Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Buntut gugatan porkas

Edy purnomo, pemenang porkas, mencabut gugatannya kepada agen porkas, a hay, di yogya, setelah diberi uang damai. buntutnya, empat karyawati a hay, menggugat a hay dengan tuduhan pencemaran nama baik.

30 Januari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN baru ini tidak hanya Porkas kini diganti KSOB - yang dicabut, juga gugatan dari seorang pemenang yang merasa dikelabui oleh agen kupon undian berhadiah itu. Si pemenang, Edy Purnomo, setelah mengumumkan akan menggugat agen Porkas di di Yogyakarta, A Hay beserta seluruh jaringan Porkas, seperti PT Bola Mas Sukses Sedjati, PT Sahabat Sukses, Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial, dan Menteri Sosial - awal tahun ini mencabut kembali gugatannya itu. Pencabutan itu terjadi, konon, setelah Eddy mendapat "uang damai" dari A Hay sebesar Rp 15 juta. Tapi ternyata pencabutan itu belum membuat A Hay bebas sepenuhnya dari gugatan. Kini malah keempat karyawatinya sendiri menggugat A Hay, dengan tuduhan telah mencemarkan nama baik mereka. Para karyawan itu dipecat A Hay konon karena membongkar rahasia kecurangan si bos. Kisah itu bermula dari Edy Purnomo, sopir bis kota, bermimpi melihat seorang bayi tertelungkup. Ia menafsirkan bayi terbalik itu dengan huruf Porkas I-J-A-B, dari kata B-A-J-I yang dibaca terbalik. Ternyata, tebakannya tepat. Selain berhak atas hadiah Rp 15 juta, ia juga berhak mendapat hadiah ekstra dari A Hay, sebuah mobil Suzuki Carry, karena 16 kupon yang dibelinya dan cocok itu berseri urut. Tapi yang muncul ternyata silang sengketa. A Hay menolak membayar, dengan alasan buku kupon yang dibeli Edy sudah hilang sebelum terjual. Kehilangan itu, katanya, malah sudah dilaporkan ke polisi. A Hay tetap tidak bersedia membayar, walau belakangan terbukti bahwa yang hilang sebenarnya hanya bonggol (arsip) buku kupon yang dibeli Edy. Dan kemudian bonggol pun sudah ditemukan kembali oleh karyawati agen Porkas itu. Sebab itu, melalui Pengacara Marhaban Zainun, gugatan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Edy menuntut ganti rugi Rp 46,5 juta. Tapi begitulah, sebelum disidangkan, gugatan itu sudah dicabut kembali. Anehnya, Marhaban Zainun, pengacara Edy, tidak bersedia menjelaskan latar belakang pencabutan gugatan itu. "Gugatan itu kami cabut setelah ada kesepakatan di antara kami dan Departemen Sosial. Keterangan lebih terinci akan saya berikan bila sudah ada persetujuan Mensos," katanya. Rupanya A H menyanggupi membayar kemenangan Edy sebesar Rp 15 juta, asal gugatan dicabut kembali. Edy setuju. Pada 6 Januari lalu, ia mencabut gugatannya dan menerima uangnya. "Saya anggap itu sebagai duit nemu saja," katanya. Sebab itu, ia juga tidak mempersoalkan lagi hadiah Suzuki Carry yang semula menjadi haknya. "Yang penting, perkara selesai, kini saya berjanji tidak akan membeli Porkas lagi, saya kapok," kata Edy, yang merencanakan uang kemenangan itu untuk biaya sekolah anak-anaknya. Selesai? Ada yang belum. Empat karyawati A Hay, yaitu Anik, Wike, Yuni, dan Dini - keempatnya bukan nama sebenarnya kini melalui Pengacara Rochmat mengambil ancang-ancang untuk menggugat A Hay. Pasalnya, keempat gadis yang juga mahasiswi itu merasa namanya dicemarkan, karena sempat diperiksa polisi gara-gara dituduh si bos menghilangkan kupon Porkas. Menurut mereka, pada 25 Oktober, persis penarikan undian Porkas ke-43, sekitar pukul 21.00 seorang karyawan A Hay, A Ming, tiba-tiba mengatakan ada sebuah buku porkas periode itu yang hilang, dan meminta keempat karyawati itu mencarinya. "Ketika itu kami sudah curiga. Kalau benar hilang, tentu sudah diketahui beberapa hari sebelumnya," kata Yuni. Dua hari setelah itu, datanglah Edy menagih kemenangannya, yang berbuntut menjadi perkara itu. Siangnya, tak sengaja Yuni menemukan bonggol kupon yang dikatakan hilang itu di tempat sampah. "Bonggol itu sudah lusuh bekas diremas orang," kata Yuni. Penemuan bonggol itu juga telihat oleh karyawan yang lain. Semua karyawan yang mengetahui bonggol itu dipanggil A Hay ke kantornya, dan diminta untuk tutup mulut. Belakangan, ketika Edy ngotot menagih hadiahnya, plhak A Hay mengatur siasat: meminta keempat karyawatinya menandatangani pernyataan bahwa buku kupon nomor 59 itu benar-benar hilang. Tapi keempat gadis itu menolak. Mereka juga menolak ketika dibawa ke kantor polisi dan disodori lagi surat pernyataan serupa. Akibatnya, ketika mereka akan mengambil gaji bulan November, A Hay menyodorkan surat pengunduran diri. "Itu 'kan sama saja dengan dipecat," ujar Anik. Kecuali itu, keempat mahasiwi tadi merasa telah dirugikan. "Selama itu kami menanggung malu, beban mental, dan gagal menghadapi ujian semester," tutur Wike. Beban mental yang terberat, menurut Anik, karena dipaksa menipu orang yang seharusnya berhak atas hadiah Porkas itu. Berdasarkan itu, pengacara mereka, Rochmat, berniat menuntut A Hay ganti rugi sebesar Rp 400 juta. "Itu untuk masa depan mereka. Sebab, mereka sudah dipermalukan dengan diadukan ke polisi dan dituduh menghilangkan kupon itu," kata Rochmat. Hanya saja, toko Porkas di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, itu kini sudah tutup. A Hay pun, juga mahasiswa, dari Institut Sain dan Teknologi Akprin, yang belum tentu bersalah, tidak bisa ditemui. Mungkin, di pengadilan nanti ia bisa mengungkapkan apa sebenarnya yang terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus