Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menyita uang yang disimpan di bawah kasur rumah hakim Ali Muhtarom yang berada di Jepara, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ali telah ditetapkan sebagai tersangka suap vonis lepas atau ontslag kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ketika saudara AM diperiksa di sini, berkomunikasi dengan keluarga di sana (Jepara), akhirnya itu ditunjukkan, dibuka, diambil bahwa uang itu ada di bawah tempat tidur,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, 24 April 2025 seperti dilansir dari Antara.
Harli mengatakan penggeledahan itu dilakukan pada 13 April 2025. Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menyita uang tunai sebanyak 3.600 lembar uang pecahan 100 dolar AS. Saat ini, uang tersebut telah disimpan di bank.
“Jadi, kalau kita setarakan di kisaran Rp 5,5 miliar. Silakan dihitung penyetaraannya,” katanya.
Penyidik Kejaksaan menyatakan bahwa Ali Muhtarom menerima uang suap total sebesar Rp 6,5 miliar terkait pemberian putusan lepas dalam kasus korupsi CPO atau dikenal juga sebagai korupsi minyak goreng.
Terkait apakah uang yang ditemukan di rumah Ali merupakan uang suap, Harli mengatakan bahwa penyidik masih mendalami asal-muasal uang tersebut.
“Itu juga yang mau didalami apakah itu merupakan aliran yang belum digunakan atau memang itu dari simpanan. Mungkin dari yang lain, ‘kan, kami belum tahu,” ucapnya.
Penggeledahan di rumah hakim Ali Muhtarom itu terekam dalam sebuah video yang dibagikan oleh Kejaksaan Agung. Dalam video itu, tampak penyidik memasuki sebuah kamar dan berusaha menggeledah bagian bawah tempat tidur.
Dengan bantuan seorang wanita yang berada di rumah tersebut, penyidik menemukan sebuah koper yang disimpan di dalam sebuah karung. Ketika dibuka, koper tersebut berisi tumpukan uang dolar AS yang disimpan dalam dua buah plastik.
Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas (ontslag) korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO di PN Jakarta Pusat.
Para tersangka itu adalah WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara, advokat MS (Marcella Santoso), advokat AR (Ariyanto), MAN (Muhammad Arif Nuryanta) yang menjadi Ketua PN Jakarta Selatan, DJU (Djuyamto) selaku ketua majelis hakim, ASB (Agam Syarif Baharuddin) selaku anggota majelis hakim, AM (Ali Muhtarom) selaku anggota majelis hakim, dan MSY (Muhammad Syafei) selaku Head of Social Security Legal Wilmar Group.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan bahwa Ali Muhtarom selaku anggota majelis hakim, menerima uang suap dari tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Adapun Arif Nuryanta menerima uang suap senilai Rp 60 miliar dari tersangka Muhammad Syafei (MSY) selaku tim legal Wilmar melalui perantara Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara.
Selain Ali Muhtarom, ketua majelis hakim yakni Djuyamto (DJU) dan hakim anggota Agam Syarif Baharudin (ASB) juga menerima suap dari Arif.
Ketiga hakim tersebut menerima suap dalam keadaan mengetahui bahwa uang tersebut untuk memuluskan dijatuhkannya putusan lepas terhadap tersangka korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Pilihan Editor: Profil 4 Hakim Tersangka Suap Penanganan Korupsi CPO