Gereja Bethel Indonesia pada 2000 menjadi salah satu pemantiknya. Sinode Bethel meminta semua gereja di wilayah menanggalkan nama jemaat lokal dan menggantinya dengan nama jalan.
Jemaat Bethany di wilayah barat dan timur Indonesia mengikuti keputusan Sinode Bethel itu. Mereka menghapus nama Bethany pada gerejanya sekaligus meninggalkan visi "Successful Bethany Families"Â. Adapun Abraham, sebagai pemimpin gereja Bethany wilayah tengah Indonesia, hanya mau menanggalkan nama Bethany dari papan nama gereja. Dia berkukuh mengusung visi "Successful Bethany Families"Â yang dia rumuskan.
Di tengah kegalauan pengikut Bethany, pendeta Leonard Limanto mendirikan Sinode Gereja Bethany Indonesia. Dia juga membuat badan hukum sinode itu. Setelah Bethany menjadi sinode mandiri, semua bekas gereja Bethany di wilayah tengah Indonesia bergabung. Di depan publik, Abraham memang masih mengaku bagian dari Sinode Bethel. Tapi itu tak berlangsung lama. Sinode Bethel memecat Abraham karena menganggap sang Pendeta "berdiri di dua kaki".
Tersingkir dari Sinode Bethel, Abraham dielu-elukan di Sinode Bethany. Sidang raya pertama Sinode Bethany pada September 2003 pun memilih dia sebagai ketua umum sinode. Sebaliknya, sebagai salah satu pendiri sinode, Leonard malah terlempar menjadi pemimpin Gereja Bethany di Pakuwon Trade Center, Surabaya. Di bawah kepemimpinan Abraham, gereja eks Bethany di wilayah timur dan barat Indonesia pun kembali ke pangkuan Sinode Bethany. Tapi sinode ini tidak kembali bergabung di bawah payung PGI.
Ketika jabatan Ketua Umum Sinode Bethany beralih ke tangan David Aswin Tanuseputra, anak Abraham, Leonard kembali tak masuk pimpinan puncak sinode. Pada Agustus 2012, David malah memecat Leonard sebagai pendeta Bethany. Menurut Sumarso, Leonard dianggap melanggar disiplin gereja. "Dosanya": dia membuka sekolah tinggi teologi di Makassar tanpa izin Majelis Pekerja Sinode.
Leonard memang tak langsung bereaksi atas pemecatan itu. Perlawanan baru dia lakukan pada Desember 2012. Leonard mencabut tanda tangan di akta pendirian Sinode Bethany. Setelah itu, melalui kuasa hukumnya, George Handiwiyanto, LeoÂnard melayangkan dua surat somasi.
Dia mendesak Abraham dan David membeberkan keuangan gereja selama lima tahun terakhir. Menurut Leonard, penggunaan dana sumbangan dan aset Sinode Bethany yang berjumlah triliunan rupiah (disebut-sebut jumlahnya mencapai sekitar Rp 4 triliun) tidak transparan. Gaya hidup Abraham yang "wah"—antara lain disebut memiliki mobil mewah dan properti di luar negeri—diduga juga dari uang jemaat.
Menjawab somasi Leonard, Sumarso menegaskan bahwa kekayaan keluarga besar Abraham Alex tak ada kaitannya dengan uang jemaat. Kekayaan itu diperoleh dari sejumlah perusahaan, antara lain, yang bergerak di bidang rumah sakit, properti, dan konstruksi. Hanya, saat ditanya apa saja aset gereja dan aset pribadinya, Sumarso tak bersedia menjawab. "Kekayaan Abraham urusan pribadi dia," ujarnya pendek. Adapun keuangan gereja, kata dia, sudah dipertanggungjawabkan dalam sidang raya lima tahunan. "Kami tak bisa melayani permintaan laporan keuangan dari orang per orang."
Tak puas dengan sikap barisan pendukung Abraham, pada pertengahan Februari lalu George membuka konflik internal gereja itu kepada wartawan. Dia mengeluarkan ancaman: akan melaporkan Abraham ke polisi dengan tuduhan menggelapkan uang dan aset gereja. Adapun Leonard akan segera menggugat Sinode Bethany secara perdata ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Diserang secara terbuka, kubu Abraham tak tinggal diam. Pada 21 Maret lalu, mereka melaporkan para pengancamnya itu ke Polda Jawa Timur. Menurut Kepala Unit Perusahaan dan Organisasi Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Komisaris J.K. Simamora, Sinode Bethany melaporkan Leonard serta dua kuasa hukumnya, George dan Richard Handiwiyanto. "Laporannya melakukan pencemaran nama baik melalui media," ujar Simamora. Setelah diperiksa penyidik selama 12 jam, Senin pekan lalu, George yang semula lantang berbicara mengunci mulutnya. "Saya tak mau berkomentar dulu," kata George kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Abraham juga tak mau berkomentar mengenai serangan ke arah dirinya. Dia menyatakan telah menyerahkan semua urusan kepada penasihat hukumnya. Kendati demikian, pria 73 tahun itu mengakui konflik ini merupakan konflik terbesar yang pernah ia alami selama jadi pendeta. Abraham tampaknya menutup pintu rapat-rapat untuk rujuk dengan Leonard. "Mari kita doakan Leonard sukses di tempat yang baru," ujar Abraham.
Jajang Jamaludin, Agita Sukma, Kukuh S. Wibowo (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo