Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bung sopir menuntut polisi

Sopir metromini, Nelson Pakpahan, mempraperadilankan Polda, yang dianggap salah menerapkan hukum dalam kasus kecelakaan lalu lintas, yang menyebabkan pengendara vespa luka berat. Kasus pertama.

23 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

P~ARA pencari keadilan agaknya kian menggandrungi lembaga praperadilan, yang konon menjamin hak asasi pesakitan. Buktinya, seorang sopir Metrommi, Nelson Pakpahan, dua pekan lalu berani mempraperadilankan Polda Metro Jaya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Nelson menuduh penahanan atas dirinya, gara-gara sebuah kecelakaan lalu lintas, itu tidak sah. Agaknya, inilah praperadilan perkara kecelakaan lalu lintas yang pertama kali terjadi. Menurut kuasa hukum Nelson, Muchtar Pakpahan, penahanan kliennya oleh Polda sejak 7 November jelas tidak sah. Sebab, menurut dia, pihak Polda telah salah menerapkan hukum dalam kasus itu. Nelson, katanya, memang salah satu sebab terjadinya kecelakaan yang menyebabkan saksi Slamet Hirwantono mengalami luka berat. Tapi Me~tromini yang dikemudikannya bukan penyebab langsung. Slamet terluka justru akibat ditubruk mobil Daihatsu yang dikemudikan saksi, Betty Irwan. Nelson, 27 tahun, menurut berkas perkara, mengemudikan Metromini jurusan Tanah Abang -- Pasar Minggu, 7 Novemb~er itu. Kendaraannya meluncur dengan kecepatan 60 km/jam. Suatu ketika ia mencoba menyusul Metromini jurusan yang sama. Di depan masjid Al Munawar, Metromini yang depan berhenti Nelson ikut berhenti. Tak lama kemudian, Nelson maju, dengan niat mendahului Metromini di depannya itu. Ketika itulah sebuah motor vespa, dari arah yang sama, menubruk bagian kanan Metromini itu. Pengemudi vespa kehilangan keseimbangan, terlempar sekitar lima meter ke arah jalur kanan. Malangnya, Vespa disambut dengan tubrukkan lagi oleh sebuah mobil Daihatsu dari arah berlawanan, dan terlempar lagi sejauh tujuh meter. Si pengendara vespa, Slamet, luka parah. Tulang lengan dan kakinya patah. "Dia cacat. Menandatangani berita acara pemeriksaan pun cuma dengan cap jempol," tutur Mayor Pol. Suseno, kuasa hukum Polda Metro Jaya, di sidang praperadilan itu. Tapi, menurut Muchtar, bukan Nelsonlah yang seharusnya bertanggung jawab akibat kecelakaan itu. Sesuai dengan ajaran sebab akibat, baik dalam KUHP maupun hukum positif lainnya yang berlaku, katanya, yang dianggap sebagai sebab suatu kasus adalah sebab yang mutlak menimbulkan akibat. Begitu juga, tambahnya, menurut teori adequate -- yang menentukan sebab langsung atas suatu peristiwa. Dalam kasus itu, menurut Muchtar. yang mengakibatkan korban luka secara langsung tak lain si pengendara Daihatsu, yang tidak ditahan. "Seharusnya, pengemudi Daihatsu yang ditahan, atau setidaknya ikut bertanggung jawab," ujar Muchtar Pakpahan. Selain itu, untuk kategori perkara kecelakaan lalu lintas, tak seharusnya Nelson sampai ditahan. Sebab, pihak keluarga Nelson sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Apalagi, masih menurut Muchtar, sudah ada perdamaian antara Nelson dan korban. Tapi ternyata sampai kini perintah penahanan Nelson masih diteruskan kejaksaan. Sebaliknya menurut pihak Polda, Nelson-lah penyebab utama kecelakaan itu. "Dia mengubah arah kemudi tanpa mengecek lagi keadaan lalu lintas di belakangnya," ucap Mayor Pol. Suseno. Pengemudi Daihatsu, Betty Irwan, menurut dia, tak bisa disalahkan. Siapa pun pengendaranya tak akan bisa mengerem mendadak dalam situasi seperti itu. Itulah bukti permulaan yang dianggap cukup un~tuk menahan Nelson hari itu juga. Ia ditahan karena dianggap lalai, sehingga orang lain terluka berat. Perintah penahanannya pun, menurut Suseno, sesuai dengan KUHAP, disampaikan kepada keluarganya."Jadi, penahanan itu sah," kata Suseno. Hakim L.O. Siahaan, dalam sidang Senin pekan lalu, ternyata sependapat dengan dalih Polda. Menurut Siahaan, soal siapa yang bertanggung jawab atas cederanya Slamet, "adalah wewenang hakim pidana." ~sebab itu, soal penahanannya, berdasarkan bukti permulaan tadi, sah dilakukan polisi. Yang menarik pada kasus tersebut adalah fakta bahwa para terdakwa semakin sadar akan hak-haknya. Sehingga terdakwa yang sopir pun -- sekalipun akhirnya ditolak pengadilan -- berani mempraperadilan Polda. Kesadaran hukum yang semakin baik atau orang terlalu berharap -- sehingga berlebihan -- dan lembaga itu? Ha~ppy Sulistyadi dan Ahmadie Thaha (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus