Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

10 Pesan dari Warsawa

Decalogue, film lama Krzysztof Kieslowski yang terdiri dari 10 seri, ditayangkan di Bentara Budaya, Jakarta.

19 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jangan dibuka sebelum saya mati. Anka, perempuan berusia 20 tahun itu, tercenung memegang surat berumur 18 tahun dari mendiang ibunya. Wasiat yang ditemukannya tak sengaja di laci itu membongkar sebuah rahasia. Michal, yang tinggal berdua dengannya semenjak ia balita, ternyata bukan bapak aslinya. Anka tergetar. Mengertilah ia mengapa selama ini ada perasaan berahi terhadap ayahnya. Dan di malam dingin itu ia telanjang di depan ayahnya.

Decalogue—dari bahasa Yunani, deka artinya sepuluh, logue dari kata logos, pesan ilahiah. Krzysztof Kieslowski, sutradara Polandia yang meninggal di usia 54 tahun (1996) karena sakit jantung, menafsirkan 10 perintah Allah  yang diterima Musa dalam problematik sehari-hari masyarakat Warsawa tahun 1980-an. Cerita elektra complex—hasrat seorang anak perempuan berhubungan seks dengan ayahnya—di atas, misalnya, adalah refleksi perintah keempat, Hormatilah bapak ibumu. Michal menolak tawaran tidur dengan "anak"-nya, dan Anka sadar.

Kieslowski bukan seorang pengkhotbah. Decalogue—film yang semula untuk serial televisi Polandia—dengan durasi tayang masing-masing 60 menit ini, menampilkan pesan-pesan Bukit Sinai secara halus. Tafsir atas perintah ke-6, Jangan berbuat zina, misalnya, puitis. Seorang remaja pegawai kantor pos bernama Tomek selama setahun dengan teropong mengintip apartemen di seberang apartemennya.

Di situ tinggal seorang wanita bernama Magda. Dari lensa bisa terlihat Magda berpagut, telanjang, berganti laki setiap hari. Magda terperangah ketika akhirnya tahu ia diintip. Ia mengundang Tomek ke apartemennya. Kimononya dibuka, tapi sang remaja justru kecewa, karena yang dicarinya cinta sejati. Ia mencoba bunuh diri—mengiris nadinya. Merasa bersalah, kini giliran Magda yang tiap hari meneropong, mencari tahu nasib Tomek.

Warsawa era komunis mungkin sebuah paradoks. Di satu sisi, pemerintah cenderung mengekang kehidupan beragama, tapi dari situlah lahir Paus Yohanes Paulus II. Kieslowski dianggap menambah paradoks itu. Ia sendiri dikenal benci terhadap sesuatu yang berbau organisasi, termasuk gereja. Tapi, seperti dipantulkan dalam film-filmnya, ia percaya ada suatu kekuatan yang mutlak, kekal yang bukan nisbi. Kekuatan inilah yang membimbing atau memperingatkan, baik yang agnotis maupun taat.

Untuk menafsirkan pesan pertama—Jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu—misalnya, Kieslowski bercerita tentang ilmuwan yang percaya bahwa kalkulasi eksak adalah segala-galanya. Kepada anaknya, ia mendemonstrasikan bagaimana komputer mampu memprediksi dengan tepat kapan salju membuat kolam beku, mengeras, hingga bisa dipakai ski. Ternyata perhitungannya salah. Saat anaknya main, terperosok. Mati. Sang ilmuwan ke gereja, melempar altar. Lilin meleleh membuat Bunda Maria seperti meneteskan air mata.

Perintah kedua, Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat. Tokoh utamanya seorang wanita hamil. Suaminya tergolek sakit parah di rumah sakit. Bayi yang dikandung Dorota, tokoh itu, adalah hasil hubungannya dengan  lelaki lain. Dorota bertanya ke dokter, adakah suaminya bisa sembuh. Bila sembuh, ia akan menggugurkan kandungan. Namun, bila meninggal, ia akan memilih melahirkan. Dokter bersumpah atas nama Tuhan, sang suami tak ada harapan. Namun yang terjadi sebaliknya. Akhirnya baik bayi maupun suami Dorota keduanya selamat.

Ada yang menganggap atmosfer Gereja Ortodoks Timur—yang menekankan misteri—sangat mempengaruhi Kieslowski. Beberapa shoot-nya terasa lamban, menggiring ke perenungan. Lanskap selalu murung dengan jalan dan apartemen sepi tertimbun salju. Yang khas dalam filmnya, saat setiap tokoh bimbang—untuk mengambil keputusan yang sulit—tiba-tiba seorang tak dikenal melintas. Mereka bertatapan mata. Banyak penggemar Kieslowski menganggap itu simbolisme hati nurani atau  malaikat.

Teolog Hans Kung pernah menulis sebuah risalah tebal lebih dari 800 halaman berjudul Does God Exist? Ia mengupas habis ateisme atau nihilisme. Dan menghantam balik pemikiran dari Nietzsche, Marx, sampai Freud. Kieslowski, seorang yang disebut selalu menjauh dari keramaian, suka menyendiri di sudut, mengepulkan asap rokok, merenungkan gumpalan-gumpalan asapnya, tak bermaksud menghajar dengan martil. Tapi filmnya dengan indah menyuarakan amanat itu.

Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus