SEJAHAT-jahat macan, ia tak akan memakan anaknya. Tapi tak begitu dengan Halimah. Hampir tak masuk akal, Nenek Halimah, yang sudah berusia 70 tahun, ikut mendalangi pembunuhan anak-cucunya. Tak tanggung-tanggung, komplotan si nenek mengebom rumah Mat Dian, anak Halimah. Akibat ulah si nenek, rumah Mat Dian, di Desa Paya Awe, Kabupaen Aceh Timur, meledak. Mat Dian, yang sedang lelap bersama bininya, Nurhayati, serta tiga anaknya berserakan bersama puing-puing rumahnya. Mat Dian terluka bersama dua anaknya. Sedang kaki istrinya terpaksa diamputasi. Lebih tragis lagi, putri bungsunya Farida, 8 tahun, tewas karena kehilangan dua kakinya. Pekan-pekan ini pembunuhan berencana itu disidangkan di Pengadilan Negeri Idie, Aceh Timur. Nenek Halimah terpaksa duduk di kursi pesakitan bersama anak bungsunya, Zainun, serta dua orang komplotannya, Yahdun dan Abubakar. Sekitar pukul 2 pagi, 15 Oktober lalu, Abubakar mengorek lubang hingga tembus ke kamar Mat Dian. Melalui lubang itu, ia memasukkan bom rakitan sendiri. Dengan kabel sepanjang 23,5 meter, Abubakar meledakkan bom tersebut. Rumah Mat Dian yang berdinding papan beratap nipah itu meledak. Tempat tidur, lemari, tilam, kursi tamu, bersama tubuh kelima penghuni rumah tersebut melambung ke udara, kemudian terempas ke bumi. "Bersamaan dengan meledaknya bom itu, kami tertawa terbahak-bahak," kata Yahdun kepada TEMPO. Mat Dian, 38 tahun, tak menyangka otak peristiwa itu emaknya sendiri, Halimah. Ketika masih terseok-seok di antara puing-puing rumahnya, Mat Dian berbisik kepada kepala desa setempat, Abdullah Ubat, "Ini ulah Yahdun dan Abubakar." Kedua orang itu memang dendam karena Mat Dian tak mau diajak menanam dan menjual ganja. Polisi, yang segera tiba di tempat itu, meringkus Yahdun. Malam itu juga, Abubakar diburu ke rumah bini mudanya, di Desa Peudawa Rayeuk, 12 km dari Desa Paye Awe. Ketika hendak menangkap Abubakar, tembakan polisi menyerempet seorang tokoh masyarakat desa. Ini membikin penduduk desa marah, lalu menghancurkan kantor Polsek Idi Rayeuk. Dari Yahdun, ketahuan peranan Halimah, nenek 16 cucu itu. Sejak 1985, Halimah rupanya sudah benci kepada Mat Dian. Ini gara-gara keterangan seorang dukun, Tengku Amat. Dukun itu menyebut penyakit sesak napas, tulang, dan tubuh kurus yang diidap Halimah, sejak 1962, hanya bisa disembuhkan Mat Dian. Halimah percaya. Karena itu, 6 hari sebelum peledakan rumah tersebut, Halimah membuka rapat keluarga di rumah menantunya, Hasbi bin Abdurrahman. Di situ hadir pula anak bungsunya, Zainun, bersama temannya, Yahdun tadi. Zainun, 35 tahun, sebenarnya sudah berulang kali mencoba membunuh abangnya itu bersama Yahdun. Ia, konon, sudah menyimpan dendam kepada Mat Dian sejak berusia 12 tahun. Pasalnya, Mat Dian, yang mengerjakan sawah warisan mereka, tak pernah membagi hasilnya kepada Zainun. Sebab itu, bersama Yahdun -- dengan izin Halimah -- beberapa tahun lalu ia pernah melemparkan racun ke sumur Mat Dian. Toh Mat Dian sekeluarga selamat. Lalu, pernah seorang bertopeng menikam Mat Dian di dalam rumah. Setelah dibumbu-bumbui, kabar yang menyebut seakan-akan Mat Dian kebal tersebar sampai ke desa-desa tetangga. "Padahal, tikaman orang itu tak kena," kata Mat Dian. Pada rapat keluarga yang tadi, Yahdun mengusulkan agar rumah Mat Dian dibom. Halimah, janda sejak 1956 itu, setuju dan bersedia membayar Yahdun Rp 3 juta secara bertahap. Setelah menjual emas dan menggadaikan sawahnya, Halimah memberikan Rp 400 ribu kepada Yahdun. Lalu Yahdun menghubungi Daud bin Usman, tukang foto keliling, yang bisa merakit bom. Dalam tempo 3 hari, bom itu selesai. Yahdun pun mengajak Abubakar, yang juga punya dendam kepada Mat Dian. Selanjutnya, bom itu bicara. Dan polisi meringkus komplotan. Begitu dakwaan Jaksa Masrul dan Mohammad Dali. Di persidangan, Halimah terpaksa duduk di lantai pengadilan karena sakit. Ia tak mampu duduk di kursi terdakwa. Dia membantah dakwaan jaksa. Tapi, "Apa boleh buat," katanya tentang Mat Dian, yang tak tewas akibat bom itu.Monaris Simangunsong & Makmun Al Mujahid (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini