Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASA jabatan Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin akan berakhir pada hari ulang tahunnya yang ke-70, tepat saat dia pensiun, 17 Oktober 2024. Pria yang lahir di Baturaja, Sumatera Selatan, itu resmi memimpin Mahkamah Agung pada 30 April 2020, menggantikan Muhammad Hatta Ali. Syarifuddin menjabat saat dunia menghadapi pandemi Covid-19. Di masa itulah ia membuat sejumlah kebijakan soal peradilan digital. Salah satunya pengesahan persidangan secara digital untuk semua jenjang pengadilan dan jenis perkara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini juga tengah ramai isu mengenai kesejahteraan hakim, termasuk hakim agung. Kepada wartawan Tempo, Riky Ferdianto, Mohammad Khory Alfarizi, dan Mustafa Silalahi, Syarifuddin mengklaim mendukung tuntutan para hakim agar pemerintah menaikkan gaji mereka. Ia juga sudah berupaya menambah jumlah hakim. Di pengujung masa jabatannya, Syarifuddin pun menyiapkan aturan pemilihan Ketua MA baru. Setelah semua ini dilewati, ia menyatakan akan beristirahat. “Saya mau jaga cucu saja,” ujarnya di ruang kerjanya di gedung Mahkamah Agung, Jumat, 4 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa yang Anda siapkan untuk pemilihan ketua baru Mahkamah Agung?
Kami belum mengadakan rapat pimpinan untuk menentukan tanggal pastinya, yang pasti sebelum saya pensiun pada 17 Oktober 2024. Mungkin rapat pimpinan diadakan pekan depan. Secara teknis, nanti akan ada penawaran siapa yang berminat menjadi calon Ketua MA. Sekarang belum bisa dipastikan siapa saja kandidatnya.
Adakah aturan teknis yang akan berubah?
Misalnya aturan sebelumnya kan menyebutkan calon Ketua MA akan langsung ditetapkan sebagai pemenang jika meraih suara 50 persen plus 1. Nah, sekarang kan jumlah hakim berkurang. Mungkin bisa dilihat nanti mekasnismenya seperti apa.
(Catatan: jumlah hakim agung saat ini 46 orang.)
Apakah benar ada empat kandidat yang akan maju?
Ya, saya mendengarnya. Tapi itu bisa berubah saat hari pemilihan. Bisa saja ada yang namanya selama ini tak muncul lalu mencalonkan diri pada hari-H.
Benarkah ada pengusaha yang mendukung kandidat tertentu?
Itu, sih, enggak benar. Kalau ada, jangan begitu, lah. Tapi saya rasa enggak ada. Cuma ramai-ramai. Karena yang memilih hati nurani masing-masing hakim agung.
Sekarang juga mendadak banyak kasus yang dikaitkan dengan para kandidat. Tanggapan Anda?
Saya memang mendengar, tapi semua itu tak benar. Memang kalau lagi dekat pemilihan begini selalu ramai. Sebelum saya terpilih dulu juga sempat ramai. Tapi setelah itu kami bersatu, lalu bekerja seperti biasa lagi.
Apa saja yang sudah Anda kerjakan selama memimpin MA?
Kami membangun Smart Majelis pakai artificial intelligence (AI). Ini mengintegrasikan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dengan Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIAP). Setelah itu, kami mengeluarkan peraturan Mahkamah Agung agar upaya permohonan kasasi dan peninjauan kembali bisa dilakukan dengan teknologi. Itu berlaku mulai 1 Mei 2024.
Bagaimana teknologi yang dimaksud?
Jadi, sejak Mei lalu, pemilihan majelis hakim untuk kasasi, peninjauan kembali, dan lain-lain akan lebih banyak dilakukan lewat AI. Kalau sebelumnya kan semua majelis hakim dipilih kepala kamar masing-masing.
Apa hasil penerapan teknologi itu?
Hasilnya, yang biasanya berkas perkara dikirim manual, sekarang cukup dengan satu klik berkas sudah sampai. Hemat biaya, tidak takut berkas hilang atau rusak karena sudah otomatis masuk ke ketua kamar. Tapi sekarang masih masa transisi, karena ada perkara yang belum diputus berkasnya masih ada. Jadi sistem manual tetap dilakukan.
Apa saja yang diperlukan agar teknologi itu akan terus digunakan di masa depan?
Penggunaan teknologi itu sudah menjadi bagian dari blueprint MA 2010-2035. Untuk itu, perlu anggaran untuk pemeliharaan dan pembelian alat. Servernya juga perlu di-update. Kebetulan server MA berbeda, jadi tak ikut terpengaruh saat ramai serangan hacker ke Pusat Data Nasional pada Juni lalu.
Benarkah penggunaan teknologi AI itu bisa mengurangi mafia perkara di MA?
Ya, yang namanya manusia tidak semuanya baik. Di antara yang baik ada juga yang enggak baik. Di antara yang malaikat juga ada yang setan. Itu sudah hukum alam, tidak mungkin semuanya baik. Maksud saya, ada atau tidaknya mafia tidak bisa kita pastikan. Tapi ini perlu diantisipasi.
Bagaimana tantangan yang dihadapi selama memimpin MA?
Saat saya dilantik sedang masa pandemi Covid-19. Pekerjaan kami berat saat itu, jam kerja harus diatur, ada work from home, hingga proses sidang harus disesuaikan. Saat itu keselamatan masyarakat menjadi yang utama. Kondisinya mencekam. Rapat pimpinan juga dilakukan online. Semua aktivitas terbatas.
Jadi pandemi mempengaruhi penyelesaian penanganan perkara?
Ketika enam bulan pertama masa Covid-19, jumlah penanganan perkara menurun. Sesudah itu, naik terus. Penyelesaian perkara di MA juga tidak menurun, di daerah juga begitu. Akhirnya semua berjalan seperti biasa sampai tiga tahun masa pandemi Covid-19.
Bagaimana dengan kasus hakim agung nonaktif Gazalba Saleh?
Itu tantangan selanjutnya. Setelah pandemi Covid-19 mereda, muncul kasus hakim agung itu. Saya mengeluarkan 14 langkah. Di antaranya mutasi hingga pemecatan. Kami juga memperketat seleksi pegawai baru dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, serta Komisi Yudisial. Termasuk menerjunkan tim surveilans untuk memantau dan mengawasi pegawai MA.
Apa saja perbaikan yang Anda lakukan selama menjadi Ketua MA?
Hakim pengadilan biasanya tidak tahu ada putusan lain, begitu juga hakim banding dan kasasi. Itu sebabnya kami mengembangkan tombol early detection di SIPP dan SIAP. Ketika ditekan, perkara yang terdaftar dan diputus keluar semua. Bisa dibaca hakim. Harapannya, bisa tercipta kepastian hukum dan konsistensi terhadap putusan. Dikembangkan juga sistem pengawasan dan sistem kepegawaian dalam beberapa tahun belakangan.
Tapi pekerjaan untuk Ketua MA baru masih banyak, ya?
Sebanyak 923 pengadilan di Indonesia harus terus di-monitoring. Pekerjaan rumah ke depan adalah persoalan anggaran pemeliharaan teknologi dan alatnya. Soal teknologi ini juga diharapkan bisa diatur dalam undang-undang. Selain itu, pemekaran wilayah terus berjalan. Masih ada sekitar 70 pengadilan yang diajukan permohonannya untuk dibangun. Berdasarkan undang-undang, satu kabupaten atau kota setidaknya memiliki satu pengadilan negeri dan agama.
Apakah jumlah hakim sudah mencukupi?
Ini persoalan hakim juga. Sekitar 300 pengadilan agama terpaksa saya izinkan bersidang dengan hakim tunggal karena kekurangan orang. Jumlah perkara di pengadilan agama ada 2.000, sementara hakimnya tiga orang. Selain itu, jumlah pegawai kurang. Tapi sudah ada alokasi untuk penambahan pegawai baru. Ini masih diproses.
Anda setuju gaji hakim naik?
Penghasilan hakim ini pengaturannya berbeda dengan aparat sipil negara. Sementara gaji ASN hampir setiap tahun naik, penghasilan hakim tidak. Wajar jika teman-teman hakim menjerit. Kami sudah mengusulkannya lima bulan lalu. Ada info bahwa saat ini usulnya sudah disetujui Kementerian Keuangan, cuma besarannya belum diketahui. Harapan kami, nilainya bisa cukup, lah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo