Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berkelit dari Kecurigaan

Dituding tak jujur melaporkan hartanya, Fuad Bawazier mencak-mencak. Kali ini KPKPN diuji keandalannya.

13 April 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FUAD Bawazier gusar bukan kepalang. Berkali-kali ia menggeleng-gelengkan kepala ketika TEMPO menemuinya di kantornya, di Bursa Gagasan lantai V, di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat pekan lalu. Bekas Menteri Keuangan ini seakan tak percaya harta miliknya dipersoalkan lagi oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). "Saya yakin laporan dari masyarakat itu tidak benar," ujarnya. Sebelumnya, KPKPN memang memperoleh informasi dari masyarakat, yang menyebut Fuad tak jujur dalam mengisi laporan kekayaannya. Surat itu dikirim oleh seseorang dengan alamat dan tanda tangan oleh yang bersangkutan. "Tapi saya tidak bisa menyebutkan namanya," kata Anwar Sanusi, salah satu anggota Komisi. Menurut informasi itu, Fuad telah mendirikan beberapa perusahaan bersama Tutut Soeharto, seorang bekas Panglima TNI, dan seorang menteri. Tapi tak dinyatakan berapa persisnya jumlah saham Fuad di sejumlah perusahaan itu. Selain itu, disebutkan pula dia punya simpanan miliaran rupiah dalam bentuk rekening di beberapa bank yang tidak dilaporkan. Berdasarkan laporan itu, Sub-Komisi Legislatif di KPKPN pun bergerak cepat dan membentuk tim pemeriksa khusus yang terdiri dari Anwar Sanusi, Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Prodjosewojo, dan Lumondok Lukas A. Luntungan sebagai ketuanya. Ini kedua kalinya Fuad dicurigai. Tahun lalu, namanya juga masuk dalam pemeriksaan khusus Komisi. Yang dipersoalkan adalah status hibah harta yang dilaporkannya. Harta hibah itu berupa uang, mobil, rumah, dan berupa saham. Tapi Fuad berhasil membuktikan bahwa harta hibah itu berasal dari abangnya. Akhirnya, pemeriksaan dinyatakan sudah selesai. Dalam kasus kali ini, tim pemeriksa pun sudah mengayunkan langkah. Senin silam pekan lalu, mereka memeriksa Tutut di rumahnya. Dalam pemeriksaan itu, menurut Anwar, putri sulung bekas presiden Soeharto ini mengaku memang mengenal Fuad sebagai Direktur Jenderal Pajak, dan koleganya ketika sama-sama menjadi menteri, tapi tidak akrab. Tutut juga menjelaskan bahwa setelah bapaknya pensiun, ia telah melepaskan sahamnya di beberapa perusahaan yang pernah dimiliki dan tak mendirikan perusahaan baru. "Saya mau hidup tenang-tenang, momong cucu," kata Tutut, seperti ditirukan Anwar. Dengan kata lain, dia mengaku tidak punya hubungan bisnis dengan Fuad. Walhasil, sejauh ini penyidikan tim itu menemui jalan buntu. Tim mengaku sulit menguji kebenaran laporan karena si pelapor juga tak menunjukkan bukti. Sedangkan mereka dituntut obyektif dan adil. Aksi yang ditempuh KPKPN ini membuat Fuad kelabakan. Soalnya, dia mengaku telah tuntas melaporkan semua kekayaannya ke Komisi tahun lalu. Laporan itu bahkan dilengkapi dengan hasil pemeriksaan kantor akuntan publik yang disewanya sendiri. Harta Fuad yang dilaporkan ke Komisi meliputi tanah dan bangunan senilai Rp 15 miliar dan US$ 8.422, pelbagai merek dan jenis kendaraan senilai Rp 2,9 miliar, perhiasan Rp 1 miliar, surat berharga Rp 30 miliar, dan giro Rp 1 miliar. Totalnya, dia memiliki kekayaan Rp 50 miliar dan US$ 8.422. Dan lebih dari separuh diperoleh dari hibah. Jadi, kenapa kekayaan itu diungkit kembali? "Saya merasa ini buntut dari perseteruan di Kahmi (Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) tahun lalu," kata Fuad. Di ajang perebutan kursi ketua organisasi ini, Fuad memang mengalahkan Abdullah Hehamahua, salah seorang anggota KPKPN. Karena itu, di mata politikus dari Partai Amanat Nasional ini, pemeriksaan dirinya justru akan merugikan kredibilitas Komisi Pemeriksa. Hanya, Abdullah mengaku pemeriksaan Fuad tidak ada hubungannya dengan persaingan di KAHMI. "Emangnya dia punya peranan apa di KAHMI? Dia bukan kader, dia anak kecil," kata Abdullah. Selain itu, pemeriksaan khusus terhadap Fuad sudah dilakukan sejak 2001, sedangkan perpecahan di KAHMI itu baru terjadi pada 2002. Toh, Komisi Pemeriksa kini ketiban tugas berat, membuktikan kecurigaannya. Wicaksono, Endri Kurniawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus