Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dan yan pun menjawab

Lembaga dan badan-badan bantuan hukum semakin tumbuh ramai a.l: posbakum, lp3h, lpbh, bbh. perkembangan badan bantuan hukum di daerah-daerah. (hk)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA orang tamu dari mancanegara, begitu ceritanya, berkunjung ke sebuah pengadilan di Jakarta. Kebetulan acaranya hanya pengadilan perkara sumir. Kepada sesama kolega advokat di sini, kedua tamu itu serentak bertanya: "Mana pembela mereka?" Yang ditanya, Ketua Peradin Jakarta, Yan Apul, meneruskan pertanyaan tersebut ke dalam hatinya: "Ya, kenapa tidak tersedia pembela bagi mereka?" Jawabnya ini: Peradin Jaya perlu membuka pos bantuan hukum di pengadilan-pengadilan untuk melayani permintaan mendadak pencari keadilan secara cuma-cuma. Hanya saja, begitulah kenyataannya, cuma Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur (waktu itu) Bismar Siregar, yang menyambut baik Posbakum (Pos Bantuan Hukum). Sebuah sudut di bawah tangga pengadilan agaknya cukup memadai. Hasilnya memang nyata. Diresmikan dua tahun lalu, 30 pembela yang sebagian mahasiswa hukum, telah menangani hampir seribu perkara. Puluhan di antara tersangka, kata Yan Apul, ternyata dibebaskan. "Setidaknya kami telah membantu menyelamatkan puluhan orang korban salah tangkap," kata Yan Apul. Posbakum tak memungut bayaran dari yang dibelanya. Biaya pos memang tak begitu besar, Rp 500 ribu setahun, sekedar untuk alat-alat kantor dan konsumsi pembela. Itu bisa diperoleh dari kantung advokat. I Wayan Sudira, Ketua Pos, mengerahkan pembelanya mengurus berbagai macam perkara seperti pencurain, penganiayaan, sampai kejahatan susila. Kongres para advokat di Bandung baru-baru ini menyambut baik Posbakum. Diminta agar LBH mengembangkan gagasan tersebut di daerah. Sebab, lembaga dan badan-badan bantuan hukum yang kini tumbuh di hampir setiap daerah, masih terasa jauh dari jangkauan kebutuhan. Pertumbuhan lembaga atau badan-badan bantuan hukum -- yang setengah atau gratis sama sekali -- belakangan memang bukan main. Di Jakarta saja sudah seperti tak terhitung lagi. Dalam musyawarah nasional pemberi bantuan hukum pertengahan bulan lalu, berkumpul tak kurang 9 organisasi -- belum semua organisasi ikut serta. YOGYA Pun di kota gudeg ini, menurut seorang advokat di sana, sampai-sampai sulit menentukan berapa organisasi pemberi bantuan hukum. Menurut hitungan sepintas lalu Advokat Sudjito dari KSBH (Kelompok Studi dan Bantuan Hukum) ada 14 buah -- belum termasuk LBH Peradin. LP3H (Lembaga Pengkajian, Penerangan dan Penyuluhan Hukum) lewat dua tahun lalu diresmikan Buyung Nasution pada Hari Hak Asasi Manusia. Kini hampir kehabisan napas. "Kantornya masih ada," ujar Direkturnya, Kamal Firdaus, "tapi pegawainya tak ada lagi -- kami tak mampu menggaji mereka." Dulu LP3H punya 6 pengacara (4 sarjana dan 2 sarjana muda hukum) dan sudah mengurus sekitar 150 perkara. Dana dari para advokat dan notaris yang diharapkannya macet. Dari Pemda tak pernah dapat. Sedangkan mau minta ke luar negeri, kata Kamal, ogah mengurus prosedur yang berbelit-belit. KSBH merasa lebih cerah. Anggota kelompok ini tak melulu ahli hukum dan mewakili pula macam-macam kelompok suku, agama dan ormas, seperti kata Sudjito. Seperti juga LP3H, yang sudah dahulu, KSBH juga menjalin kerjasama dengan LBH Peradin di Jakarta. Semula Peradin menyangka KSBH dan LP3H bergabung dengan LBE Peradin Yogya di bawah Yayasan LBHI. Ternyata, seperti kata Sudjito, "KSBH hanya bersedia kerjasama -- bukan melebur diri." MEDAN Hitung-hitung setidaknya ada 4 organisasi pemberi bantuan hukum di Medan. Organisasi tani (HKTI) punya Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH), Organisasi buruh (FBSI) Sum-Ut punya Tim Bantuan Hukum (TBH). Fakultas Hukum USU lebih dulu punya Biro Bantuan Hukum (BBH) daripada Peradin. Diketuai Prof. Nyonya Anni Abbas Manopo (72 tahun), BBH diasuh pula oleh dua orang dosen, serta memperoleh dana lumayan juga. Pemda pernah menyumbang Rp 2,5 juta. Dari Jakarta turun pula Rp 2,5 juta. Dari itu sudah ratusan perkara -- umumnya menyangkut petani yang diserobot tanahnya -- yang digarap BBH. SURABAYA Selain punya Biro Bantuan Hukum (BBH) di Fakultas Hukum Unair, yang didirikan lebih 10 tahun lalu, Surabaya setidaknya kini punya LBH Peradin dan Biro Bantuan dan Konsultasi Hukum Putra Surabaya (Pusura). Mula-mula BBH hanya menerima klien di kampus. Belakangan kegiatannya meningkat: membentuk pos bantuan hukum di luar. Pertama, pos beroperasi di Kecamatan Wonocolo, sebelah selatan kota. Dari situ pindah ke Sukolilo. Lebih seratus perkara masuk melalui pos tersebut. Juga ada pos bantuan hukum keliling kota dan desa. Mengumpulkan perangkat dan tokoh-tokoh masyarakat. Di situ ditampung segala persoalan yang sebisabisa dibantu pemecahannya menurut pertimbangan hukum. Dalam waktu dekat menurut Dekan Fakultas Hukum, Dr. Sahetapy, BBH juga akan menempatkan posnya dekat pengadilan. Dananya yang belum ada. Ditangani 15 dosen yang melayani klien secara gratis, menurut Wakil Ketua BBH Wisnususanto, fakultas memang memberi dana bantuan hukum Rp 2,5 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus