Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketua FKMTI Supardi K. Budiardjo ditahan atas dugaan pemalsuan surat keterangan tanah.
Ia mengaku korban kriminalisasi.
Saling klaim kepemilikan tanah.
BARISAN rumah toko berjejer di sepanjang jalan lingkar luar Kamal Raya, Cengkareng, Jakarta Barat. Harga jualnya per unit sekitar Rp 6 miliar. Berdiri di atas lahan seluas 11,2 hektare, pengembang perumahan itu tengah bersengketa dengan Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia Supardi Kendi Budiardjo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini kawasan itu dikuasai raksasa properti Agung Sedayu Group. Mereka mengembangkan kompleks pertokoan dan hunian elite bernama Golf Lake Residence lewat anak usaha mereka, PT Sedayu Sejahtera Abadi, sejak 2010.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2006, Supardi dan istrinya, Nurlela, membeli tanah 10.259 meter persegi yang terbagi atas tiga girik di kawasan tersebut dari Abdul Hamid Subrata. Belakangan, salah satu girik, yaitu Girik C Nomor 1906, yang mencatat tanah seluas 2.231 meter persegi, bermasalah. Tanah itu diklaim bagian dari 11,2 hektare lahan milik PT Sedayu Sejahtera Abadi dan sudah dilengkapi sertifikat hak guna bangunan.
Kompek pertokoan dan perumahan elit Golf Lake Residence yang dikembangkan PT Sedayu Sejahtera Abadi pada 27 Januari 2023. Sebagian lahan itu bersengketa dengan Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia, Supardi Kendi Budiardjo/Tempo/ Hilman Fathurrahman W
Sejak 2010, Supardi Budiardjo gencar melawan PT Sedayu. Perlawanannya berakhir pada Selasa, 10 Januari lalu. Pada hari itu, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya melimpahkan berkas penyidikan Budiardjo dan Nurlela ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Supardi dan Nurlela langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat, dan rumah tahanan Polda Metro Jaya.
Baca: "Sembilan Cacing Tanah Cengkareng"
Suami-istri itu menjadi tersangka sejak 29 Juli 2022. Polisi menuduh keduanya memalsukan surat keterangan lahan saat hendak mengurus legalitas tanah ke Badan Pertanahan Nasional. Tapi Supardi menuding ada mafia tanah di balik penahanan itu. “Ada dugaan kriminalisasi,” ujar Yahya Rasyid, pengacara Supardi Budiardjo dan Nurlela.
Apalagi penahanan itu berlangsung sehari setelah pengadilan menggelar gugatan praperadilan atas penetapan tersangka. Yahya menduga penahanan itu siasat untuk membungkam Supardi.
Ia meyakini penahanan dan penetapan status tersangka Supardi dan Nurlela dipaksakan dan menabrak aturan hukum acara. Menurut dia, tuduhan rekayasa membuat surat keterangan tanah tak bisa dialamatkan kepada Supardi.
Sebab, ia memperoleh surat keterangan tanah dari Abdul Hamid Subrata. Abdul Hamid meninggal bertahun-tahun lalu. “Klien saya adalah pembeli beriktikad baik,” ucap Yahya. Upaya mereka juga kandas setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Supardi Budiardjo dan Nurlela pada Januari lalu.
Polda Metro Jaya menelisik kasus Supardi atas laporan seorang pengacara, Marsetyo Mahat Manto, pada 9 Januari 2018. Penyelidikan kasus sempat tersendat karena pada periode yang sama Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menarik berbagai laporan Budiardjo di sejumlah kantor polisi. Biro Pengawas Penyidikan merekomendasikan pengambilalihan perkara itu karena diduga ada pelanggaran etik saat penyelidikan.
Tapi Bareskrim menghentikan penyidikan pada 20 Agustus 2021. Setelah mendapat informasi ini, Polda Metro Jaya lantas melanjutkan penyidikan sampai Supardi dan Nurlela akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. “Kami sudah mengecek ke berbagai surat keterangan tanah milik tersangka dan diduga palsu,” ujar penyidik Subdirektorat Harta, Benda, Barang, dan Tanah Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Iswanto.
Kompek pertokoan dan perumahan elit Golf Lake Residence yang dikembangkan PT Sedayu Sejahtera Abadi pada 27 Januari 2023. Sebagian lahan itu bersengketa dengan Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia, Supardi Kendi Budiardjo/Tempo/ Hilman Fathurrahman W
Selama penyidikan, polisi sudah dua kali memanggil Supardi Budiardjo. Sejak menjadi tersangka, Iswanto menyebutkan Supardi tak pernah menghadiri pemeriksaan. Supardi mengaku tak bisa menghadiri undangan pemeriksaan karena sedang sakit dan alasan lain.
Tapi polisi curiga alasan itu hanyalah cara untuk mengulur-ulur proses penyidikan. Alih-alih meladeni pemeriksaan, ia justru menghadiri undangan wawancara dengan sejumlah pihak, termasuk salah satu siniar kanal YouTube, yang mengulas mafia tanah di Cengkareng. “Kami anggap dia tidak punya iktikad baik,” tutur Iswanto.
Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi memastikan timnya sudah bertindak profesional menangani kasus Supardi. Ia membantah anggapan bahwa penahanan Budiardjo dan Nurlela adalah kriminalisasi. “Karena berkasnya dinyatakan lengkap oleh jaksa, penahanan itu merupakan prosedur pelimpahan tahap kedua,” katanya.
•••
Saling Klaim Surat Tanah
SUPARDI Kendi Budiardjo masih meyakini lahan seluas 2.231 meter persegi yang diklaim PT Sedayu Sejahtera Abadi adalah miliknya. Ia meyakini girik yang dibeli dari Abdul Hamid Subrata adalah dokumen yang sah. Sementara itu, PT Sedayu mengklaim lahan itu merupakan bagian dari tanah yang dibeli dari PT Bangun Marga Jaya pada 2010 dengan sertifikat hak guna bangunan.
Supardi makin yakin legalitas lahan tersebut setelah Abdul Hamid Subrata memenangi gugatan lewat putusan Nomor 442/Pdt.G/2006/PN.Jkt.Bar. Putusan itu ditindaklanjuti Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Barat dengan bersurat kepada Kepala Kantor Pertanahan DKI Jakarta agar mengeluarkan Girik C Nomor 1906 seluas 2.231 meter persegi dari area yang diklaim PT Bangun Marga Jaya seluas 112.840 meter persegi. Namun rencana pendaftaran girik itu batal setelah PT Bangun memenangi gugatan Nomor 372/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Brt.
Setahun berselang, PT Bangun Marga melaporkan Abdul Hamid Subrata atas tuduhan pemalsuan dokumen. Belakangan, penyidikan kasus itu dihentikan karena Hamid meninggal.
Di tengah proses hukum tersebut, Supardi mengaku mengalami intimidasi. Sekelompok preman menyambangi lahan tersebut dan memukuli anak buahnya. Lima kontainer yang tersimpan di atas lahan itu juga pernah dicuri. “Kasus ini pernah kami laporkan polisi, tapi belakangan dihentikan karena tak cukup bukti,” ujar Yahya Rasyid.
Sengketa kepemilikan makin panas ketika PT Sedayu Sejahtera Abadi membeli 11 hektare tanah dari PT Bangun Marga pada 9 November 2010. “Kami sempat membuat laporan pidana penyerobotan lahan, tapi tak jalan. Laporan terhadap Budiardjo justru yang didulukan,” kata Yahya.
Penasihat hukum PT Sedayu Sejahtera Abadi, Haris Azhar, menampik klaim kepemilikan Budiardjo. Menurut dia, ketiga girik yang dimiliki Supardi tak tercatat dalam buku catatan letter C di Kecamatan Cengkareng Barat.
Ia bahkan menyebut Girik Nomor 5047, salah satu girik milik Supardi, yang digunakan untuk mengklaim lahan seluas 548 meter persegi di Kelurahan Cengkareng Timur, ternyata berada di Kelurahan Kapuk. “Kesalahan dia adalah tidak meneliti obyek tanah sebelum membeli,” tutur Haris.
Haris mengklaim SHGB milik kliennya memiliki kekuatan hukum karena tercatat dalam buku tanah Badan Pertanahan Nasional. Sementara itu, dokumen girik hanya bisa diakui ketika sudah terdaftar dalam buku pertanahan di kelurahan setempat.
Haris juga mempertanyakan legalitas pembelian lahan itu karena ikatan jual-beli antara Supardi Budiardjo dan Abdul Hamid Subrata dilakukan hanya di hadapan notaris. “Menurut PP No. 24 Tahun 1997 dan SEMA No. 4 Tahun 2016, semestinya pejabat pembuat akta tanah,” ujarnya.
Lahan yang disengketakan itu dulu hanya tanah rawa. Nilai tanah meroket sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggenjot pembangunan jalan lingkar luar pada 2000-an. Agung Sedayu Group menyulap kawasan itu menjadi perumahan mewah Golf Lake Residence. “Saya tahunya dulu di sini velbak (kawasan pembuangan sampah),” kata Ali, salah seorang petugas keamanan di kompleks itu.
MUHAMMAD IQBAL
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo