Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Cerita Orang Tua Korban TPPO di Myanmar, Anaknya Pucat dan Kurus

Orang tua korban TPPO di Myanmar menceritakan anaknya disiksa hingga pucat dan kurus.

5 Mei 2023 | 17.45 WIB

WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Myanmar, awal April, 2023. Dokumentasi Keluarga
Perbesar
WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Myanmar, awal April, 2023. Dokumentasi Keluarga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Padang - Satu Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO di Myanmar berasal dari Kabupaten Sinjunjung, Sumatera Barat. Orang tua korban bernama Sabil itu menceritakan bagaimana anaknya bisa terjebak hingga kondisinya saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dewi Murni, ibu Sabil, menceritakan putranya tersebut awalnya bekerja sebagai pemain figuran sinetron di Jakarta. Sabil, menurut Dewi, sempat meminta izin untuk bekerja di Thailand pada 24 November 2022.  Saat itu Sabil menyatakan mendapatkan tawaran bekerja di Negeri Gajah Putih dari seorang temannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Anak saya berangkat dari Jakarta dengan tujuan awal ke Thailand, itu sekitar November 2022," kata Dewi saat dihubungi Tempo, Jumat, 5 Mei 2023.

Korban tak sadar jika dibawa ke Myanmar

Dia melanjutkan, awalnya Sabil tak tahu jika dirinya ternyata dibawa ke Myanmar. Sabil pun masih memberi kabar bahwa dirinya sehat. 

"Sampai disana, anak saya masih memberi kabar bahwa keadaannya sehat. Anak saya tidak tau jika dirinya ternyata sedang di Myanmar, karena tujuan awalnya kan Thailand," ujarnya.

Sabil, menurut Murni, baru sadar bahwa dirinya berada di Myanmar sekitar tiga bulan berselang. Akan tetapi dia tak menjelaskan pekerjaan apa yang dia lakukan di sana. 

"Setelah sekian lama, Sabil memberi kabar kepada saya jika sedang tidak di Thailand melainkan di Myanmar," ucapnya.

"'Kami sedang di tidak di Thailand Ma, melainkan di Myanmar,' kata sabil kepada saya. Sabil sekali dalam seminggu terus memberi kabar kepada saya lewat video call" katanya.

Selanjutnya, korban disiksa hingga kurus dan pucat

Belakangan, Dewi curiga karena dalam setiap sambungan video call putranya tersebut terlihat pucat dan kurus. Dewi kemudian mendesak Sabil untuk bercerita apa yang dia alami.

"Sebelum anak saya tidak mau bercerita tentang kondisi, saya sudah curiga dengan melihat keadaannya yang pucat dan kurus. Namun, dia tidak kunjung mengaku sehingga saya mendesaknya dan akhirnya mengaku," katanya.

"Saya melihat saat video call terakhir itu, ada dua orang yang berdiri di belakangnya sambil mengokang senjata. Sabil juga bercerita kepada saya, jika di sana mereka di siksa, di sektrum, di suruh lari-lari keliling lapangan siang hari" ucapnya.

Murni berharap, pemerintah segera menyelamatkan anaknya dan WNI yang lain. "Saya berharap pemerintah untuk segera menyelamtakan anak saya," ujarnya.

"Pemerintah sudah datang ke rumah dan berjanji untuk menyelatkan anak saya. Saya berharap janji itu terpenuhi," pungkasnya.

SBMI dan keluarga korban sudah buat laporan ke Bareskrim

Sebelumnya, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan perwakilan dua keluarga korban telah melaporkan kasus TPPO ini ke Bareskrim Mabes Polri. Mereka menyatakan bahwa terdapat sekitar 20 WNI yang dipekerjakan secara ilegal oleh sebuah perusahaan penipuan di Myanmar.

Bareskrim menyatakan telah menelusuri perekrut hingga sponsor yang menjerat korban. Polisi juga menyatakan telah berkoordinasi dengan kepolisian Myanmar untuk menyelamatkan para korban. 

Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud Md, menyatakan bahwa pemerintah juga telah mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Myanmar untuk menyelamatkan para korban TPPO itu. Hanya saja, menurut dia, upaya penyelamatan cukup sulit karena para korban berada di lokasi konflik.  

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus