Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
PN Jakarta Utara melaporkan advokat Razman Nasution dan pengacaranya, Firdaus Oiwobo, ke polisi dengan tuduhan menghina pengadilan.
Sejumlah ahli hukum menilai tindakan Razman dan Firdaus bisa diproses secara pidana meski Indonesia belum memiliki undang-undang contempt of court.
Berita acara sumpah advokat Razman Nasution dan pengacaranya dibekukan.
KERICUHAN antara advokat Razman Arif Nasution dan Hotman Paris Hutapea saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis, 6 Februari 2025, berimbas panjang. Pihak PN Jakarta Utara melaporkan Razman dan pengacaranya, Firdaus Oiwobo, ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI karena dituding menghina pengadilan alias contempt of court. Keduanya pun terancam tak bisa lagi beracara di pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peristiwa ini bermula saat majelis hakim meminta persidangan dengan agenda keterangan saksi korban, Hotman, dilaksanakan tertutup. Hal itu lantaran ada materi berupa foto-foto yang mengandung kesusilaan. Dalam kasus ini, Razman menjadi terdakwa pencemaran nama yang dilaporkan oleh Hotman. Namun Razman menolak dan memaksa hakim menggelar sidang secara terbuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam video yang beredar di media sosial, Razman bahkan mendatangi meja hakim untuk memprotes. Saat suasana makin ricuh, majelis hakim menutup sidang dan meninggalkan ruangan. Razman lantas mendatangi Hotman yang duduk di kursi saksi sembari berteriak-teriak. Sejumlah orang mencoba menghalangi Razman saat itu. Melihat itu, Firdaus Oiwobo langsung naik ke atas meja.
Juru bicara Mahkamah Agung, Yanto, mengatakan tindakan keduanya merupakan perbuatan tidak pantas yang dapat dikategorikan merendahkan dan melecehkan muruah pengadilan atau contempt of court. MA, kata dia, tidak menenggang siapa pun pelakunya. "Sehingga harus dimintai pertanggungjawaban menurut ketentuan hukum yang berlaku, baik pidana maupun etik,” ucapnya dalam keterangan tertulis pada Senin, 10 Februari 2025.
Yanto menuturkan, MA memerintahkan Ketua PN Jakarta Utara Hera Kartiningsih melaporkan peristiwa tersebut ke aparat penegak hukum. Sehari kemudian, PN Jakarta Utara resmi melaporkan Razman dan kawan-kawan ke Bareskrim Polri. “Lembaga memutuskan untuk melaporkan tindakan yang terjadi pada Kamis, 6 Februari 2025," kata Kepala Hubungan Masyarakat PN Jakarta Utara Maryono di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Selasa, 11 Februari 2025. "Ini sikap yang kami ambil atas nama lembaga.”
Laporan polisi bernomor LP/B/70/II/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI itu ditandatangani langsung oleh Hera. Dalam laporan tersebut, PN Jakarta Utara menyebutkan Razman telah menghina badan hukum dan membuat gaduh di ruang persidangan.
Razman itu dinilai melanggar Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 207 KUHP tentang penghinaan badan hukum dengan hukuman maksimal 1 tahun 6 bulan penjara, dan Pasal 217 KUHP tentang membuat gaduh di ruang sidang dengan hukuman maksimal tiga pekan. “Kami juga menyerahkan bukti berupa video. Selanjutnya biarkan penyidik yang akan menindaklanjuti,” kata Maryono.
Hotman Paris Hutapea di Polda Metro Jaya, Jakarta, November 2022. Tempo/Magang/Martin Yogi Pardamean
Razman menanggapi santai laporan itu. Dia menyatakan tak gentar menghadapinya. Dia bahkan mengancam akan melaporkan balik majelis hakim yang memimpin jalannya sidang. “Karena dia memaksa secara sepihak untuk merampas kemerdekaan sebagai lawyer yang dilindungi undang-undang agar dilakukan persidangan yang berimbang,” ujarnya, Rabu, 12 Februari 2025.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada merespons aduan contempt of court tersebut. "Setiap laporan akan didalami," ujarnya saat dimintai konfirmasi lewat pesan penedk pada Kamis, 13 Februari 2025.
Dalam hukum peradilan Indonesia, istilah contempt of court sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Butir 4 penjelasan umum undang-undang tersebut memerintahkan pemerintah membentuk undang-undang contempt of court untuk mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, serta kehormatan badan peradilan.
Tapi hingga saat ini belum ada undang-undang tersebut. Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) dan MA pernah melontarkan wacana pembentukan undang-undang tersebut pada 2019. Tapi hingga saat ini hal itu tidak terdengar bagaimana nasibnya.
Peristiwa contempt of court di PN Jakarta Utara bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Berikut sejumlah kasus contempt of court yang berhasil dirangkum Tempo:
|
Pengajar hukum pidana di Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, menilai penghinaan terhadap peradilan tetap bisa diproses secara pidana meski tak ada undang-undang yang mengatur secara khusus soal contempt of court. Menurut dia, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah mengatur tata tertib selama persidangan hingga perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama sidang. "Itu diatur dalam KUHP dan KUHAP," ujarnya saat dihubungi pada Kamis, 13 Februari 2025.
Pasal 217 KUHP, misalnya, mengatur pidana bagi orang yang membuat kegaduhan dalam sidang pengadilan. Hukumannya maksimal. Aturan itu juga tercantum dalam KUHP baru yang disahkan pada 2023. Pasal 279 ayat 2 KUHP baru menyatakan, "Setiap orang yang membuat gaduh dalam sidang pengadilan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai tiga kali oleh atau atas nama hakim dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II." Pasal 280 KUHP baru menjelaskan pidana denda kategori II itu senilai Rp 10 juta.
KUHAP juga mengatur hal serupa. Pasal 218 ayat 1 aturan itu menyatakan, dalam ruang sidang, siapa pun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan. Ayat berikutnya menyebutkan, siapa pun yang di sidang bersikap tidak sesuai dengan martabat pengadilan dan tidak menaati tata tertib setelah diperingatkan hakim ketua, bisa dikeluarkan dari ruangan. "Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 bersifat suatu tindak pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya," begitu bunyi Pasal 218 ayat 3 KUHAP.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Maryono melaporkan pengacara Razman Nasution ke Bareskrim Polri, di Jakarta, 11 Februari 2025. Tempo/Nandito Putra
Menurut Orin, contempt of court terjadi karena banyak faktor. Dari ketidakpuasan pihak terhadap putusan pengadilan, sehingga mereka tidak bisa menahan diri dan menjaga perilakunya, hingga ketidaktahuan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut sebagai tindak pidana.
Kendati demikian, dia menilai persoalan penghinaan terhadap pengadilan ini harus dibahas secara hati-hati. "Harus bisa diberikan batasan antara contempt of court dan perbuatan lain yang tidak memiliki niat serta akibat buruk terkait dengan pengadilan dan sendi-sendi negara demokrasi," ucapnya. Dia mencontohkan perbuatan lain yang tidak memiliki niat jahat adalah diseminasi atau mengomentari putusan hakim.
Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, sependapat dengan Orin soal penghinaan terhadap peradilan tetap bisa diproses secara pidana meski belum ada undang-undang yang secara spesifik mengaturnya. Dia juga sepakat perlu batasan yang jelas ihwal perbuatan yang masuk kategori penghinaan terhadap pengadilan. Semua orang di ruang sidang, kata dia, memang harus menghormati persidangan. Termasuk jaksa dan pengacara. "Tapi kadang diartikan hakim itu menghormati dia," kata Chudry lewat sambungan telepon pada Kamis, 13 Februari 2025.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani tak sepakat jika dikatakan tindakan Razman dan Firdaus merupakan contempt of court, meski hal itu tidak dapat dibenarkan. Berdasarkan pengamatannya, peristiwa itu terjadi setelah sidang usai.
Sebab, majelis hakim sudah mengetuk palu yang menandai sidang sudah berakhir. "Jadi, contempt out of court itu namanya?" katanya saat dihubungi secara terpisah. Selain itu, Julius menilai tak adanya aturan khusus soal contempt of court membuat tindakan Razman dan Firdaus tak bisa dipidana.
Pembekuan Sumpah Advokat
Tak hanya terancam jerat pidana, Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo pun terancam tak lagi bisa beracara di pengadilan. MA menyatakan berita acara sumpah advokat Razman dan Firdaus telah dibekukan. Juru bicara MA Yanto menyebutkan pembekuan itu untuk menegakkan muruah dan wibawa pengadilan. Pembekuan berita acara sumpah advokat itu ditetapkan oleh pengadilan tinggi yang melakukan penyumpahan.
Pembekuan berita acara sumpah advokat Razman tertuang dalam surat penetapan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Tinggi Ambon Aroziduhu Waruwu pada Selasa, 11 Februari 2025. Sedangkan pembekuan berita acara sumpah advokat Firdaus diteken oleh Ketua Pengadilan Tinggi Banten Suharjono pada hari yang sama. “Dengan pembekuan berita acara sumpah advokat Saudara Razman Arief Nasution dan M. Firdaus Oiwobo, yang bersangkutan tidak dapat menjalankan praktik sebagai advokat di pengadilan,” ucap Yanto dalam konferensi pers di gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2025.
Dia menjelaskan, dasar hukum putusan pembekuan itu adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat. Saat ditanya lebih lanjut, Yanto tak menjelaskan lebih detail soal dasar hukum tersebut karena alasan waktu konferensi pers yang terbatas. Dia berdalih pertimbangan pembekuan berita acara advokat itu sudah dituangkan dalam surat penetapan Ketua Pengadilan Tinggi.
Merujuk pada surat penetapan Ketua PT Ambon Nomor 44/KPT.W27-U/HM.1.1.1/II/2025 ihwal pembekuan berita acara sumpah advokat Razman, salah satu pertimbangan hukumnya adalah Pasal 9 ayat 1 UU Advokat. Pasal tersebut menyatakan advokat yang telah diangkat dapat diberhentikan sementara atau dicabut haknya untuk menjalankan profesinya oleh organisasi advokat.
Pengacara Razman Arif Nasution memenuhi panggilan Bareskrim Polri setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pencemaran nama dari laporan Hotman Paris, di Jakarta, 4 November 2024. Tempo/Dani Aswara
Razman sebenarnya sudah dipecat oleh Kongres Advokat Indonesia (KAI) lewat Surat Keputusan Dewan Pimpinan Pusat KAI bertanggal 15 Juli 2022. Penetapan pembekuan itu juga merujuk pada Pasal 4 ayat 1 UU Advokat yang berbunyi, "Sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya". Pengadilan Tingi Ambon menilai advokat wajib menegakkan sumpah yang telah mereka ucapkan.
Razman kembali menanggapi dingin pembekuan berita acara sumpah advokatnya. Dia menyatakan belum menerima langsung surat tersebut. Razman pun menilai pembekuan itu aneh karena dalam sidang tersebut dirinya tidak bertindak sebagai advokat, melainkan sebagai seorang terdakwa. “Saya kan bukan pengacara. Kalau saya pengacara di situ, saya tidak jadi terdakwa dan saya pasti pakai baju toga," katanya di Kepolisian Resor Jakarta Selatan, Kamis, 13 Februari 2025.
Julius tak sepakat dengan pembekuan berita acara sumpah advokat Razman dan Firdaus. Dia menjelaskan, dalam dunia advokat, pengadilan hanya bertindak sebagai pencatatan secara formil. "Karena itu, apakah pengadilan berwenang untuk menyatakan sah atau tidaknya sumpah tersebut? Tidak," ucapnya.
Menurut Julius, sumpah tersebut hanya bisa dicabut oleh orang yang bersumpah. Dia menyatakan ada satu pengecualian dalam hal ini, yaitu jika ditemukan ada kebohongan dalam sumpah tersebut berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Misalnya, orang yang tak pernah mengenyam pendidikan advokat tapi ikut ujian dan disumpah di pengadilan. “Maka, bisa diperiksa, dipidana, dan diputuskan tidak pernah mengambil sumpah advokat."
Chudry Sitompul pun sepakat dengan Julius bahwa berita acara sumpah advokat tidak bisa dibekukan pengadilan. Dia menjelaskan, UU Advokat mengatur pengangkatan dilakukan oleh organisasi profesi. Sebelum beracara, advokat harus disumpah lebih dulu oleh Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. "Saya enggak sependapat pengadilan mencabut, karena itu sumpah, bukan izin. Kalau kayak begini, hakim jadi mempunyai kekuasaan terhadap advokat," tuturnya.
Chudry tak menampik ada advokat yang melanggar sumpahnya. Misalnya, untuk menegakkan keadilan, bertindak jujur, dan adil. Namun sumpah tak seharusnya dianggap etik. Semestinya, menurut dia, asosiasi advokat yang menaunginya yang bertindak tegas. Masalahnya, menurut Chudry, asosiasi advokat di Indonesia saat ini sangat banyak, bahkan tak diketahui secara pasti berapa jumlahnya. Hal itulah yang, menurut dia, membuat pengawasan terhadap advokat sulit dilakukan. "Ini juga membuat advokat yang sudah disanksi oleh satu asosiasi bisa pindah ke asosiasi lain." ●
Anastasya Levenia Y dan Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo