Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Polisi Polda Metro Jaya, Brigadir AS, diamankan seusai insiden tembakan senjata api (senpi) yang melukai temannya, Bripda EP. Hal ini membuat adanya evaluasi di tubuh kepolisian terhadap penggunaan senjata api.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tindakan senjata api pada polisi tersebut sebenarnta telah tercantum pada Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tepatnya pada Pasal 47 ayat (1) dijelaskan bahwa senpi hanya diperuntukan untuk melindungi nyawa manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Syarat dan kapan senpi boleh digunakan?
Lalu selanjutnya di Pasal 47 ayat (2) tertuliskan ada enam hal yang perlu diperhatikan oleh para petugas kepolisian yang hanya boleh menggunakan senpi untuk:
- Dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
- Membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
- Membela orang lain terhadap ancaman kemaatian dan/atau luka berat;
- Mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
- Menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
- Menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Kemudian aturan penggunaan senpi ini tertuang juga pada Pasal 8 Perkapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, bahwa penggunaan kekuatan senpi atau alat lain dapat dilakukan ketika:
- Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
- Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
- Anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
Prosedur peringatan dan penggunaan senpi
Melihat ketatnya penggunaan senpi bagi polisi, maka prosedurnya pun dibuat agar para polisi memahami prinsipi penggunaannya. Baik itu dari segi penegakan hukum legalitas, nesesitas dan proporsionalitas.
Khususnya untuk prosedur mengenai peringatan sebelum penggunaan senpi. Hal ini pun tertera pada Pasal 48 ayat (2) yang berbunyi:
- Menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
- Memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
- Memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.
Sementara di ayat (3) selanjutnya menjelaskan bahwa ketika kendisi penundaan waktu diperkirakan membuat seseorang mengalami kematian atau luka berat. Maka, peringatan di pasal sebelumnya atau ayat (2) tidak diperlukan lagi.
Apa yang perlu dipertimbangkan polisi ketika memakai senpi?
Selain itu, ada beberapa hal yang perlu polisi pertimbangkan ketika dirasa ingin melepaskan tembakan ketika bertugas. Polisi yang sudah terlatih pun harus menaati aturan pada Pasal 45 yang berbunyi sebagia berikut:
- Tindakan dan cara-cara tanpa kekerasan harus diusahakan terlebih dahulu;
- Tindakan keras hanya diterapkan bila sangat diperlukan;
- Tindakan keras hanya diterapkan untuk tujuan penegakan hukum yang sah;
- Tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang dibolehkan untuk menggunakan kekerasan yang tidak berdasarkan hukum;
- Penggunaan kekuatan dan penerapan tindakan keras harus dilaksanakan secara proporsional dengan tujuannya dan sesuai dengan hukum;
- Penggunaan kekuatan, senjata atau alat dalam penerapan tindakan keras harus berimbang dengan ancaman yang dihadapi;
- Harus ada pembatasan dalam penggunaan senjata/alat atau dalam penerapan tindakan keras; dan
- Kerusakan dan luka-luka akibat penggunaan kekuatan/tindakan keras harus seminimal mungkin.
FATHUR RACHMAN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.