Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Marthinus Hukom memberikan pernyataan mengenai keterlibatan anggota BNN yang ditugaskan untuk mencuci uang milik bandar Hendra Sabarudin. Marthinus mengonfirmasi adanya dugaan keterlibatan anggota BNN yang kini telah ditangkap oleh Bareskrim Polri. Lalu, bagaimana dengan awal mula kasusnya? Berikut penjelasannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau kami malu, berarti kami sedang menyembunyikan busuk di dalam organisasi," kata Marthinus Hukom saat konferensi pers di Kantor BNN, Jumat, 20 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marthinus mengonfirmasi bahwa ada anggotanya yang terlibat sebagai kaki tangan Hendra untuk berbisnis narkotika. Dia tidak merinci anggota yang dimaksud, namun pelakunya sebagai pegawai kontrak di BNN.
Bandar narkoba Hendra Sabarudin ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh polisi. Komisaris Jenderal Wahyu Widada, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, menyatakan bahwa kaki tangan Hendra juga ditetapkan sebagai tersangka atas keterlibatan dalam tindak pidana serupa.
"Semuanya membantu dalam pencucian uang," kata Wahyu saat konferensi pers di Lapangan Bhayangkara Markas Besar Polri, Rabu, 18 September 2024.
Kaki tangan Hendra yang membantu TPPU diketahui inisial CA, AA, NMY, RO, dan AY. Sedangkan yang mengelola uang hasil kejahatan berinisial TR dan MA.
Wahyu menyatakan semuanya dikenakan Pasal 3, 4, 5, 6, 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. "Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar," kata Wahyu Widada.
Polisi masih terus mencari aset milik bandar narkoba Hendra Sabarudin, yang mengendalikan bisnis dari dalam lembaga pemasyarakatan. Kepala Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada, mengimbau kepada masyarakat supaya melapor ke kepolisian jika mengetahui ada aset lain milik Hendra.
"Bisa menginformasikan kepada kami, akan kami lakukan penyitaan," ujar Wahyu saat konferensi pers di Lapangan Bhayangkara Markas Besar Polri, Kamis, 19 September 2024.
Wahyu menjelaskan bahwa dalam proses penyitaan aset, kendala yang dihadapi adalah menelusuri kepemilikan yang sebenarnya. Sejauh ini, aset-aset milik Hendra Sabarudin yang telah disita tercatat atas nama orang lain, sehingga menyulitkan polisi dalam menjalankan tugasnya.
Saat ini, polisi telah menyita sejumlah aset milik Hendra, termasuk 44 bidang tanah dan bangunan, 21 unit mobil, 28 unit sepeda motor, empat kapal, satu speed boat, dan satu jetski. Selain itu, disita juga dua kendaraan ATV, dua jam tangan mewah, uang tunai senilai Rp 1,2 miliar, serta deposito sebesar Rp 500 juta di Standard Chartered.
Wahyu menyebutkan bahwa jumlah uang yang digunakan Hendra untuk pencucian uang melalui rekening-rekeningnya mencapai ratusan miliar rupiah. "Aset-aset narkoba yang sudah bisa kami sita sekitar Rp 221 miliar," kata dia
Hendra Sabarudin diduga menjalankan bisnis dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Komjen Wahyu Widada menyatakan bahwa perputaran uang Hendra telah mencapai angka triliunan.
"Hasil analisis oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), uang dan transaksi jaringan HS selama beroperasi dari tahun 2017 sampai 2024 mencapai Rp 2,1 triliun," ujarnya saat konferensi pers di Lapangan Bhayangkara Markas Besar Polri, Rabu, 18 September 2024.
Pengungkapan bisnis Hendra berasal dari laporan Lapas Kelas II A Tarakan. Hendra awalnya diduga sering berbuat onar, lalu dilaporkan ke Bareskrim. Saat penelusuran, kata Wahyu, ditemukan bahwa Hendra masih mengendalikan narkotika. Dia merupakan bandar yang menguasai peredaran di Kalimantan, Sulawesi, Bali, Jawa Timur, dan Malaysia.
Selama beroperasi pada 2017 sampai 2024, Hendra melalui kaki tangannya menyelundupkan narkotika jenis sabu dari Malaysia sebanyak tujuh ton. Akibat perbuatannya, kepolisian menetapkan dia sebagai tersangka pencucian uang.
MYESHA FATINA RACHMAN I M. FAIZ SAKI