Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAK adegan film detektif, dua mobil polisi itu direm pakem sampai mencicit, menjepit tiga kendaraan yang duluan parkir. Sepuluh orang berpakaian sipil menghambur keluar, mengepung tiga mobil yang masing-masing berpenumpang dua orang itu.
Ada yang berusaha kabur. Tapi, ”Letusan pistol berulang kali terdengar,” kata Ardiansyah, karyawan bengkel di salah satu ruko Mutiara Taman Palem, Cengkareng, Banten, lokasi adegan seru itu. Selasa pekan lalu itu, polisi menggerebek timbunan 600 ribu ekstasi impor.
Mereka juga meringkus empat orang: Siegfried Mets, warga negara Belanda; Ong Tiong Yoh, warga negara Singapura; Chen Hoy, Tzu Chian, dan Li Hiao Yi, ketiganya warga negara Taiwan; dan seorang warga Cengkareng, Alexander. ”Mereka sindikat narkotik internasional,” kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, Inspektur Jenderal Adang Firman.
Adang memastikan, ratusan ribu pil godek itu jatah diskotek di Jakarta dan sejumlah kota lain. Kalau sebutir laku Rp 100 ribu, katanya, nilai barang itu setara dengan Rp 60 miliar. ”Ini temuan terbesar.”
Ditilik dari jumlahnya, nilai tangkapan ini memang mengungguli temuan pada 23 November lalu di Apartemen Taman Anggrek, Jakarta Barat. Ketika itu ekstasi yang disita ”cuma” 490.802 butir. Temuan ini juga mengalahkan timbunan 410 ribu butir ekstasi di rumah Jalan Janur Elok, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 3 Desember lalu.
Menurut polisi, pil setan ini diimpor lewat pelabuhan udara. Ia disembunyikan dalam mesin kompresor seukuran setengah bajaj. Isi kompresor dipreteli, kemudian diganti ekstasi yang dibungkus aluminium foil. Dengan cara ini pil itu lolos sensor sinar-X bandara.
Siegfried Mets, pria 45 tahun itu, sejak 1980 ditengarai bolak-balik Belanda-Indonesia, memasok barang dagangannya. ”Ia masuk kategori bandar besar,” kata Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Arman Depari.
Untuk mengendus gerak-gerik Mets, anggota Arman ada yang menyamar jadi tukang ojek. Berminggu-minggu mereka mangkal di Jalan Palem Lestari, Cengkareng. Mets sering tampak datang ke ruko Blok D-9 No. 35.
Sebagian menyaru sebagai anggota satpam dan penjaja gorengan, seraya menguntit tempat tinggal Mets di Jalan Kunci 18, Pulomas, Jakarta Timur. Pada hari nahasnya itu, Mets yang semobil dengan Alexander dikuntit polisi.
Mobil yang dikemudikan Mets, Suzuki Escudo, ”dikawal” Toyota Innova dan Daihatsu Terios, masing-masing berisi dua orang. Mereka memasuki ruko Mutiara Taman Palem. Mets, target utama polisi, keluar lebih dulu dari mobilnya sembari menenteng dua tas hitam.
Belum sempat Mets masuk ke ruko, polisi menyergapnya. Enam koper penuh ekstasi dan tiga unit kompresor juga disita dari dalam ruko. Ketika diperiksa, Mets menyebut nama beberapa cukong, antara lain Boncel alias Bahari.
Boncel, warga negara Indonesia, dikenal Mets di Belanda pada 1992. Di Negeri Kincir Angin itu Boncel mengawini nona Belanda keturunan Suriname. Perkawinan itu tak lama: sang istri dikabarkan menolak ikut berbisnis narkoba. Boncel kemudian menikah lagi dengan perempuan asal Indonesia yang sudah lama bermukim di Belanda.
Boncel, 47 tahun, dibantu adik kandungnya, Natalie, di Indonesia. Natalie, yang kini buron, berperan mencari tempat penimbunan yang aman. Ruko Mutiara Taman Palem itu disewa atas nama Natalie.
Sebetulnya nama Boncel, Natalie, dan Mets sudah akrab di telinga polisi, bahkan sejak ”era Zarima”. Boncel pulalah pemodal yang pernah merekrut Avon alias Andreas, dan Fanny, terpidana kasus kepemilikan 3.941 butir ekstasi dan 20 gram sabu-sabu pada Agustus 2001. Keduanya dikirim ke Nusakambangan. Sedangkan Boncel belum ketahuan ujung rimbanya.
Ramidi, Ibnu Rusydi, Amandra Mustika
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo