Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Duel di pasar atas

Serda polisi Afrizal, 22, dan Yasmino, 27, bekas tentara saling tembak di jembatan pasar atas Bukit Tinggi. keduanya tewas. (krim)

2 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEDUANYA berpistol, sama-sama waspada, dan berhadapan dalam jarak satu meter. Tak lama kemudian, salah seorang di antara kedua pria itu menarik senjatanya, dan menembak. Serentetan peluru, tak ayal lagi, menghunjam ke tubuh lawan di depannya. Tapi lawan tak tinggal diam. Dengan gerak refleks ia membalas. Sedetik kemudian, keduanya rebah, sama-sama terluka, sama-sama tewas. Tembakmenembak ala Jango itu terjadi dinihari, Minggu, dua pekan lalu. Tempatnya persis di bawah jembatan penyeberangan yang menghubungkan Pasar Atas dan Pasar Bawah, Bukittinggi, Sumatera Barat. Latar belakang duel maut sampai Sabtu pekan lalu masih diselidiki. Yang sudah jelas diketahui bahwa salah seorang di antara mereka adalah bekas tentara. Namanya Yasmino, alias Yasi Fitra Sono, berusia 27 tahun. Ia tewas dengan luka di kening. Sedangkan lawannya, yang tertembak di dada dan pipi kanan, tak lain Sersan Dua Afrizal, 22, komandan pos polisi Pasar Atas di kota yang berhawa dingin itu. Senjata api Colt 38 yang menewaskan Afrizal, ternyata milik seorang oknum polisi di Padangpanjang, yang dipinjam Yasmino. Oknum tadi, Bhayangkara Satu Efendi, kini ditahan. Seorang jaksa juga dari Padang-panjang, Fauzi, turut diperiksa karena sepeda motor yang dinaiki Yasmino waktu diusut-usut ternyata miliknya. Meski duduk soal sebenarnya belum terang betul, berdasarkan informasi yang dapat dirangkum, menurut kepala Seksi Intel Polda Sumatera Barat, Letkol Agusman Djumadi, Afrizal jelas ditembak lebih dulu. Hal tersebut dikuatkan oleh kesaksian Suhendro alias Eng, 24, yang pada saat kejadian melintas di jembatan penyeberangan. Peristiwa yang jarang terjadi itu kira-kira bisa direkonstruksikan sebagai berikut. Malam itu, Afrizal membantu razia terhadap orang-orang yang dicurigai. Kebetulan, menurut kepala Polsek Bukittinggi, Kapten M. Faizal, belakangan itu di wilayahnya sering terjadi pencurian. Pada sekitar pukui 02.00 Afrizal meninggalkan pos Pasar Atas. Kepada sejawatnya, ia menyatakan akan pulang sebentar ke asrama Simpang Mandiangin, yang berjarak 1,5 km. Saat meluncur dengan sepeda motornya, Afrizal berpapasan dengan seorang pengendara sepeda motor lain. Ia curiga, karena sepeda motor itu tak berlampu, sementara pengendaranya melindungi diri dengan kain sarung. Afrizal mengejar, ketika sepeda motor itu tak mau disuruh berhenti. Persis di bawah jembatan Pasar Atas, ia bisa menyalip. Ia menanyakan surat-surat motor dan menyoal mengapa mengendarai di malam hari tanpa menyalakan lampu. Yasmino, begitu kabarnya seperti sempat didengar Eng, menjawab kesal, "Lampu rusak, SIM dan STNK tak ada, kendaraan ini pinjaman. Apa perlunya memeriksa saya?" Lalu, terdengar bunyi tembakan, dan Afrizal rebah. Namun, polisi muda yang berkulit kuning dan bertubuh tinggi, 173 cm, balas menembak hingga Yasmino ikut tersungkur. Menurut Kapten Faizal, Afrizal selama ini dikenal sebagai polisi yang memiliki disiplin tinggi, dan cukup bisa diandalkan. "Banyak tugas yang dibebankan kepadanya, dan selalu beres," kata Faizal. Itu sebabnya ia dimakamkan di taman pahlawan dan naik pangkat menjadi sersan satu anumerta. Anak sulung dari enam bersaudara itu juga dikenal periang dan pintar bergaul. "Sore hari sebelum ia meninggal, seperti biasa, kami bergurau, sampai sebuah kursi patah," tutur seorang teman korban. Dan siapa Yasmino? Pria bertubuh kekar berkulit hitam itu, menurut sebuah sumber, dulunya pelaut dan sering berlayar ke luar negeri. Ia dikabarkan bisa berbicara dalam 11 bahasa, meski patah-patah. Pada 1980 ia masuk dinas tentara di Padang, dan sebagai prajurit ditempatkan di Batalyon 133 Yudha Sakti, Padangpanjang. Tapi tahun berikutnya, 1981, ia dipecat karena sering melakukan tindak indisipliner dan suka berkelahi. Tak begitu jelas apa kesibukannya selepas menjadi tentara. Yang mencurigakan, di rumahnya ditemukan sebuah alat peredam suara senjata api. Ada lagi beberapa tiket pesawat dengan nama berbeda-beda. Masih diselidiki apakah benda-benda tersebut ada hubungannya dengan tindak kejahatan atau tidak. Istrinya, Erni, yang bekerja di rumah sakit Achmad Muchtar, Bukittinggi, tak tahu banyak kegiatan suaminya. Terlebih karena belakangan itu Yasmino terpikat adik Bharatu Efendi, yang meminjamkan pistol itu. Menurut sumber TEMPO, Yasmino dengan Efendi cukup akrab. Itu bermula ketika Yasmino, yang dikenal sebagai dukun, berhasil mengobati istri Efendi. Dan sejak itu Efendi berada di bawah pengaruh sang dukun. Ia, misalnya, enak saja meminjamkan pistolnya kepada Yasmino dengan alasan untuk diberi jampi-jampi. Dengan pistol yang sudah "diisi", Efendi ditanggung akan berwibawa dan disayangi atasannya. Tanpa ia harus mencabut pistol dari sarungnya, penjahat ditanggung bakal menyerah. "Efendi mengaku sudah lima kali meminjamkan pistol kepada Yas," kata sebuah sumber. Kuat dugaan, pistol itu oleh Yasmino di gunakan untuk melakukan tindak kejahatan. Mungkin diluar Bukittinggi atau Padangpanjang, karena, sejauh ini, di sana namanya tak pernah tercatat sebagai orang yang patut dicari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus