Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Calon pengantin yang kalap

Karyawan pertamina, cilacap, aan alias jaka, 26, akan diajukan ke pengadilan negeri purwokerto, membunuh calon istrinya. juga menodai beberapa gadis. (krim)

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIANG itu rumah Sastromiharjo di Jalan Kalimas, Cilacap, tampak semarak. Kursi berderet-deret dan hiasan janur memeriahkan suasana. Maklum, esok harinya akan ada pesta perkawinan. Anak kelima Sastro, Rubiyanti alias Ubi, 20, akan dinikahkan dengan seorang pemuda ganteng bernama Aan alias Jaka, 26. Undangan sudah disebarkan dan penghulu pun sudah diwanti-wanti, dipesan dengan sangat, agar tidak terlambat datang. Tahu-tahu, datang seseorang membawa telegram: kedua calon pengantin mendapat kecelakaan lalu lintas di daerah Kedunggede, Kecamatan Lumbir, Banyumas. Nyonya Sastro kontan pingsan. Suasana gembira surut menjadi murung. Apalagi, ketika tak lama kemudian polisi datang. Petugas negara itu mengabarkan bahwa yang terjadi sebenarnya bukan kecelakaan, melainkan pembunuhan. Ubi dibunuh calon suaminya sendiri, karyawan di bagian laboratorium Pertamina, Cilacap. Pekan ini rencananya Aan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Purwokerto, dengan Jaksa Yushar Yahya sebagai penuntut umum. Sidang tampaknya bakal ramai karena, selain dituduh telah menghabisi nyawa Ubi yang ternyata sedang hamil tiga bulan, Aan juga dituduh polisi menodai tak kurang dari delapan gadis. "Sejak di sekolah menengah dia memang sudah kayak playboy, pacarnya banyak sekali," tutur salah seorang temannya, Titis. Menurut temannya yang lain, Aan bahkan sudah dua kali kawin cerai, dan punya seorang anak dari seorang wanita bernama Rumsih. Tapi, katanya lagi, perkawinannya hanya untuk menyelamatkan muka orangtua si gadis. "Begitu nikah, langsung cerai. Soalnya, waktu itu ia belum dewasa," katanya. Terbunuhnya Ubi merupakan pukulan bagi keluarganya. Selain karena hal itu terjadi menjelang hari pernikahan, yang sedianya diselenggarakan 2 September lalu, kedua calon pengantin itu meninggalkan rumah Sastro dalam keadaan akur-akur saja. Ketika itu, 31 Agustus, Aan mengajak Ubi menemui calon mertuanya di Majenang, sekitar 40 km dari Cilacap. Mereka berboncengan sepeda motor, yang konon milik salah seorang pacar Aan. Pak Sastro saat itu menawarkan agar mereka berdua naik mobil miliknya saja, tapi ditolak. Aan merasa lebih enak naik sepeda motor. Tiba di Majenang, begitu pengakuan Aan kepada polisi, Ubi sudah melihat pertanda jelek. Ibu pemuda itu membentak-bentak, tanda tak setuju. Rupanya, Aan baru pertama kali itu membawa calon istrinya dan langsung mengatakan bahwa dua hari kemudian akan menikah. Sore harinya, kedua calon pengantin itu pulang. Entahlah, kapan setan mulai merasuk di hati pemuda kurus tinggi, berkulit kuning, dan berambut lurus itu. Dalam perjalanan pulang ke Cilacap itu, ia sempat berkata kepada calon istrinya yang lagi hamil muda, "Setelah kawin, kita langsung cerai, ya." Ubi, kata polisi, tak menjawab. Sampai tiga kali Aan mengulangi pertanyaannya, tapi gadis ayu berkulit putih dan pendiam itu tetap tak menyahut. Kebetulan saat itu hari mulai gelap. Sepeda motor yang mereka naiki melewati sebuah tikungan yang menurun. Seperti ada yang menyuruh, begitu cerita Aan kemudian, ia menambah kecepatan sampai sekitar 70 km/jam. Ubi, yang duduk rapat di belakangnya, masih belum sadar apa yang terjadi ketika tiba-tiba Aan meloncat dari sepeda motor. Kendaraan roda dua yang sudah tak terkendali itu pun, bersama Ubi, terlempar masuk jurang. Aan babak belur. Meski begitu, ia tak memikirkan benar luka di tubuhnya. Ia, begitu pengakuannya lebih lanjut pada polisi, segera menghampiri calon istrinya, yang ternyata pingsan di dalam jurang. Dan, ya Allah, dia bukannya memberi pertolongan, tetapi justru menggebuk wajah dan kepala gadis itu bertubi-tubi. Belum puas dengan itu, ia mengambil kunci inggris dari motor, dan menggunakannya untuk memukuli ibu jari tangan dan kaki gadis yang sudah tak berdaya itu. Puas melakukan semuanya, baru ia naik ke atas. Numpang sebuah mobil, ia menuju kantor polisi terdekat, di Wanon. Ia melaporkan seolah-olah telah terjadi kecelakaan. Setelah Ubi dibawa ke rumah sakit dan dokter memeriksa luka-luka yang ada di tubuh korban, barulah diketahui bahwa ia bukan mati akibat kecelakaan, melainkan oleh penganiayaan. Aan langsung ditahan. Seminggu sebelum peristiwa naas terjadi, Bu Agung, yang mengontrak rumah Pak Sastro, sudah menduga Ubi akan diapa-apakan oleh calon suaminya. Soalnya, katanya, lelaki itu merasa dipaksa kawin, karena Ubi telah mengandung. "Pokoknya, kalau kamu kawin dengan saya, hidupmu tidak akan lama," begitu konon Aan berkata ketika itu. Dan Ubi, kata Bu Agung, tampaknya pasrah saja apapun perlakuan yang bakal di alaminya. Sore hari, ketika Ubi diajak ke Majenang cerita Bu Agung, ada dua gadis datang ke rumah Pak Sastro. Mereka berniat menemui Aan untuk meminta pertanggungjawaban karena telah dinodai. "Yang seorang bernama Yati, asal Desa Gumilir, lagi hamil lima bulan. Yang seorang lagi saya lupa namanya," kata Bu Agung. Menurut sumber di kepolisian Banyumas, gadis lain yang juga sudah dinodai adalah Anti, Murti, Sri, Yati, Sumi, dan Tati. Gadis terakhir ini dikabarkan yang meminjamkan sepeda motor kepada Aan. Dan dia jugalah kabarnya yang dulu memungkinkan Aan bekerja di Pertamina. Gadis-gadis yang sudah dirugikan itu enggan memberi keterangan ketika ditemui. "Semua sudah terjadi, tak perlu diungkit-ungkit lagi," kata orangtua Yati kepada Slamet Subagyo dari TEMPO. Akan halnya Aan, ia membantah telah menodai gadis sebanyak delapan orang. Kepada TEMPO, ia hanya mengaku berbuat terhadap tiga orang, termasuk Ubi yang baru dipacarinya lima bulan. Apakah ia memang berniat membunuh anak Pak Sastro ? "Saya memang memukuli dia, tapi hanya ingin mencederai saja. Itu pun saya lakukan tanpa sadar," katanya kepada TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus