Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga kali pertemuan itu seharusnya menjadi percakapan enam mata—antara dua wartawan Tempo dan Umar Patek. Tapi pria ceking-semampai berambut keriting kemerahan itu tidak datang dengan riwayat biasa-biasa saja. Anggota Jamaah Islamiyah (JI) ini ada dalam daftar pelaku terorisme yang pernah paling dicari di dunia. Amerika Serikat pernah melombakan kepalanya senilai satu juta dolar. Alhasil, wawancara yang seharusnya menjadi perbincangan pribadi itu harus disaksikan dari jarak tiga meter oleh puluhan aparat bersenjata lengkap dalam ruang tunggu di basement Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Di luar ruang penahanan berpintu besi setinggi tiga meter yang tertutup rapat itu, ada penjagaan berlapis dari pintu pagar hingga di ruang persidangan. Dua mobil lapis baja Baracuda, mobil penjinak bom Gegana, disiagakan penuh selama Umar Patek hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Beberapa menit seusai sidang, selalu ada "mobil biru" berkaca hitam-gelap dengan sirene memekik-mekik menyambar Umar Patek, lalu melarikannya ke luar halaman diiringi konvoi kecil tadi—mirip "suasana darurat perang".
Itulah yang terjadi setiap kali Umar Patek datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat di Jalan S. Parman 71, Slipi. Tatkala vonisnya dijatuhkan—dia dihukum 20 tahun penjara—pada Kamis pekan lalu, pihak kepolisian menurunkan lebih dari 240 aparat untuk mengamankan situasi.
Pria 46 tahun ini selalu muncul dalam baju gamis linen berwarna pastel. Kacamatanya dicopot selama wawancara, begitu pula kopiah putihnya. Di hadapannya, ada satu meja kecil berisi air mineral, satu gelas susu, beberapa butir jeruk, crackers, dan satu-dua kudapan kecil.
Makanan ini disiapkan untuk Umar Patek selepas persidangan.
Tiga kali wartawan Tempo Riky Ferdianto dan Hermien Y. Kleden menemuinya di ruang penahanan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, sepanjang Mei lalu. Dia menjawab setiap pertanyaan dengan ramah, dalam posisi tubuh rileks, dan dengan air muka yang amat tenang—nyaris tanpa emosi.
Apa yang Anda harapkan dari vonis hakim?
Yang seadil-adilnya. (Putusan) bebas tidak mungkin. Saya ini bersalah, dan saya akui itu. Tapi porsi kesalahan saya seharusnya diukur. Itu yang saya mohon. Semua saksi sudah berbicara dalam sidang, dan semuanya punya peran. Jangan ada kesan bahwa ada pesan-pesan dari (pihak) asing.
Pesan asing yang mana?
Dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum ada empat kalimat menunjukkan (ada) pesan-pesan dari (pihak) asing. Saya kutipkan, ya: "... mempertimbangkan kepada dunia internasional...." Kalimat itu empat kali ditunjukkan! Maksudnya apa?
Anda tentu ingat korban yang mati dalam Bom Bali I kebanyakan orang asing?
Kan, proses hukum (harus) murni pada (hukum Indonesia) yang berdaulat, di negara kita sendiri. Bukan memperhatikan pesan asing dari luar. Saya ini sebenarnya orang kecil, tapi karena dibesar-besarkan, seolah-olah seperti orang yang habis melihat rusa lalu dibilangnya gajah. Yang pintar itu Dulmatin. Saya ini hanya bantu-bantu dia. Jika peran saya besar seperti yang digambarkan media, salah dong Amerika ngasih reward kepala saya satu juta dolar (US$ 1.000.000).
Maksud Anda seharusnya lebih dari itu?
Lebih dari itu (kalau saya memang berperan besar). Karena Dulmatin sudah mati, orang yang satu-satunya hidup adalah saya. Makanya saya dijadikan sasaran fitnah terus-menerus.
Tepatnya, apa peran Anda dalam Bom Bali I pada 2002?
Saya ikut meracik kurang dari 50 kilogram bersama-sama. Jadi 50 kilogram itu bukan saya ciptakan sendiri. Saya hadir dalam evaluasi terakhir (sebelum eksekusi pengeboman). Tapi rapat-rapat perencanaannya tidak saya ikuti. Jadi, saya akui saya salah, tapi lihat porsinya.
Anda minta maaf secara terbuka kepada publik berulang kali. Apakah ini strategi meringankan hukuman dan memperbaiki citra?
Begini. Sejak saya dipulangkan dari Pakistan, dalam tahanan (setelah kembali ke Indonesia) dan dalam sidang-sidang tuntutan, saya tidak pernah mendapat akses ke wartawan. Sebagai tahanan, tidak mungkin saya bisa menemui wartawan. (Sebaliknya), dari sekian banyak wartawan yang ingin bertemu, mereka tak punya akses. Kalau dari dulu bisa, permintaan maaf sudah saya ingin sampaikan. Jadi bukan karena adanya tuntutan.
Siapa saja, dari rekan-rekan sejaringan, yang pernah mempertanyakan permohonan maaf Anda?
Di sel saya sendirian, tidak pernah bersinggungan dengan yang lain. Saya tidak tahu bagaimana respons mereka.
Takutkah Anda akan dianggap berseberangan dengan mereka?
Tidak. Tahanan teroris yang ada sekarang ini kan anak-anak muda yang kebanyakan hanya mengkaji lewat buku. Saya berani berdialog dengan mereka. Saya ini orang yang tumbuh berdasarkan pengalaman dan praktek di tempat berjihad, bukan sekadar baca kitab.
Seperti apa proses Anda merakit Bom Bali I?
Saya tidak sendiri, tapi bersama-sama. Jadi (sejak awal) saya sudah menentang, begitu saya melihat kamar kawan tempat bekerja sudah ada banyak bahan (bom) yang eksplosif. Ketika itu saya marah: "Ini mau apa-apaan? Ini bom. Tidak bisa disamakan dengan peluru. Begitu diledakkan, siapa pun akan menjadi korban." Tapi dia ngotot, karena ini sudah dimusyawarahkan dan sudah berjalan. Sore-sore waktu istirahat, mereka beri nasihat kepada saya, "Sudahlah, kamu ini kroco—dan ini tak bisa dibatalkan."
Kroco? Kan, Anda koordinator lapangan dalam Bom Bali I?
Saya bisa (merakit bom), tapi yang low explosive. (Saya belajar) sewaktu di Afganistan.
Anda yang melakban bom-bom itu sebelum pengeboman?
Ya, (saya) melakban rak-rak filing cabinet. Bahannya dari aluminum powder, mudah terbang. Jadi harus dilakban.
Ketika itu ada Dr Azahari?
Ketika itu belum ada, Azahari datang beberapa hari kemudian.
Mengapa Anda menilai Bom Bali I gagal?
Hal itu saya jelaskan dalam pleidoi saya, yakni pada tujuannya. Kalau tujuannya memerangi orang yang memerangi Islam, kan mereka itu bule-bule, dan masyarakat Bali sendiri mayoritas beragama Hindu yang tak pernah memerangi umat Islam. Jadi kenapa harus diperangi? Kalau mau berperang, silakan pergi ke Palestina. Kedua, orang bule di sana (Bali) apakah mereka orang Israel? Jangan-jangan ada orang bule beragama Islam. Wallahi..., sekarang banyak mujahidin bule. Saya sering bertemu dengan orang dari Belanda, Inggris, dan Jerman yang ikut bergabung di Afganistan.
Setelah bom Bali, Anda melarikan diri ke Filipina. Siapa yang membantu?
Saya ke Filipina bukan untuk melarikan diri. Saya berniat kembali ke sana. Tapi uangnya belum cukup, sampai terjadi bom Bali. Yang membantu saya Arham. Kami pergi lewat jalur laut.
Siapa saja yang Anda temui saat berada di Filipina?
Saya mulai (di Filipina) pada 1992, setahun setelah mengikuti pelatihan militer di Afganistan. Saat bergabung dengan akademi militer di sana, saya bertemu dengan orang-orang Indonesia. Di situlah saya memulai aktivitas jihad, belajar kegiatan militer dan keagamaan.
Apa tepatnya yang Anda kerjakan?
Saya bergabung dengan mujahidin. Di sana kan pergerakannya separatis. Baik MILF (Moro Islamic Liberation Front) atau kelompok Abu Sayyaf, semuanya separatis. (Selama) di sana saya selalu bersama orang Moro, bukan dengan orang-orang Indonesia.
Dari Filipina, Anda kembali ke Indonesia pada November 2000. Mengapa?
Awalnya karena ayah saya di Bondowoso meminta saya pulang. Kebetulan waktu itu (bertepatan) dengan militer Filipina berhasil mengambil alih (kekuatan). Posisi mujahidin bertebaran di hutan-hutan, dan diminta pulang ke kampung masing-masing. Senjata disimpan. Karena wajah saya tidak sama dengan orang Filipina umumnya, teman-teman menyarankan saya pulang ke Indonesia, sambil menunggu reposisi. Jadi saya pulang untuk kunjungan keluarga, terus teman-teman bikin itu (Bom Bali I).
Di Filipina Selatan, sempatkah Anda tertangkap?
Tidak. Saya tidak pernah (tertangkap).
Pernah bertemu dengan Usamah bin Ladin sewaktu Anda di Pakistan?
Pada 1991, saya ikut akademi militer milik mujahidin Afganistan yang lokasinya dekat dengan Pakistan. Tapi saya tak pernah bertemu dengan Usamah.
Bagaimana tepatnya kisah penangkapan Anda di Pakistan?
Saya tertangkap di Abbottabad (sebuah kota di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa), tapi saya baru tahu setelah saya tertangkap. Teman saya yang punya rumah pergi ke Lahore untuk menjemput orang Eropa. Dia tertangkap dan rumahnya digeledah. Ada saya dan istri saya di situ. Akhirnya saya ikut tertangkaplah.
Apakah terjadi baku tembak?
Saya tidak menembak, tapi ditembak. Setelah kaki dan tangan saya diborgol, kaki saya ditembak.
Sebesar apa gerakan terorisme di Indonesia saat ini?
Saya tidak bisa memprediksi. Kemungkinan besar masih ada kegiatan seperti itu. Seperti ledakan gereja dan bom buku. Apalagi gerakan yang ada saat ini banyak yang tak saya kenal. Tapi saya mengimbau kepada semua aktivis muslim, kalau mau pergi berjihad, ke luar negerilah, jangan di Indonesia.
Anda bagian dari kelompok Jamaah Islamiyah?
Tidak, saya tidak pernah di Jamaah Islamiyah.
Apa yang Anda pikirkan selama di penjara?
Saya selalu berpikir tentang Palestina. Bagaimana caranya bisa pergi ke Palestina. Tapi, karena sekarang saya dipenjara, jadi tidak mungkin.
Pernahkah Anda berpikir tentang ratusan orang yang mati karena Bom Bali I?
Saya banyak memikirkan mereka, tapi tidak sampai terbawa mimpi. Saya bersalah dan saya mohon maaf. (Tapi) saya biasa berperang, melihat orang terluka. Setiap kali melihat ada mujahidin terluka, mereka merintih kesakitan, saya teringat pada korban (bom) Bali. Saya sendiri pernah mengalami luka dalam perang, saya merasa sakit. Jadi, kalau kita mau membalas, balaslah pada orang yang memerangi kita di tempat peperangan. Jangan sasarannya ke Bali, itu mengapa saya tidak setuju (dengan pengeboman di Bali).
Apakah Anda menulis sendiri pleidoi?
Saya menulisnya sendiri sekitar tiga pekan. Di situ saya menyampaikan pelurusan fakta, tentang bom Bali, aktivitas di Aceh, dan kepemilikan senjata. Menurut saya, surat tuntutan jaksa cuma copy-paste dari surat dakwaan dari halaman per halaman. Nol koma dua menit selesai. Itu kan keterlaluan. Fakta persidangan diabaikan, sama sekali tidak ada. Sama sekali tak ada gunanya persidangan ini.
Beberapa teksnya seperti bersumber dari buku sastra. Anda membaca sastra?
Kalau buku sastra jarang (saya baca). Yang selalu saya baca adalah Al-Quran dan doa-doa sunah.
Doa apa yang Anda baca?
Saya selalu mempraktekkan doa Ibnu Muslim yang ditulis oleh Syekh Said al-Haqqani dan buku zikir dan doa, penulisnya sama.
Siapa saja yang Anda doakan?
Saya mendoakan (para korban) semuanya, baik yang muslim maupun nonmuslim. Termasuk orang-orang yang telah berjasa besar bagi saya.
Dalam pleidoi, Anda mengaku sungkan berseberangan dengan Dulmatin karena dia sering membantu. Seberapa dekat hubungan kalian?
Dulmatin ini teman sejak kecil, sering bermain bersama. Kami tetangga. Rumah kami amat dekat (sehingga) bisa saling berteriak.
Coba gambarkan Dulmatin yang Anda kenal.
Dia orangnya agresif, pinter, dan besar. Kalau dibanding saya, jauuuh. Saya buktinya tidak kuliah, tidak masuk waktu ikut UMPTN. Dulmatin itu pintar sekali.
Sekeluar dari penjara kelak, apa yang Anda lakukan?
Saya ingin kembali ke keluarga, ikut berjuang: demi beras dan uang.
Nah, soal beras dan uang, bagaimana tanggung jawab Anda menafkahi keluarga selama ini?
Ketika di Filipina, alhamdulillah masih bisalah, karena saya dapat bantuan dari mujahidin setempat. (Kepada) istri saya, selalu saya kirimkan keperluan dia. Ketika di camp Abu Bakar (di Mindanao), saya berdagang.
Dagang apa saja?
Barang produksi Indonesia, seperti Rinso, Ciptadent, dan sabun mandi. Di situ ada banyak barang produksi Indonesia, baik yang selundupan maupun yang resmi.
Anda ngelontong di pinggir jalan?
Tidak, di dalam camp kan ada jalan dan ada toko-toko. Saya men-deliver ke toko-toko, harganya bisa lebih murah.
Kenapa bisa lebih murah?
Yang pertama, ketika datang dari Indonesia, saya selalu membawa barang ke Filipina, atau saya mengambil dari nelayan. Saya beli dari mereka sebelum masuk ke pasar, kemudian saya jual. Makanya selalu lebih murah.
Kok, Anda kurus benar? Apa karena ditekan atau tidak cukup makanan dalam penjara?
Tidak, memang dari kecil saya kurus. Bukan karena tekanan. Makanannya cukup, makanan Indonesia yang diberikan rumah tahanan alhamdulillah halal dan bisa saya terima. Kadang saya dapat kiriman daging dari rumah. Biasanya adik dan paman (yang datang menjenguk).
Apa makanan favorit Anda?
Saya suka makanan Timur Tengah. Sejak saya kecil, Ibu dan Bapak suka membuatkan nasi kebuli, khabsa, dan kari.
Rambut Anda kemerah-merahan, apakah dicat? Dan warna mata Anda agak biru, apa itu karena contact lens?
Mata saya tidak pakai contact lens. Kalau rambut memang saya pakai henna (dari daun, Lawsonia inermis, yang dihaluskan). Itu diperbolehkan, dan justru sunah Rasul yang benar seperti itu.
Umar Patek Tempat dan tanggal lahir: Pemalang, Jawa Tengah, 12 Juli 1966 Nama (asli dan alias): Hisyam bin Ali Zein alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Kecil alias Umar Arab alias Pak Taek alias Zaki. Dikenal juga dengan nama Bambang Tutuko Pendidikan (formal dan lapangan): SMA Muhammadiyah 1 Pemalang, lulus 1986 l Kamp pelatihan militer Afganistan pada 1990-an. l Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Mindanao (1995) l Kamp militer Jamaah Islamiyah di Hudaibiyah, Filipina (1998) Beberapa peran dalam tindakan terorisme: 2000: Terlibat konflik di Ambon dan bom Natal 2002: Bom Bali I (12 Oktober 2002). Umar berperan meracik dan merangkai bom, memantau kondisi lapangan, menggambar denah lokasi, serta mencocokkan waktu dan tempat. 2004: Mengirim senjata untuk konflik Ambon dan pelatihan di pegunungan Seram Barat. |