Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MARKAS Perguruan Bela Diri Mahesa Kurung tak ubahnya sebuah rumah biasa. Terletak di kompleks Perumahan Yasmin, Bogor, bangunan berlantai dua itu bercat putih dengan sedikit taman di depannya. Sejak beberapa pekan silam, puluhan pemuda berpakaian serba hitam terlihat hilir-mudik di kediaman Asy-Syayidi Al-Habib Faridhal Attros Alkindhy, yang akrab disapa Abah MK.
Setiap tamu yang datang ke perguru-an itu ditanya dengan ramah akan identitas dan jenis keperluannya. Hal yang tak biasanya mereka lakukan sebelum-nya. ”Kami bersiaga karena muncul kabar ada rencana penyerbuan dari kelompok Gerakan Umat Islam Indonesia pimpin-an Habib Abdurrahman Assegaf,” ujar seorang pemuda yang ada di sana.
Benih ketegangan antara pengikut Ma-hesa Kurung dan Habib Assegaf- mencuat awal Maret lalu. Ketika itu, de-ngan alasan- silaturahmi, Assegaf me-ngunjungi- Mahesa Kurung. Di sana Assegaf meminjam sebuah kitab Risalah Al Mukaramah milik Mahesa Kurung. Inilah buku tulisan Abah MK tentang keislaman dan cerita seputar para nabi serta rasul.
Buku ini rupanya dinilai Assegaf ba-nyak- mengandung kekeliruan. ”Ini ajar-an sesat,” katanya. Assegaf lalu me-nunjuk sejumlah contoh. Usia Nabi Muhammad, misalnya, di buku itu tertulis- 70 tahun, padahal, ujar Assegaf, usia Nabi 63 tahun. Begitu juga usia Nabi Nuh yang disebut 263 tahun. ”Yang benar 950 tahun,” kata Assegaf. ”Selain itu, di buku itu ditulis juga tentang 25 nama setan serta asal-usul santet.”
Menurut Abi Fahri, Panglima Laskar Mahesa Kurung, buku tersebut memang harus direvisi. ”Banyak kesalah-an redak-sional serta salah ketik. Dan itu sudah kami beri tahukan sejak ia meminjamnya,” kata Fahri. Karena itulah buku itu pun belum disebarluaskan. ”Kami tak terpikir jika buku itu ternyata dimanfaatkannya, kami dikhianati,” ujarnya lagi.
Menurut Fahri, beberapa hari setelah meminjam buku itu, Assegaf menelepon dan mengundang ke rumahnya. Hari itu ia berkunjung ke rumah Assegaf di kawasan Pamulang, Jakarta Selatan. Di sana Assegaf membahas buku Risalah Al Mukaramah yang dikritiknya, termasuk kesesatan yang tertulis dalam buku tersebut. ”Lalu dia mengatakan, sediakan saja Rp 200 juta, nanti diselesaikan MUI (Majelis Ulama Indonesia),” kata Fahri. Uang sebesar itu, kata Fahri, akan digunakan Assegaf menyantuni anak yatim. Tapi, Fahri menampik permintaan habib itu.
Empat hari berselang, turunlah fatwa- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor. Isinya menyebutkan Per-guruan Mahesa Kurung telah meng-a-ja-r-kan ajaran sesat. Menurut fatwa ter-sebut, ajaran Mahesa meresahkan dan mengganggu ketertiban umum. Adapun pengikutnya dikategorikan go-long-an musyrik karena percaya pada per-dukunan dan ramalan.
Fatwa ini tentu saja menggegerkan warga perguruan yang sudah berdiri sejak 22 tahun silam itu. ”Itu tuduhan tak berdasar,” kata Fahri. Fatwa itu juga terasa ganjil. Soalnya, yang mengeluarkannya MUI Kabupaten Bogor. Padahal, secara administratif, Mahesa masuk wi-layah Kota Bogor. ”MUI Kota belum pernah mengeluarkan fatwa, apalagi MUI Pusat. Jadi, kami menilai fatwa MUI Kabupaten Bogor ini tak lazim,” kata Thamrin, pengacara Mahesa.
Senin dua pekan lalu Thamrin me-ngirim somasi kepada Ketua MUI Kabu-paten Bogor, Mukri Aji. Ia meminta MUI membatalkan fatwa yang dikeluarkannya serta memohon maaf kepada warga Mahesa. ”Klien saya hanya mengajarkan ilmu bela diri,” kata Thamrin.
Kepada Tempo, Ketua MUI Kota Bogor Adam Ibrahim mengaku, pada Desember 2005 lembaganya menerima la-por-an seputar kegiatan Mahesa Kurung. ”Tetapi sampai saat ini kami belum menyimpulkan apa pun, apalagi mengeluar-kan fatwa,” katanya. Adam sendiri tak berkomentar soal fatwa dari ”tetang-ga-nya” itu. Adapun Ketua MUI Kabupaten Bogor, Mukri Aji, kini terkesan menghindar jika ditanya seputar fatwa yang dikeluarkannya. ”Maaf soal itu saya tidak mau berkomentar,” katanya.
Sikap Mukri jelas merepotkan Mahesa Kurung. Fahri sendiri menghubungkan fatwa itu dengan permintaan uang Rp 200 juta yang pernah disampaikan Assegaf. ”Kami merasa diperas,” kata Fahri.
Assegaf menampik tuduhan meme-ras-. Dia juga menyangkal pernah meng-undang Fahri ke rumahnya. ”Saya tak mengenal Fahri. Dialah yang menelepon saya dan meminta bertemu,” katanya. Begitu bertemu, kata Assegaf, Fahri meminta kitabnya. ”Tentu saya tak memberikannya. Sebab, itu bukti mereka membawa ajaran sesat,” kata-nya.
Menurut Assegaf, dia juga sudah memberi wejangan kepada Fahri tentang dilarangnya umat Islam belajar santet. Adapun perihal duit Rp 200 juta, Assegaf mengaku itu untuk mendorong Fahri agar bersedekah. ”Ini bermanfaat untuk menolak bala, apalagi Mahesa Kurung kan kaya, ” katanya.
Tuduhan pihaknya yang merekayasa- MUI, agar mengeluarkan fatwa lantaran Mahesa tak mau mengeluarkan ”uang bala”, juga ditepis Assegaf. ”Ini jelas fitnah. MUI tak bisa direkayasa,” katanya. Dua pekan lalu Assegaf membawa masalah itu ke Kepolisian Resor Kota Bogor.
Polisi kini meminta semua pihak yang terkait dengan kasus ”fatwa sesat” ini berdiam diri. Pekan lalu, Kepala Kepolisian Wilayah Bogor, Komisaris Besar Sukrawardi Dahlan, mengundang sejumlah pengurus MUI dan para alim-ulama sewilayah Bogor membicarakan kasus Mahesa ini. Sukrawardi mewantiwanti para ulama untuk ikut menjaga agar jangan terjadi tindakan anarkis terhadap perguruan Mahesa. ”Juga jangan beropini di media massa yang bisa memanaskan suasana,” katanya.
Adapun Assegaf menyatakan tak menghiraukan jika dirinya- dituduh sebagai pemeras. ”Du-lu, nabi saja mengalami penghinaan,” katanya. Assegaf mene-gas-kan dirinya tetap akan memerangi kelompok yang mempermainkan akidah. Hanya, ia emoh menyebut kelompok yang dimaksudnya.
Ancaman Assegaf ini bisa jadi tak main-ma-in. Kelompok Gerak-an Umat Islam Indonesia yang dipim-pin-nya, misalnya, Juli tahun lalu pernah menyerang Kampus Mubarak milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jalan Raya Parung, Bogor. Penyerangan itu kemudian diikuti kelompok lain. Akibatnya, kampus yang sudah berdiri sejak 1985 itu tutup hingga kini, penghuninya mengungsi.
Kasus penyerangan terhadap warga Ahmadiyah ini juga bermula dari fatwa MUI yang menyebut ajaran Ahmadiyah- sesat. Hanya, berbeda dengan Ahmadiyah, murid-murid Mahesa Kurung kini rupanya sudah mempersiapkan diri menghadapi serangan itu. Sejumlah aparat berseragam sipil juga terlihat berseliweran di luar pagar markas Mahesa Kurung.
Nurlis E. Meuko dan Deffan Purnama (Bogor)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo