Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dari Eksaminasi Lahir Rekomendasi

Adakah keanehan pada dakwaan jaksa kasus David Tjioe setahun silam?

19 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah berita meluncur dua pekan silam. Dalam sebuah diskusi di Hotel Cemara, Jakarta Pusat, sebuah tim eksaminasi mengungkapkan ketidaklaziman dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Ramdhanu Dwiyantoro dalam kasus David Tjioe alias A Miaw.

Syahdan, setahun silam, ketukan palu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pimpinan Sunarjo membebaskan David Tjioe alias David A Miaw karena dianggap tidak terbukti melakukan tindak pidana berupa tindakan tidak menyenangkan disertai kekerasan terhadap Pemimpin Redaksi Majalah ini (TEMPO), Bambang Harymurti.

Rekannya, Hidayat Lukman alias Teddy Uban, yang juga terkait dengan penyerangan terhadap Majalah TEMPO yang dilakukan massa yang mengatasnamakan pendukung Tomy Winata pada 8 Maret 2003 lalu, dihukum lima bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan.

Ini semua bermula dari sebuah berita yang dimuat di TEMPO edisi 3 Maret 2003, berjudul Ada Tomy di Tenabang?. Sekitar 200 orang mendatangi kantor Majalah TEMPO dan memprotes tulisan tersebut. David alias A Miaw serta Teddy Uban, di dalam ruang rapat TEMPO, mempersoalkan tulisan tersebut hingga melibatkan pelemparan kotak tisu dari kayu. Belum lagi kejadian setelah acara "penyelesaian persoalan" ini pindah ke kantor Polres Jakarta Pusat. Amankah di kantor Polres? Ternyata belum juga aman. David dan beberapa temannya makin ringan tangan, sampai-sampai Pemimpin Redaksi TEMPO, Bambang Harymurti, kena tonjok perutnya, ditendang, dan kepalanya ditepak-tepak. Polisi, yang sedari awal tidak banyak berbuat, hanya terdiam atau pura-pura ti-dak melihat (TEMPO, 17 Maret 2003).

Adalah tim eksaminasi yang terdiri dari A.Y. Day, Antonius Sudjata, Rudy Satriyo Mukantardjo, Prio Trisnoprasetio, dan Hidayat Achyar yang mengungkapkan sejumlah "keanehan" dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Ramdhanu Dwiyantoro terhadap Teddy Uban dan David Tjioe.

"Majelis tidak mendapat keyakinan bahwa terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan," kata Sunarjo kala itu. Jaksa, menurut tim ini, dianggap tidak saksama dan kurang menggali lebih dalam hal yang berkaitan dengan sebab dan akibat dari tindak pidana oleh tiap-tiap terdakwa. Dengan kata lain, jaksa tidak membuat konstruksi dakwaan yang lengkap dan jelas, sehingga dakwaannya bisa disebut obscuur libel.

Yang paling mendasar, menurut temuan tim ini, jaksa hanya menuntut keduanya dengan dakwaan tunggal Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang perlakuan tidak menyenangkan. Seharusnya, menurut tim eksaminasi ini, jaksa menggunakan dakwaan berlapis atau alternatif, dari pasal yang ancamannya lebih berat hingga ke pasal ringan. Memang penetapan pasal mana yang akan diterapkan kepada terdakwa adalah hak jaksa. Tetapi pilihan dakwaan tunggal dalam kasus TEMPO dinilai menabrak kebiasaan dan lari dari kelaziman.

"Dari sisi hukum acara pidana, ini suatu tindakan yang berani. Menerapkan pasal tunggal merupakan kesalahan mendasar jaksa," kata Rudy Satriyo, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang juga salah satu anggota tim eksaminasi, ketika dihubungi pekan lalu.

Sebenarnya baik David maupun Teddy bisa dikenai pasal lain dalam KUHP, seperti Pasal 170 Ayat (1) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang penggunaan kekerasan, Pasal 335 Ayat (1) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP tentang kekerasan dan ancaman kekerasan, dan Pasal 352 Ayat (10) KUHP tentang penganiayaan.

Keanehan lain terlihat pada dakwaan yang dilakukan terpisah. Padahal keduanya terkait pada unsur penyertaan sehingga harus dituntut bersama-sama, bukan terpisah.

Hasil tim eksaminasi juga menunjukkan bahwa surat tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta di persidangan, terkait dengan keterangan saksi. Menurut Rudy, dalam surat tuntutan dikatakan adanya empat saksi yang tidak melihat tidak ada pemukulan atau tindak kekerasan terhadap Bambang Harymurti, namun yang muncul di ruang persidangan hanya satu saksi.

Tapi, eksaminasi ini ditanggapi biasa saja oleh pengacara A Miaw, Farhat Abbas. Dia menyatakan bahwa eksaminasi ini tak berpengaruh pada putusan pengadilan. "Kenapa ada pihak-pihak yang mempermasalahkannya? Ini kan hanya masalah kecil yang dibesar-besarkan karena ada orang yang tidak suka dengan Tomy Winata. Padahal perkaranya murni tentang David," katanya.

Pengacara TEMPO, Todung Mulya Lubis, mengatakan eksaminasi secara legal sebenarnya tidak memiliki pengaruh. "Tapi semua keputusan, bebas dieksaminasi. Dengan dilakukannya eksaminasi, akuntabilitas hukum bisa diperkuat," ujarnya.

Berbagai kelemahan dakwaan kasus David A Miaw yang ada, tim eksaminasi akhirnya merekomendasikan agar Kejaksaan meningkatkan profesionalitas aparatnya. Dan meminta Mahkamah Agung tidak menjadikan putusan perkara ini sebagai yurisprudensi dalam memberikan pertimbangan pemutusan perkara lain.

Raju F.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus