Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Nyanyian Budi untuk Ketua

Ketua sebuah organisasi kepemudaan di Deli Serdang diduga menjadi otak penggelapan seratusan mobil rental. Ada yang digadaikan, ada yang dijual dengan harga miring.

24 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebanyak 44 unit mobil berjejer menyesaki pelataran parkir Kepolisian Daerah Metro Jaya. Mereknya beragam, dari Toyota Avanza, Nissan SUV, hingga Fortuner. Sudah hampir sebulan diparkir, semua mobil itu diselimuti debu. Sebagian dop mobil terlihat berkarat karena tersiram hujan dan sinar matahari. Hampir semua pelat mobil berseri BK, kode kendaraan untuk daerah Sumatera Utara.

Awalnya mobil itu berjumlah 53 unit. Tujuh di antaranya sudah diambil pemiliknya dua pekan lalu. Sisanya masih menunggu pemilik aslinya. Mobil itu disita dari berbagai daerah di Sumatera Utara karena diduga menggunakan pelat nomor palsu. Identitas pemilik asli semua mobil itu hingga kini masih belum jelas karena sedikit yang melaporkan kehilangan mobil. "Semua yang disita itu mobil curian," kata Kepala Satuan Reserse Mobil Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan pekan lalu.

Pengungkapan kasus ini bermula saat personel Resmob menangkap Budiman Hutapea di Bekasi, akhir Februari lalu. Ia "alumnus" percetakan di kawasan Jalan Pramuka, Jakarta Pusat. Kawasan itu dikenal sebagai pusat pemalsuan segala jenis surat negara. Seorang sumber polisi mengadu, sejak Januari lalu, Budi aktif mencetak surat-surat kendaraan palsu dengan berbagai alamat di Medan. Ia ditangkap tanpa perlawanan, lalu digelandang ke markas polisi.

Dari penangkapan ini, Budi "bernyanyi". Kepada penyidik, ia mengaku semua STNK itu dipesan oleh David Djohan. Keduanya saling kenal karena pernah bekerja sama di bidang yang sama. David kerap memesan dibuatkan STNK palsu sejak akhir tahun lalu. Sekali pesan bisa mencapai belasan STNK. Selembar STNK plus pelat nomornya dihargai Rp 1-2 juta.

Polisi menguntit aktivitas David. Setelah beberapa tahap penyelidikan, polisi menyimpulkan pemesan semua STNK itu berasal dari satu orang, yaitu Ahmad Raja Nasution, 43 tahun. "Dia otak dari kasus ini," ujar Herry. David ikut ditangkap. Ketiganya diperkirakan sudah kenal lama, tapi dalam kasus ini Raja selalu menghubungi Budi lewat David.

Ada satu masalah yang mengganjal. Raja tak berdomisili di Jakarta. Mobil yang suratnya dipalsukan juga tak beredar di Ibu Kota. Raja berdomisili di Jalan Nusa Indah, Batang Kuis, Deli Serdang. Di sana ia memiliki showroom mobil. Selama ini Raja dikenal sebagai pengusaha mobil rental. Masalah bertambah satu lagi, Raja menjabat Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DPD Deli Serdang. "Anak buahnya banyak," kata Kepala Unit V Resmob Komisaris Indra Siregar, yang memimpin penyidikan kasus ini.

Satu tim Resmob yang berjumlah delapan personel dikirim ke Medan pada awal Februari. Mereka mengintip rumah Raja di Batangkuis, yang berjarak sekitar satu jam dari Medan. Mereka tak bisa langsung menangkap Raja karena rumahnya dikawal ketat oleh sejumlah pengawal dan anak buah. Mereka memanggil Raja dengan sapaan Ketua. "Orangnya royal, suka bagi-bagi uang ke anak buah," ujar Indra.

Karena punya banyak teman dan mata-mata, Raja mengetahui bahwa ia sedang dikuntit. Akibatnya, ia jarang pulang ke rumah. Ia pindah ke Medan dan tinggal dari satu hotel ke hotel lain. Menurut Indra, kebiasaan tinggal di hotel ini sudah lama dilakoni Raja. Ia sering menginap di hotel bintang empat di Jalan Cirebon, dan hotel bintang tiga di Jalan Imam Bonjol, Medan. Ia sudah dikenal di sana. "Di sana pun dia dipanggil Ketua," kata Indra. Karena sering berpindah tempat, Raja sempat tak terlacak selama hampir sepekan.

Belakangan Raja diketahui kabur ke Jakarta. Ia menyewa sebuah kamar apartemen di bilangan Kemayoran, Jakarta Pusat. Pada 11 Februari sore, Raja ditangkap setelah sembilan personel Resmob pimpinan Indra mengepung apartemen itu. Saat hendak dicokok, polisi sempat kewalahan karena Raja membentur-benturkan kepalanya ke tembok sambil berkata, "Tangkap saja aku." Indra sempat mengira Raja overdosis narkoba. Pada malam sebelum ditangkap, ia sempat dugem di sebuah diskotek di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Karena dianggap hanya berpura-pura, ia tetap diseret ke Polda Metro Jaya.

Setelah Raja ditangkap, penyidik mulai mengumpulkan keterangan dan data dari mobil-mobil hasil olahan dia dan kawan-kawan. Dari pengakuannya, mobil tersebut dikumpulkan dengan berbagai modus sejak 2012 di Jakarta. Modus yang paling sering digunakannya adalah menyewa, baik dari perusahaan rental maupun perorangan. Untuk meyakinkan korbannya, ia menyewa mobil selama 1-2 bulan. "Saat masa sewa habis, ia tak mengembalikan mobil itu," ujar Herry.

Raja membawa mobil sewaan itu ke Medan. Ada yang dibawa lewat kurir melalui jalan darat, ada pula yang dikapalkan ke Belawan. Setelah tiba di rumahnya, mobil-mobil itu ia simpan di halamannya yang luas. Raja lalu menghubungi David agar dibuatkan STNK palsu. Khusus pengiriman lewat kapal, Resmob masih menyelidiki jaringan Raja di pelabuhan. Sebab, setiap mobil yang dikirim lewat kapal harus memiliki surat yang lengkap.

Mobil dengan surat bodong ini kemudian disewakan lagi. Ada yang ia gadaikan kepada teman-temannya. Untuk satu mobil Toyota Avanza, misalnya, ia gadai dengan harga Rp 40 juta. Sebagian lagi ia jual dengan harga miring. Satu mobil bodong ia jual rata-rata lebih murah Rp 20 juta dari harga pasar. Pembeli banyak yang percaya karena STNK palsu itu menggunakan nomor mesin dan rangka mobil yang asli. "Mereka tak menghapus nomor rangka dan mesin," kata Herry.

Selain menggelapkan mobil sewaan di Jakarta, Raja diduga menadah mobil curian dari penjuru Sumatera. Orang tak curiga Raja punya banyak mobil karena sudah lama ia dikenal sebagai pengusaha otomotif. Menurut sumber Tempo, selama ini Raja lancar berjualan mobil bodong karena menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua KNPI.

Ia juga kenal banyak pejabat. Mobil-mobil itu ia gadaikan dan ia jual kepada teman-temannya sesama aktivis kepemudaan atau ke pengusaha di Medan. Ketua KNPI Sumatera Utara Yasir Ridho Lubis tak tahu siapa saja konsumen Raja. "Kami tak mencampuri urusan bisnisnya," katanya.

Polisi memperkirakan sudah lebih dari seratus mobil yang dijual dan digadaikan Raja. Keuntungannya miliaran rupiah. "Mobil yang kami sita saja nilainya sudah mencapai Rp 2 miliar," ujar Herry. Saat ini, ketiga tersangka ditahan di ruang tahanan Resmob. Mereka dijerat dengan pasal penggelapan dan pemalsuan surat kendaraan dan diancam hukuman maksimal enam tahun penjara.

Dari balik selnya, Raja enggan ditemui tamu, termasuk Tempo. Seorang penyidik mengatakan Raja bahkan menolak ditemui pengurus DPP KNPI. Ridho menyatakan KNPI tidak akan memecat Raja sebelum hukumannya berkekuatan tetap. Hingga kini, kata dia, Raja belum meminta bantuan hukum dari KNPI. Lewat sekretaris KNPI Deli Serdang yang mengunjungi Raja, Ridho mendapat salam dan permintaan maaf dari koleganya itu. "Ia malu atas perbuatannya itu," ujarnya.

Mustafa Silalahi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus