Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ciuman terakhir untuk lilik

Lilik iswantoro, 16, tewas dibunuh tukijan, 45, kekasih lilik sesama jenis, di bantul, yogyakarta. tukijan cemburu karena lilik menjalin kasih dengan cewek. di kantor polisi tukijan mengakui perbuatannya.

10 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUBUH itu seorang lelaki tampak terisak di hadapan tubuh yang terbujur di tepi jalan Bantul, Yogyakarta. Ia membelai rambut lelaki yang terbujur. "Sudah saya bilang, kamu jangan main dengan perempuan, tapi kamu tidak peduli," begitu ucapan dari mulut lelaki yang duduk bersimpuh itu sambil berkalikali menciumi sosok yang tampak sudah tidak bergerak. Itulah rupanya ciuman terakhir yang diberikan Tukijan kepada kekasihnya bernama Lilik Iswantoro. Tak berapa lama kemudian Lilik mengembuskan napas terakhir. Paginya masyarakat yang tinggal di sekitar jalan raya itu ribut ketika menemukan mayat lelaki muda di emper sebuah toko. Pembunuhan pada awal Mei lalu itu lama tak ada lanjutannya. Tapi pihak berwajib tak tinggal diam dan terus mengusut yang disangka pelakunya. Sebenarnya nama pelakunya sudah di kantong polisi, hanya tak diumumkan. Dia ini kekasih Lilik, yang sesama jenis. "Kami tidak ingin dipraperadilankan karena menangkap orang tanpa bukti," kata seorang anggota Kepolisian Resor Bantul. Setelah lama mencari jalan, Komandan Rayon Milter setempat, Kapten Slamet, akhirnya dimintai oleh polisi mengatur jerat. Senin malam, dua pekan lalu, Slamet mengundang Tukijan ke rumahnya. Lelaki berumur 45 tahun, yang sehari-hari penjaga malam di sebuah toko kelontong, ini diajak ngobrol. Hadir juga seorang yang menyamar sebagai dukun, yang tidak lain adalah ptugas Serse Kepolisian Resor Bantul. Selama dalam pembicaraan, Tukijan yang bertubuh subur itu ternyata menghindari pembicaraan mengenai pembunuhan Lilik. "Saya tidak kenal dengan Lilik," katanya ketika itu. Tapi diakuinya bahwa saban melakukan tugas sebagai penjaga malam ia selalu berbekal sepotong besi. Dari keterangannya itu polisi tadi membekuknya begitu lelaki lajang itu meninggalkan rumah Slamet. Sikap Tukijan berubah ketika diperiksa di kantor polisi. Di sini ia mengakui perbuatannya. "Benar saya yang membunuh nya," Tukijan mengakui. Alasannya, kata lelaki yang rambutnya sudah beruban itu, karena ia terbakar api cemburu. "Saya mencintai Lilik," katanya kepada TEMPO. Lilik Iswantoro, yang masih duduk di bangku kelas II SMP itu, selama setahun belakangan ini diketahui memadu kasih dengan Tukijan. "Selama itu pula saya memenuhi segala keperluannya," Tukijan menambahkan lagi. Dasar remaja, Lilik yang baru berusia 16 tahun dan berwajah ganteng itu diamdiam menjalin kasih dengan cewek yang sebaya dengannya. Salah satunya adalah Maryati alias Cenil. Bahkan dua hari menjelang peristiwa pembunuhan itu dua remaja ini terlihat berboncengan naik sepeda motor. Adegan boncengan itu disaksikan Tukijan. Karena itu ia, yang tidak rela kekasihnya direbut orang, panas hati dan menghadang dua remaja tadi. Di tengah jalan Tukijan mendamprat mereka. "Saya sudah bilang kamu jangan bergaul dengan lonte, nanti kena penyakit kotor baru tahu kamu," kata Tukijan kepada Lilik. Yang marah justru Cenil. "Saya tak terima dikatain lonte, saya balas dengan mengatai dia itu banci," cerita Cenil kepada TEMPO sewaktu memberi keterangan di kantor polisi. Akhirnya, selain perang mulut, tangan Tukijan yang besar itu dua kali melayang ke pipi Cenil. Sejak itu, menurut Tukijan kepada polisi, ia berencana menghabisi Lilik. Ternyata ia juga tahu bahwa Lilik sering ikut ronda malam di kampungnya di Melikan Lor, yang lokasinya di pinggir jalan raya itu. Dan begitu melihat Lilik pulang dari ronda pada dini hari itu Tukijan, yang sudah mengintai, memukulkan pipa besi berkali-kali ke kepala Lilik yang membuat remaja tadi tewas. "Biarlah saya maupun Cenil tidak ada yang mendapatkan Lilik," kata Tukijan. Rustam F. Mandayun dan Heddy Lugito (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus