Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bermain <font color=#CC9900>Minyak Liar</font>

Dalam tempo dua bulan ditemukan 180-an kasus penyelewengan bahan bakar minyak bersubsidi. Bisa untung empat ratus persen.

3 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN wajah murka, Komisaris Polisi Johanes Luanmase menendang pintu kantor harian Siwalima. Wakil Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, itu berteriak-teriak mencari penghuni kantor. Sepi. Tak terlihat wartawan di kantor yang terletak di Jalan Diponegoro, Ambon, itu. Johanes makin kalap. Bersama tujuh anak buahnya, Johanes menjungkirbalikkan meja dan membanting helm yang ditemukan d kantor itu.

Ingar-bingar Ahad pagi dua pekan lalu itu membuat geger para penghuni di kawasan Lorong Mayang, tempat Siwalima berada. Seorang penjaga kantor segera menelepon Levinus Kariuw, Redaktur Pelaksana Siwalima, yang langsung melaporkan peristiwa itu ke Bidang Profesi dan Keamanan Kepolisian Daerah Maluku. Sekitar satu jam kemudian, Kepala Polda Maluku Brigadir Jenderal Guntur Aryadi menghubungi Levinus, meminta maaf.

Tapi urusan tak langsung selesai. Petangnya, istri dan sejumlah kerabat Johanes mendatangi rumah Levinus di kawasan Karang Panjang, Ambon. Di sana mereka memaki-maki Levinus. ”Kalau suami saya ketemu kamu saat itu, dia akan tembak kamu,” kata istri Johanes.

Amarah Johanes bermula dari berita yang dilansir Siwalima pada Jumat, 22 Februari lalu. Koran tersebut menurunkan headline berjudul ”Diduga Wakapolres Aru Melindungi Illegal Oil”. Dalam berita investigasi itu, Siwalima menurunkan hasil temuan wartawannya tentang penjualan solar bersubsidi ke kapal-kapal ikan yang berlabuh di laut Dobo, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru.

Menurut Siwalima, aksi ini dilakukan seorang agen bunker service tak berizin bernama Aman alias ”Koko Man”. Ketika Aman menjual 50 ton solar ke kapal ikan KM Tanjung Balai, 26 Januari lalu, sejumlah warga bersama wartawan dan intel Polres Aru yang sudah mengintai langsung menyergap Aman dan menyita barang bukti. Tapi, atas perintah Johanes, Aman dilepaskan. Alasannya, itu bukan solar curian.

Sejumlah warga yang membantu pengintaian juga dipanggil Johanes. Ketika wartawan bertanya mengapa Aman dilepaskan dan warga yang membantu polisi justru dipanggil, Johanes naik pitam. Inilah yang memperkuat dugaan bahwa Johanes terlibat kasus ini, yang lantas diangkat Siwalima sebagai berita. ”Soal illegal oil dan perusakan kantor Siwalima sekarang ditangani Polda Maluku,” kata juru bicara Polda Maluku, Ajun Komisaris Besar J. Huwae.

l l l

TAK hanya di Maluku, di daerah lain pun terjadi keterlibatan aparat dalam penjualan bahan bakar minyak bersubsidi. Bahkan sejumlah pelakunya sudah berstatus tersangka dan tinggal diajukan ke pengadilan. Di antaranya sejumlah polisi dan anggota TNI Angkatan Laut. Mereka ditangkap Tim Koordinasi Pengawasan Penyalahgunaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak (KP4BBM).

Menurut sumber Tempo, di antara yang tertangkap terdapat seorang inspektur polisi. Hamba wet ini ditangkap di kawasan Roxy Square, Grogol, Jakarta Barat, November lalu, ketika ”mengawal” jual-beli delapan ton solar. Solar bersubsidi yang diangkut dengan satu unit truk tangki itu tidak dilengkapi izin usaha dan akan dijual ke industri.

Dalam operasi itu, Tim KP4BBM juga menangkap pemilik solar. Di pengadilan, kelak, selain dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, para pelaku bisa dikenai Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas). Sanksinya bisa berupa hukuman penjara sampai enam tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.

Pada 26 Februari lalu, Kepolisian Sektor Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, juga menciduk empat anggota sindikat penjual dan pengoplos solar. Polisi menyita dari tangan mereka 10 ton minyak tanah dan solar bersubsidi yang akan dijual ke sejumlah industri di Jakarta dan Bogor. Keempatnya ditangkap di sebuah pabrik di Kampung Cikuda, Gunung Putri, yang ternyata milik seorang anggota polisi berpangkat komisaris besar. Sang Kombes kini raib entah ke mana. ”Kami sedang memburu dia,” kata seorang anggota Polsek Gunung Putri.

Maraknya praktek yang merugikan usaha kecil dan masyarakat miskin sebagai pengguna BBM bersubsidi membuat pemerintah geram. Inilah yang membuat dibentuknya Tim KP4BBM. Tim yang beranggotakan polisi, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi, dan Kejaksaan Agung ini sejak November lalu telah memulai operasinya: menangkap penimbun serta pengoplos BBM, dan melemparkannya ke pengadilan.

Hasilnya, dari Januari hingga Februari lalu, tim itu sudah membongkar 123 kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi di sejumlah kota di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara. ”Operasi ini untuk menyelamatkan bahan bakar agar tidak jatuh ke tangan industri,” ujar Sekretaris Tim KP4BBM Adi Subagio. Dari operasi itu, tim ini menyita antara lain 41 ribu liter solar oplosan, sekitar 600 ribu solar, 89 truk tangki, dan 20 mobil pickup.

Menurut Adi, setiap tahun sekitar 25 persen dari 9,9 juta kiloliter BBM bersubsidi yang dialokasikan negara untuk rakyat miskin hilang, tidak sampai tujuan. BBM jatah rakyat senilai Rp 13 miliar itu diduga diselewengkan, masuk ke industri. ”Pencurian BBM ini menguntungkan banyak pihak,” kata Adi. ”Penimbun untung, pembeli dari kalangan industri juga untung.”

Hasil penyelewengan BBM ini memang menggiurkan. Keuntungan yang diraup bisa mencapai 400 persen. Para penadah membeli minyak tanah hanya seharga Rp 2.300, atau paling mahal Rp 2.500, per liter. Minyak tanah itu kemudian dioplos dengan oli bekas atau solar, lalu dijual ke industri seharga Rp 5.000 atau Rp 6.000 per liter.

Bagi industri, atau kapal, harga ini tetap murah dibandingkan dengan harus membeli di Pertamina, seharga Rp 7.000-8.000 per liter. Namun, kepada Tempo, Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Sadar Sebayang membantah ada aparat polisi yang terlibat kasus penjualan atau pengoplosan BBM. ”Tidak ada,” katanya. ”Kalau ada, mereka akan terkena Undang-Undang Migas.”

Sunariah, Arti Ekawati, Mochtar Touwe (Ambon)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus