BERPOLIGAMI, juga bagi orang Kristen yang sudah masuk Islam, ternyata kini bisa dipidana. Nasib buruk itu menimpa Ir. Bonardo Labuan Sitorus, 26 tahun, yang terbukti kawin secara Islam dengan Nurhamidah boru Lubis. Padahal, sebelumnya ia sudah terikat perawinan secara Kristen dan adat Batak dengan Eltroida Sondang boru Sidabutar. Karena itulah Selasa pekan lalu Sitorus divonis Hakim Ida Bagus Ngurah Adnyana dengan hukuman 5 bulan penjara. Sebenarnya, poligami model Sitorus itu kini menggejala di masyarakat, khususnya sejak Undang-Undang Perkawinan berlaku. Tapi yang sampai menjadi perkara pidana agaknya baru kasus Sitorus. Dosen Fakultas Teknik Universitas Medan Area itu, 1980, mengawini Sondang. Sebagaimana lazimnya di masyarakat Batak, perkawinan hanya dilaksanakan secara adat dan di gereja - tanpa didaftarkan di Kantor Catatan Sipil, sebagaimana diisyaratkan Undang-Undang Perkawinan 1974. Kendati dikaruniai dua orang anak, perkawinan itu rupanya tidak bahagia. Menurut Sitorus, ia sering cekcok dengan istrinya. "Mertua saya terlalu banyak intervensi dalam soal rumah tangga kami," kata Sitorus. Belakangan, 1985, pasangan itu berpisah tanpa perceraian secara hukum. Sejak itu Sitorus beranggapan bahwa dirinya sudah cerai dengan Sondang. "Sebab, mertua saya tidak lagi menganggap saya menantunya, bahkan dalam upacara adat pun, saya tak lagi diikutsertakan," kata Sitorus. Berdasarkan itu, setahun kemudian - setelah masuk Islam - ia menikah lagi dengan Nurhamidah di KUA Kualasimpang, Aceh Timur, dengan mengaku jejaka. Sondang, yang mengetahui ulah Sitorus itu, tentu saja mengadu. Perkara akhirnya sampai ke meja hijau. Jaksa L. Limbong menuntut Sitorus 10 bulan penjara karena menikah lagi. Hakim rupanya sependapat, dan karena itu memvonis Sitorus 5 bulan penjara. Vonis itu tidak diterima Sitorus dan kedua pengacaranya, Hasanuddin dan Dedy Sutanto, sehingga mereka banding. Menurut kedua pengacara itu, seharusnya hakim memutuskan perkawinan Sitorus dan Sondang tidak sah. "Sebab, perkawinan itu tidak didaftarkan di Catatan Sipil, sebagaimana disyaratkan Undang-Undang Perkawinan," kata mereka. Dan dalam buku tanya jawab yang dikeluarkan Mahkamah Agung 1984, tegas disebutkan bahwa perkawinan orang Kristen tidak sah bila tidak dilakukan di hadapan petugas Catatan Sipil. Kecuali itu, katanya, pasal 279 (Larangan berpoligami bagi mereka yang menikah di catatan sipil), tidak bisa ditimpakan kepada Sitorus, yang kini beragama Islam. Sesuai dengan pendapat R. Soesilo dalam buku KUHP dan Komentarnya, pasal itu hanya bisa ditimpakan kepada orang Kristen yang beristri lebih dari satu atau lelaki Islam yang beristri lebih dari empat. "Sitorus tidak pernah beristri lima, dua pun tidak," kata pengacara dari LBH Medan itu. Hakim Ida Baus Nurah Adnyana menganggap ajaran Soesilo itu tidak berlaku lagi. "Itu pendapat tahun berapa? Kini dengan Undang-Undang Perkawinan pendapat itu tidak berlaku lagi," katanya. Ia berpendapat bahwa perkawinan Sitorus dan Sondang sah. Sebab, menurut Undang-Undang Perkawinan (pasal 2 ayat 1) perkawinan sah bila dilaksanakan menurut tata cara agama masing-masing. Kendati, katanya, ayat 2 pasal itu menyebutkan keharusan perkawinan non-Islam didaftarkan di Kantor Catatan Sipil. "Tapi tidak adanya pendaftaan tidak berarti perkawinan itu tidak sah," katanya. Masalahnya, menurut Adnyana, hampir semua orang Batak yang Kristen ternyata melakukan perkawinan secara adat dan gereja saja, tanpa didaftarkan ke Catatan Sipil. Padahal, katanya, hukum itu dibuat untuk kepentingan masyarakat. "Kalau saya katakan perkawinan semacam itu tidak sah, bisa geger Sumatera Utara ini. Sebab, masyarakat sudah beranggapan bahwa perkawinan itu sah. Masa, pengadilan bilang tidak," kata hakim itu. Tapi anehnya ia berpendapat, perkawinan Sitorus dan Nurhamidah juga sah karena dilakukan di KUA. "Justru karena ia kawin sah dua kali itu ia dihukum," tutur Adnyana. Sebab, pada Undang-Undang Perkawinan, menurut dia, dilarang berpoligami bila tidak ada izin dari istri pertama. "Ia baru boleh kawin lagi, jangankan empat, sampai lima pun tidak apa-apa, bila ada izin dari istri pertama," tambahnya. Repotnya, vonis Adnyana itu tidak bisa merukunkan Sitorus dan Sondang kembali. "Jika kami rukun lagi, itu berarti menurut Islam kami berzinah," kata Sitorus. Sebaliknya, Sondang juga enggan bersama Sitorus lagi. "Buat apa hidup dengan orang berpoligami ?" katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini