Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dari seberang rumah kapolda

Puang Ngati, 50, yang menumpang di rumah Baiduri Aco, 40, ujungpandang, dirampok dan dibunuh. Para tersangka adalah penghuni rumah itu sendiri.(krim)

2 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU pembunuhan yang disertai perampokan Itu terjadi di tempat lain, barangkali polisi tak akan begitu gusar. Tapl, kejadian itu Justru terjadi di sebuah rumah yang hanya berseberangan jalan dengan kediaman resmi kapolda Sulawesi Selatan Tenggara (Sulselra) di Jalan Bongaya, Ujungpandang. Polisi, jadinya, seperti diledek dan ditantang. Di sebuah kamar dalam rumah besar tersebut, Puang Ngati, 50, ditemukan tewas dengan luka-luka di kepala. Alis wanita itu sobek, bawah telinga kiri terluka cukup dalam dan ubun-ubunnya memar. Bekas pecahan batu bata, yang diduga digunakan untul memukul korban, terserak di lantai. Semua laci dan lemari dalam kamar ditemukan terbuka, dan perhiasan, berupa emas berlian senilai Rp 20 juta, lenyap. Teka-teki kemudian muncul. Sebab, sekitar pukul 10.30, polisi datang menjumpai mayat sudah dalam keadaan kaku. Artinya korban sudah tewas cukup lama. Padahal, pada pukul 08.00, Kamis 7 Februari itu, ia dijumpai masih hidup. Bahkan, menurut Ridwan, 20, yang melapor kepada petugas jaga rumah dinas Kapolda bahwa telah terjadi pembunuhan dan perampokan, korban juga masih segar bugar pada pukul 09.30. Polisi curiga, itu hanya semata kasus perampokan. Sebab, ternyata, perhiasan yang dipakai korban masih utuh. Di rumah itu Puang Ngati hanya menumpang sejak beberapa saat sebelumnya. Si pemilik rumah adalah Nona Baiduri Aco Benya, 40, sekretaris kepala stasiun TVRI Ujungpandang. Emas perhiasan yang hilang, semua miliknya. Ia memang dikenal cukup berada, mempunyai mobil, tanah, rumah dan hotel di Majene. Meski famili jauh, Ngati diterima menumpang di rumahnya. Di hari kejadian, kata Baiduri, ia meninggalkan rumah pada pukul 08.00 dan menyaksikan bahwa korban waktu itu masih hidup. Keterangan Baiduri dinilai masuk akal. Tapi polisi agak meragukan keterangan Ridwan, yang mengaku melihat korban masih hidup pada pukul 09.30, saat ia meninggalkan rumah. Pada jam itu, Ridwan, seorang mahasiswa, pergi ke pasar untuk membeli telur dan sempat mampir ke tempat lain sehingga sekitar satu jam kemudian baru kembali. Pada saat kembali itulah, katanya, ia menjumpai korban sudah tewas, sehingga ia melapor kepada petugas jaga di rumah dinas Kapolda. Ridwan memang layak dicurigai. Pemuda itu baru beberapa hari menetap di rumah Baiduri. Ia datang dari Majene dan mengatakan kepada Baiduri, yang masih ada hubungan famili, bahwa ia disuruh membeli lemari es oleh orangtuanya. Ia menginap di situ, dan Baiduri menjanjikan akan ikut membantu mencarikan lemari es yang cocok. Menurut informasi yang sampai ke polisi, Ridwan itu dulunya anak nakal, yang pernah dikeluarkan dari sekolah. Ridwan, bersama tiga tersangka lain yang menetap di rumah itu, kini memang ditahan polisi. "Kuat dugaan, pelaku perampokan dan pembunuhan itu orang dalam sendiri. Sebab, kalau orang luar, petugas jaga di kediaman Kapolda tentu akan melihat ada orang keluar masuk di rumah yang hanya berseberangan jalan," tutur sebuah sumber. Dugaan diperkuat dengan penemuan kotak tempat perhiasan dari dalam sumur di rumah tersebut. Kalau orang luar, mengapa membuang kotak di sana? Penemuan lain yang cukup berharga adalah potongan rambut serta celana jin yang penuh bercak darah. Belum diketahui apakah bercak darah itu berasal dari darah korban atau bukan. Sedangkan potongan rambut, "Telah kami kirimkan ke Labkrim Mabes Polri untuk diteliti," ujar kepala Poltabes Ujungpandang, Kolonel A.M. Hasanuddin. Sedangkan sidik jari yang banyak dijumpal di lemari dan sekitarnya, ternyata, semuanya sidik jari Baiduri. "Sudah tentu, karena saya 'kan yang empunya lemari," ujar Baiduri. Meski Ridwan dan tiga tersangka lain kini terus diperiksa, polisi belum bisa menyimpulkan bagaimana pembunuhan dan perampokan itu terjadi, juga motifnya. "Ini kasus berat," ujar Hasanuddin mengakui. Diharap, bila tersangka lain yang kini menghilang, Bambang, sudah ditemukan, kasus bakal bisa terungkap jelas. Sebab, Bambang, yang juga tinggal di rumah tersebut, diduga tahu banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus