Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gula Pahit Nurdin Halid

Nurdin Halid resmi jadi tersangka kasus impor gula ilegal. Masihkah dia perkasa?

19 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKAN lalu, pekan yang jungkir-balik bagi Andi Muhammad Nurdin Halid. Pada Senin, pengurus koperasi yang kontroversial ini menerima panggilan polisi sehingga gagal menghadiri perayaan keramat lembaganya, Hari Koperasi 12 Juli. Pada Kamis, mengabaikan isu keterlibatannya dalam kasus impor gula ilegal, Dewan Koperasi Indonesia kembali memilihnya jadi ketua umum untuk masa jabatan kedua. Namun, keesokan harinya, polisi resmi menyatakan dia menjadi tahanan dalam kasus yang menggemparkan itu. Setelah interogasi maraton selama 10 jam pada akhir pekan lalu, polisi akhirnya mengubah status Nurdin dari sekadar saksi menjadi tersangka. Menurut Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Polisi Suyitno Landung, polisi menilai Nurdin bertanggung jawab atas impor gula ilegal puluhan ribu ton. Polisi mengatakan, selaku Ketua Induk Koperasi Unit Desa (Inkud), Nurdin mengetahui adanya perjanjian impor haram yang dilakukan lembaganya meski tidak memberikan perintah langsung. "Dia kan ketua umumnya," kata Suyitno. Nurdin tidak sendirian. Polisi telah menetapkan delapan tersangka lain, salah satunya Kepala Divisi Perdagangan Inkud, Abdul Waris Halid, yang tidak lain adik kandung Nurdin sendiri, yang sudah terlebih dulu ditahan. Kasus impor gelap ini terungkap pada pertengahan Juni lalu, setelah kunjungan Menteri Perindustrian Rini Soewandi ke sejumlah gudang impor di kawasan Tanjung Priok. Menteri Rini menemukan puluhan ribu ton gula asal Thailand. Padahal kementeriannya telah menghentikan kebijakan impor gula sejak 30 April 2004. Menurut polisi, jumlah gula yang tersimpan di gudang tersebut ada sekitar 88 ribu ton. Siapa pengimpornya? Direksi PT Megaraya Sejahtera, salah satu dari lima perusahaan yang tergabung dalam konsorsium pengimpor gula, hanya mengakui memiliki 32 ribu ton dari jumlah total tadi?dan perusahaan ini bisa menunjukkan bahwa gula itu diimpor sebelum 30 April serta sesuai prosedur. Siapa pemilik sisanya? Ada sejumlah indikasi bahwa gula ini diimpor Inkud. Namun, dalam sebuah acara dengar pendapat dengan Komisi Perdagangan dan Perindustrian DPR, Nurdin tegas mengatakan itu bukan milik lembaganya. Dan kepada TEMPO saat Musyawarah Nasional Koperasi XVI di Jakarta, Selasa pekan lalu, Nurdin mengatakan gula itu milik Jack Tamin, salah satu tersangka yang kini buron. Arum Sabil, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, yang merasa dirugikan kebijakan impor gula, yakin timbunan gula itu milik Inkud. Arum menunjukkan setumpuk dokumen yang, menurut versi dia, menunjukkan pembelian 56 ribu ton gula oleh Inkud dari PT Phoenix Commodities, Thailand. Arum juga menyebut adanya pengakuan dari Phoenix bahwa Inkud baru membayar 15 persen saja gula itu. Salah satu dokumen menunjukkan impor ini didanai Standard Chartered Bank dan diawasi oleh PT Sucofindo. Tapi kenapa ilegal? Meski pembelian ditandatangani pada Maret 2004, yakni sebelum impor dilarang, Inkud bukanlah lembaga yang memiliki lisensi impor gula berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Pemilik lisensi sah adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X. Dalam hal ini, Inkud dinilai telah melangkahi peran PTPN dengan melakukan pembelian langsung ke perusahaan asing. Ketika masa impor gula dihalalkan, PTPN memang menggandeng Inkud sebagai pelaksana impor, dan pada gilirannya Inkud menggandeng konsorsium sebagai penyandang dana. Impor pertama sebanyak 32 ribu ton dilakukan setahu PTPN. Namun, meski ada lampiran perjanjian impor yang melibatkan PTPN untuk impor 56 ribu ton selebihnya, dokumennya diduga palsu. Atas sangkaan pemalsuan dokumen inilah polisi menahan Abdul Waris Halid. Dan atas dugaan bahwa sang kakak merestuinya, polisi pun menahan Nurdin. Direktur II Ekonomi Khusus Mabes Polri, Brigadir Jenderal Samuel Ismoko, mengatakan bahwa Nurdin ditahan berdasarkan keterangannya selama diperiksa. "Dokumen yang ada dan kesaksiannya menjadi bukti awal untuk menahan Nurdin," katanya. "Inkud harus bertanggung jawab, dan orang yang paling bertanggung jawab adalah ketua umum," ujar Suyitno. Edison Betaubun, pengacara Nurdin, mengatakan penahanan kliennya tidak punya dasar. Edison mengatakan kliennya tidak mengetahui adanya perjanjian jual-beli gula impor secara langsung antara Inkud dan PT Phoenix. "Itu urusan teknis yang ditangani direksi Inkud," katanya. Menurut Edison, Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi memisahkan wewenang dan tugas pengurus dari direksi. "Nurdin hanya salah seorang pengurus yang menjabat ketua Inkud," katanya. Arum sebaliknya menyambut baik penahanan Nurdin. Bagi Arum, impor gula ilegal itu telah menyebabkan kerugian ganda: merugikan petani karena membuat harga gula jatuh dan membuat negara tidak memperoleh pajak semestinya dari impor tadi. Selaku pengurus Inkud, kata Arum, Nurdin harus bertanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan direksi, apalagi direksi itu adiknya sendiri. "Sangat naif jika pengurus tidak tahu soal ini," katanya. Namun Nurdin bukan orang yang mudah dikalahkan. Selama ini dia tak hanya bisa menunjukkan reputasi sebagai Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia saja. Ibarat kiper andal, dia telah berkali-kali menyelamatkan gawang dengan langkah akrobatiknya. Akankah kali ini dia gagal? Sukma N. Loppies, Martha Warta (TNR)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus