Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Oh, jamal

Jamal, 35, penduduk majene, Sul-Sel, membunuh anak kandungnya sendiri, Amri. Sedangkan Arsyad, 9, luput dari maut. Diduga jamal sedang mempelajari ilmu tertentu. (krim)

2 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDENGAR suara ribut-ribut d belakang rumahnya, Jamal menghampiri. Di sana, sekelompok anak ramai berceloteh, sambil membakar sesuatu. "Apa yang kalian lakukan?" tanya Jamal. Seseorang menjawab, "Membakar ubi kayu." Wajah Jamal, di keremangan malam selepas magrib itu, berubah nyalang. Ia mengamati wajah anak-anak satu per satu. Dari keremangan nyala api, ia melihat wajah anaknya Amri, yang berusia tujuh tahun. Tanpa berkata sepatah pun, ia menghunus parang yang dibawanya, kemudian, "Kkhhh . . . !" Leher anak itu disembelih. Sebelum anak-anak sadar apa yang terjadi, Jamal telah menangkap Arsyad, 9, kakak Amri yang berkerudung kain sarung. Parang nyaris pula berayun. Tapi, untung, Arsyad bisa meloloskan diri, sehingga yang disembelih ayahnya hanyalah kain sarungnya. Anak-anak yang lain bubar berlarian. Perkampungan nelayan Desa Bonde di Majene, Sulawesi Selatan, Selasa dua pekan lalu itu pun geger. Jamal, 35, anehnya tenang saja. Ia membopong Amri yang sudah tewas berlumuran darah ke rumah dan membaringkannya di atas lembaran plastik. Sebelumnya, saat ada seseorang yang mencoba mendekati Jamal berteriak: "Jangan kemari. Bukan Jamal yang membunuh, tapi setan !" Beberapa saat kemudian polisi datang. Tanpa melawan, petani yang juga nelayan itu menyerah ditangkap."Ini kasus pembunuhan yang langka," ucap Kapten I.N. Suwenda, wakil kapolres Majene kepada TEMPO. Ia belum bisa memastikan mengapa Jamal sampai begitu nekat menyembelih anak sendiri, yang di sekolahnya, SD Babobulo, selalu menduduki peringkat pertama. Menurut sang istri, sejak empat bulan lalu Jamal mulai menunjukkan keanehan. Ia sering berhari-hari pergi ke gunung dan bersembunyi di gua-gua. "Tempatnya selalu berpindah dan di sana ia duduk tepekur serta wajahnya agak menengadah," ujar Syahruddin, saudara sepupu Jamal. Di rumah, Jamal tak kurang aneh. Pulang melaut atau mencangkul, ia mengurung diri dalam bilik. Ia pantang bergaul dan sebisa-bisanya menghindari pertemuan dengan tetangga atau kerabat. Ia juga sangat tak suka mendengar suara ribut-ribut. Itu sebabnya ia cukup bersembahyang di rumah dan tak pernah ke masjid, karena, seperti dikatakannya, "Di sana banyak orang." Ada yang menduga, Jamal sedang mempelajari ilmu aliran tertentu, yang memang banyak dianut orang di Sulawesi Selatan. Tapi istri dan kerabatnya membantah. Belum pernah terdengar, memang, ada aliran tarekat yang mengajarkan untuk menyembelih anak. Sakit saraf? Setiap hendak diperiksa polisi, kata Suwenda, Jamal memang seperti orang lemas dan terus menggeleng-gelengkan kepala. Anehnya, "Di hadapan tahanan lain sikapnya biasa saja. Wajar," kata Suwenda. Oh, Jamal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus