Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Misteri Setelah Vonis Bebas

Jefri Tumiwa yang divonis 20 tahun penjara karena dituduh memperkosa dan membunuh 2 gadis kecil di Basaan, Minahasa, dibebaskan pengadilan tinggi. Ia terbukti bersalah. Penduduk dan jaksa kaget.

23 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VONIS bebas bisa juga mengagetkan te~dakwa. Jefri Tumiwa, 20 tahun, yang ditahan di LP Tondano, Sulawesi Utara, setelah divonis 20 tahun penjara karena memperkosa dan membunuh dua gadis kecil kakak-beradik, menjelang tahun baru lalu bagai mendapat anugerah. Tak disangkanya, Pengadilan Tinggi Manado memerintahkan ia dilepaskan dari tahanan. Majelis hakim peradilan banding itu, yang diketuai Hakin Andi Tahir memang memutuskan ia tidak bersalah dalam kasus pembunuhan yang menggegerkan masyarakat Minahasa tersebut. Berkat vonis banding itu, di malam Tahun Baru yang lalu,Jefri bisa berkumpul kembali dengan keluarganya di Desa Basaan, Kecamatan Belang, Minahasa. Tapi tidak lama. Sebab, berita putusan bebas itu menggegerkan penduduk desa, terutama keluarga korban kejahatan pembunuhan itu. Mereka rupanya masih yakin bahwa Jefri bersalah. Karena merasa terancam, Jefri terpaksa meninggalkan kampungnya dan meminta perlindungan ke Polres Minahasa. Kasus terbunuhnya dua gadis kecil Olly, 12 tahun, dan Hetty, 6 tahun, di malam Natal 1986, sampai kini belum akan hilang dari ingatan penduduk Desa Basaan. Malam itu Olly disuruh ayah tirinya membeli mi rebus di sebuah warung sekitar 400 meter dari rumahnya. Ditemani adiknya Hetty, gadis kecil itu kemudian berangkat dengan bekal uang Rp 1.000 dan sebuah senter kecil. Tapi rupanya malapetaka sudah menunggu kedua gadis itu. Ia tidak kunjung kembali. Ayahnya, Decky Maogar, mencoba mencari gadis itu sanmpai pagi. Sia-sia. Begitu pula penduduk desa yang ikut membantu keesokan har~inya. Gadis itu bagai ditelan bumi. Sebab itu akhirnya pencarian dilakukan melalui mantra-mantra penghulu adat, tonnas, yang konon bisa memanggil roh halus untuk melacak kedua gadis itu. Ketika upa~ara berlangsung, seorang pemuda Jimmy Ruaw, 24 tahun, anak tonnas itu sendiri, kemasukan roh kakeknya. Me~urut si "kakek" kedua gadis itu sudah meninggal, dan mayatnya tergeletak di suatu tempat. Anehnya, setelah dibentak seorang hansip, melalui Jimmy, roh itu bisa menuntun penduduk menuju tempat kedua mayat gadis itu. Di sebuah bukit kebun kelapa memang akhirnya mayat Olly dan Hetty ditemukan dalam keadaan menyedihkan. Olly, yang mengenakan daster batik,ditemukan telentang tanpa celana dalam. Kelaminnya robek sampai ke anus. Sementara itu, adiknya telentang di sampingnya dengan pakaian utuh, tapi lehernya sobek. Polisi tidak sulit mencari pembunuh kedua gadis cilik itu. Terdakwa pertama adalah Jimmy sendiri, yang kemudian memang mengaku hanya pura-pura,kesurupan. Ia juga mengaku menggarap kedua gadis itu bersama temannya, Jefri Tumiwa tadi. Menurut Jimmy malam itu Jefri lagi mabuk setelah minum di warung. Di depan sebuah gereja di desa itu ia bertemu dengan Olly dan Hetty yang hendak pergi ke warung. Singkat cerita, Jefri dengan mudah memperkosa Olly, dan kemudian mencekik gadis itu. Berikutnya giliran Jimmy yang menggarap Hetty, yang konon ketika itu sudah tidak bernapas. Setelah selesai, mereka membawa mayat Olly dan adiknya Hetty ke kebun kelapa tadi. Di situ baru Hetty digorok dengan pelepah kelapa dan mayatnya dibuang bersama kakaknya. Di persidangan, ternyata hanya Jefri yang terbukti melakukan perkosaan dan pembunuhan itu, sementara Jimmy bersalah membantu menyembunyikan mayat. Karena itulah Majelis Hakim yang diketuai A.E. Kalalo, Oktober lalu, menghukum Jefri 20 tahun penjara, sementara Jimmy hanya divonis 8 bulan penjara -- Jimmy menerima vonis itu. Sebab itu, tidak hanya Jefri atau penduduk Desa Basaan, yang kaget atas vonis bebas itu, tapi juga Jaksa Marwan dan Hakim Kalalo. "Saya memang terkejut mendengar vonis itu, karena saya menjatuhkan vonis 20 tahun itu sesuai dengan bukti-bukti yang ada dan keyakinan saya," kata Kalalo. Hakim Tinggi Andi Tahir sayangnya tidak ingin menjelaskan pertimbangannya a~tas vonis bebas tadi. "Tanya Humas saja," katanya, melalui ~telepon kepada TEMPO. Tapi pejabat Humas Pengadilan Tinggi, J. Gerungan, tidak bisa menjelaskan karena vonis tersebut belum ditandatangani Andi Tahir. "Nanti ~saja," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus