Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bisnis Narkotika Hendra Sabarudin, ICJR: Bukan Kasus Pertama, Pemerintah Harus Ambil Sikap

ICJR menanggapi soal berulangnya kasus peredaran narkotika yang dikendalikan dari dalam penjara. Kasus terbaru adalah jaringan Hendra Sabarudin.

23 September 2024 | 15.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bareskrim Polri mengungkap jaringan narkotika yang dikendalikan terpidana Hendra Sabarudin dari Lembaga Pemasyarakatan Tarakan, Kalimantan Utara. Jaringan itu juga melakukan pencucian uang senilai Rp 2,1 triliun untuk dapat memuluskan bisnis haramnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Girlie Aneira Ginting mengatakan, pengungkapan jaringan narkotika dari balik jeruji besi bukanlah kali pertama. Sebelumnya pernah ada kasus serupa yang dikendalikan oleh jaringan Freddy Budiman.
 
Menurut Girlie, berulangnya peredaran narkotika dari balik jeruji itu bukan tanpa sebab. Undang-Undang Narkotika yang berlaku saat ini adalah musababnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika masih mengkriminalisasi pengguna narkotika,” kata Girlie melalui keterangan resminya, Senin, 23 September 2024.
 
Grilie mengungkap, jika pengguna narkotika terus dikriminalisasi, maka peredaran gelap narkotika tidak akan pernah usai dan justru malah menumbuh suburkan peredaran itu. Karena penjara tidak akan membuat jera pecandu.
 
“Kriminalisasi ini tidak membawa dampak menurunnya angka perdagangan gelap narkotika malah justru menimbulkan permasalahan baru,” kata Girlie.
 
Grilie mengatakan, ICJR sejak 2017 telah memaparkan solusi yang bisa diterapkan untuk mengatasi peredaran gelap narkotika. Salah satunya melalui perombakan kebijakan narkotika dengan memperkenalkan dekriminalisasi bagi pengguna narkotika.
 
“Adanya intervensi berbasis kesehatan dan respon non-pidana bagi seluruh pengguna narkotika,” kata Girlie.
 
Dengan menggunakan pendekatan kesehatan, kata Girlie, pengguna narkotika tidak dipidana melainkan disembuhkan. Sementara aparat penegak hukum, menurut dia, berfokus pada penangkapan bandar-bandar besar termasuk jaringan internasional.
 
“Aparat pun bisa berfokus pada menegakkan peredaran gelap narkotika, bukan justru menjerat pengguna narkotika,” kata Girlie.
 
Grilie melanjutkan, rekomendasi komprehensif dekriminalisasi pengguna narkotika dan perubahan menyeluruh UU Narkotika telah dihasilkan oleh Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN), gabungan koalisi masyarakat sipil termasuk ICJR.
 
“Sehingga, kami menyerukan Pemerintah perlu segera melakukan pembahasan revisi UU Narkotika dan menindaklanjuti rekomendasi JRKN dengan membahas dan mengadopsi dekriminalisasi pengguna narkotika,” kata Girlie.

Hendra Sabarudin adalah narapidana kasus narkotika dengan vonis hukuman mati. Pria yang memiliki nama beken Hendra 32 itu tertangkap polisi pada 2020. Bareskrim Mabes Polri menyebut Hendra yang kini mendekam di Lapas Tarakan mengendalikan jaringan peredaran narkotika di wilayah Indonesia Tengah, terutama di Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali dan Jawa Timur. 

Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus