Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Antonius Z. Tonbeng tiba-tiba bak terkena "sakit telinga". Di depan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang memeriksanya Rabu pekan lalu, tak henti-henti dia meminta penyidik mengulang pertanyaan mereka. Komisaris Independen PT Bhakti Investama Tbk ini beralasan tak paham terhadap pertanyaan itu. Diberondong lebih dari dua puluh pertanyaan, pria 59 tahun ini akhirnya lebih banyak memberi jawaban "tidak tahu" dan "enggak ngerti".
Jawaban seperti itu pula yang keluar saat dia ditanyai wartawan perihal kedekatannya dengan James Gunardjo. "Wah, enggak ngerti saya," ujar pria yang sudah belasan tahun bekerja di Grup Bhakti tersebut.
Antonius, yang juga menjabat Ketua Komite Audit Bhakti, diperiksa sebagai saksi dugaan penyuapan penanganan restitusi pajak Bhakti tahun 2010. Sebelumnya, Rabu tiga pekan lalu, penyidik KPK mencokok Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II Kantor Pelayanan Pajak Sidoarjo Selatan, Jawa Timur, Tommy Hindratno, di sebuah rumah makan Minang di Tebet, Jakarta Selatan. Di tempat yang sama, KPK juga menangkap James Gunardjo, anggota staf pajak PT Agis Tbk, anak usaha Bhakti, dan Hendy Anuranto, ayah Tommy.
Tommy tertangkap tangan penyidik KPK tengah menerima suap dari James, yang diduga berkaitan dengan penanganan restitusi pajak Bhakti 2010 senilai Rp 3,4 miliar. Dari penangkapan itu, penyidik KPK menyita paper bag cokelat berisi pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu, total senilai Rp 280 juta. Tommy kini mendekam di tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya dan James di Kepolisian Resor Jakarta Selatan.
Dari pengakuan James kepada penyidik, uang suap itu berasal dari Antonius. James mengaku hanya disuruh bosnya itu. Menurut sumber Tempo, Antonius sebenarnya menyerahkan Rp 340 juta kepada James sebagai "honor" jasa aparat pajak yang memeriksa pajak Bhakti. "Sisanya, Rp 60 juta, ditilap James," kata sumber ini.
Kepada Tempo, salah seorang bekas petinggi Bhakti mengatakan duit itu bagian dari Rp 800 juta yang dicairkan dari kas Bhakti. Duit itu diusulkan dua direktur Bhakti: Wandhy Wira Riady dan Darma Putra. Duit disiapkan sebagai fee pemeriksa pajak agar "mengamankan" pemeriksaan surat pemberitahuan (SPT) pajak Bhakti 2010. Tujuannya agar tak terjadi koreksi yang besar di SPT, yang pada akhirnya meningkatnya pajak yang harus dibayar Bhakti. "Terlalu kecil bagi Bhakti kalau urusannya hanya restitusi," ujarnya.
Menurut sumber itu, duit tersebut diserahkan kasir Bhakti, Maya dan Lany, kepada Antonius. Menurut sumber yang juga bekas komisaris salah satu grup Bhakti ini, Antonius adalah tangan kanan pemilik Bhakti, Hary Tanoesoedibjo, dalam urusan pajak. Antonius sudah malang-melintang menjadi direktur pajak di sejumlah perusahaan Grup Bhakti. "Jaringannya di pajak kuat," katanya.
Karena tak mau terseret kasus itu, menurut sumber itu, sejumlah petinggi Bhakti menyiapkan skenario James bukan pegawai Bhakti dan mengalihkan tuduhan penyuapan James kepada Tommy menjadi masalah utang-piutang.
Rabu pekan lalu, setelah diperiksa KPK, Antonius bungkam ketika ditanyai soal tudingan yang diarahkan kepadanya itu. Sehari sebelumnya, KPK memeriksa dua direktur Bhakti, Wandhy dan Darma Putra. Seusai pemeriksaan, Wandhy memilih menutup mulut di depan wartawan. Sedangkan Darma membantah tudingan permainan pajak di Bhakti. "Itu yang dimasukkan di SPT sudah diaudit, jadi sudah clear," ujarnya.
Pemilik sekaligus Direktur Utama Bhakti, Hary Tanoe, membantah keras perusahaannya memainkan pajak. Menurut dia, Bhakti telah membayar pajak hampir Rp 1,2 triliun pada 2011. "Tuduhan ada kecurangan pajak itu sangat tidak logis," kata Hary.
Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, pihaknya akan terus menjerat siapa pun yang terlibat dalam kasus suap ini. Sumber Tempo membisikkan, pihak yang keterlibatannya sudah terang adalah empat pemeriksa yang menangani pajak Bhakti itu.
DATANG jauh-jauh dari Sidoarjo ke Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa di Jakarta, awal Maret lalu, Tommy Hindratno bukan tengah mengemban tugas kantor. Mengaku sebagai wakil Bhakti Investama, menurut laporan Direktorat Kepatuhan Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Pajak ke KPK, Tommy menyambangi Kantor Pelayanan Pajak untuk "mengurus" pemeriksaan pajak Bhakti 2010. Saat itu, lulusan Sekolah Tinggi Akuntasi Negara 1996 ini pegawai golongan III-C di KPP Pratama Sidoarjo Selatan.
Dimulai pada 23 September lalu, pemeriksaan digelar karena dalam SPT pajak penghasilan (PPh) badan 2010, Bhakti mencantumkan kelebihan bayar Rp 517,67 juta. Setelah lima bulan SPT itu diterima, Kepala KPP Perusahaan Masuk Bursa Erizal membentuk tim pemeriksa: Agus Totong sebagai supervisor, Hani Masrokim sebagai ketua, dan Heru Munandar sebagai anggota.
Tak hanya memeriksa SPT PPh badan, tim menguliti SPT pajak Bhakti 2010. Misalnya SPT PPh pasal 26 atas bunga pinjaman luar negeri dan SPT pajak pertambahan nilai (PPN). Karena surat perintah pemeriksaannya terbit terlambat, tim hanya punya waktu tujuh bulan atau sampai akhir April 2012.
Nah, saat mendekati tenggat, Tommy datang ke KPP Perusahaan Masuk Bursa menemui Agus Totong. Selain melobi Agus, menurut laporan KITSDA, Tommy beberapa kali menghubungi Fery Syarifuddin, pemeriksa di KPP itu. Menurut sumber Tempo, Tommy mengenal Fery saat ia bertugas di KPP itu pada 2003-2004. "Fery ini penghubung Tommy ke tim pemeriksa."
Menurut seorang pemeriksa di KITSDA, Tommy juga menjanjikan hadiah untuk Fery dan tim pemeriksa jika hasil pemeriksaan sesuai dengan pesanan. Menurut pemeriksa tersebut, awalnya order Tommy adalah mengabulkan permohonan restitusi PPh Bhakti. "Belakangan, order ke tim bertambah," ujarnya.
Selain meminta tim tidak mengoreksi obyek pajak di SPT yang dilaporkan, kata sumber ini, Tommy meminta restitusi pajak Bhakti tidak hanya PPh badan. Dalam pembahasan akhir, tim pemeriksa melibatkan Direktur Bhakti, Wandhy Wira Riady.
Akhir April lalu, Kepala KPP Masuk Bursa Erizal meneken hasil pemeriksaan itu. Selain mengusulkan restitusi PPh Bhakti sebesar Rp 517,67 juta, menurut laporan pemeriksaan ke Direktorat Jenderal Pajak, tim mengusulkan restitusi PPN sebesar Rp 2,9 miliar. Pada Mei lalu, restitusi Rp 3,4 miliar itu dibayar negara.
Kongkalikong pengurusan pajak Bhakti ini terendus kantor pajak pusat sesudah muncul pengaduan tak lama setelah restitusi cair. Dari hasil penelaahan, ditemukan sejumlah kejanggalan pada pemeriksaan itu. Misalnya, tim pemeriksa tidak mengecek sejumlah obyek pajak Bhakti yang diduga berpotensi fiktif. (Lihat "Janggal Sejak Awal".)
Tim pemeriksa juga dianggap mengabaikan sejumlah pos obyek pajak, yang tidak mencantumkan penghasilan riil, atau menambahkan beban untuk mengurangi laba. Dengan laba kecil, tarif PPh badannya juga kecil. Contohnya, menurut hasil penelaahan itu, tim pemeriksa tidak mengecek obyek PPh berupa bunga ke luar negeri sebesar Rp 61,741 miliar, yang diduga berpotensi sebagai hidden tax.
Sedangkan dari hasil pemeriksaan ulang restitusi, Kepala KPP Masuk Bursa dan tim pemeriksa dianggap telah merugikan negara Rp 2,9 miliar. Kerugian itu disebabkan oleh restitusi PPN sebesar Rp 2,9 miliar yang telah dibayar negara. Jika tim cermat, demikian hasil penelaahan itu, Bhakti seharusnya membayar kekurangan PPN senilai Rp 781,113 juta.
Dari penelusuran KITSDA, kata sumber Tempo, belakangan diketahui kongkalikong itu melibatkan Tommy dan Fery. Karena ada indikasi pidana, akhir Mei lalu, KITSDA melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Tommy ini sudah kami pantau lama," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Dedi Rudaedi.
Akhirnya, 6 Juni lalu, KPK menangkap tangan Tommy saat menerima suap Rp 280 dari James Gunardjo itu. Menurut seorang penyidik KPK, suap itu bukan buat Tommy, melainkan untuk Fery dan tim pemeriksa. Jika tak diringkus KPK, kata dia, Tommy akan menyerahkan fulus itu kepada para pemeriksa yang tengah menunggu di Hotel Harris, Tebet, tak jauh dari lokasi penangkapan.
Jumat dua pekan lalu, setelah diperiksa kedua kalinya oleh KPK, Fery Syarifuddin dan tiga pemeriksa pajak Bhakti masih bungkam. Sehari sebelumnya, setelah diperiksa KPK, Hani Masrokim bahkan membantah dimintai keterangan. "Hanya jalan-jalan," ujarnya.
Melalui pengacaranya, Tito Hananta Kusuma, Tommy menyatakan uang Rp 180 juta dari James itu gratifikasi. Sisanya, kata dia, adalah utang. Sedangkan James, melalui pengacaranya, Charles Roy Sijabat, membantah uang untuk Tommy itu suap. "Akhir 2009, James pernah meminjam uang ke Tommy Rp 280 juta," kata Charles.
Benar atau tidak adanya utang-piutang tersebut, itu pula yang tengah ditelisik KPK.
Anton Aprianto, Muchamad Nafi, Isma Savitri
Janggal Sejak Awal
Pemeriksaan pajak PT Bhakti Investama Tbk tahun pajak 2010 dinilai sarat kejanggalan. Negara rugi miliaran rupiah karena hasil pemeriksaan itu diduga merupakan kongkalikong tim pemeriksa dengan pihak Bhakti Investama.
Awal April 2011
Surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak Bhakti Investama 2010 diterima Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa. Di dalamnya termuat permohonan restitusi PPh. Bhakti terdaftar sebagai wajib pajak di kantor ini.23 September 2011» Kepala KPP Perusahaan Masuk Bursa Erizal menerbitkan surat perintah pemeriksaan pajak Bhakti. Alasan pemeriksaan adanya SPT PPh lebih bayar. Tim pemeriksa: Agus Totong (supervisor), Hani Masrokim (ketua tim), dan Heru Munandar (anggota tim).
7 Oktober 2011
Pemberitahuan pemeriksaan pajak kepada Bhakti.
Awal Maret 2012
Tommy Hindratno, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II KPP Pratama Sidoarjo Selatan, menemui Agus Totong (supervisor). Tommy mengaku wakil Bhakti dalam rangka mengurus pemeriksaan dan permohonan restitusi pajak Bhakti 2010.
Maret-April 2012
Tommy beberapa kali menghubungi Fery Syarifuddin, sejawatnya di KPP Perusahaan Masuk Bursa, menanyakan perkembangan pemeriksaan pajak Bhakti. Tommy berjanji memberikan imbalan kepada Fery dan tim pemeriksa.
9 April 2012
Surat pemberitahuan hasil pemeriksaan yang diteken Kepala KPP Perusahaan Masuk Bursa Erizal dikirim ke Bhakti.
10 April 2012
Bhakti menerima surat pemberitahuan itu.16 April 2012» Bhakti menyampaikan tanggapan hasil pemeriksaan. Surat diteken Direktur Bhakti Wandhy Wira Riady.18 April 2012» Tim pemeriksa dan wakil Bhakti, Wandhy Wira Riady, melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.20 April 2012» Dalam laporannya ke kantor pusat, Kepala KPP Perusahaan Masuk Bursa Erizal dan tim pemeriksa mengusulkan penerbitan surat ketetapan pajak lebih bayar PPh dan PPN Bhakti. PPh senilai Rp 517,67 juta dan PPN Rp 2,9 miliar. Total restitusi Rp 3,4 miliar.
Awal Mei 2012
Negara membayar restitusi pajak Bhakti 2010 senilai Rp 3,4 miliar.
Medio Mei 2012
Direktorat Kepatuhan Internal Transformasi Sumber Daya Aparatur (Kitsda) Pajak menerima laporan dugaan "permainan" Tommy dan tim pemeriksa pajak Bhakti.
Akhir Mei 2012
Kitsda melaporkan dugaan kejahatan pajak Tommy dan tim pemeriksa pajak Bhakti 2010 ke KPK. Sejak itu, KPK terus memantau gerak-gerik mereka.6 Juni 2012» Di sebuah rumah makan di Tebet, Jakarta Selatan, penyidik KPK menangkap tangan Tommy tengah menerima suap Rp 280 juta dari James Gunardjo, yang diduga utusan Bhakti. Penyidik juga menangkap Hendy Anuranto, ayah Tommy, yang saat itu ada di lokasi.
7 Juni 2012
Tommy dan James ditetapkan sebagai tersangka.
8 Juni 2012
KPK mencekal Komisaris Independen Bhakti Investama Antonius Z. Tonbeng dan ayah Tommy, Hendy. KPK menduga Antonius yang menyuruh James menyuap Tommy.
13 Juni 2012
Pemilik sekaligus Direktur Utama Bhakti Investama Hary Tanoesoedibjo mangkir dari panggilan KPK. Ia berdalih belum menerima surat panggilan.
14 Juni 2012
KPK memeriksa Fery Syarifuddin dan tiga pemeriksa pajak Bhakti 2010.
15 Juni 2012
Hary Tanoe mendatangi KPK. Namun KPK menolak memeriksa Hary Tanoe karena jadwal pemeriksaannya sudah ditetapkan tanggal 28 Juni 2012. KPK kembali memeriksa Fery Syarifuddin dan tiga pemeriksa pajak Bhakti 2010.
18 Juni 2012
Direktorat Kepatuhan Internal Pajak memeriksa Tommy di KPK. Pemeriksaan berkaitan dengan sanksi disiplin.
19 Juni 2012
KPK memeriksa dua direktur Bhakti, Darma Putra dan Wandhy Wira Riady. Dua anggota staf keuangan Bhakti, Maya dan Lany, juga diperiksa.
20 Juni 2012
KPK memeriksa Komisaris Independen Bhakti Antonius Z. Tonbeng selama delapan jam.
Profil Bhakti
Didirikan pada 1989, Bhakti Investama merupakan perusahaan milik taipan Hary Tanoesoedibjo. Gurita usahanya mencakup media, pembiayaan, efek, transportasi, dan investasi. Duit dari Bhakti ini menjadi modal awal anak usahanya.
Komisaris Utama: Komisaris: Komisaris Independen: Direktur Utama: Direktur: Direktur tidak terafiliasi:
Ratna Endang Soelistyawati
Bambang R. Tanoesoedibjo, Liliana Tanaja
Antonius Z. Tonbeng, Posma L. Tobing
Hary Tanoesoedibjo
Hary Djaja, Darma Putra
Wandhy Wira Riady
Janggal Luar-Dalam
Tak hanya menyangkut hasil pemeriksaan, Direktorat Kepatuhan Internal Pajak dan KPK juga menemukan sejumlah kejanggalan prosedur pemeriksaan pajak Bhakti Investama tahun 2010. Inilah kejanggalan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo