Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Teka-teki di masalembo

KM Nusantara yang nyaris tenggelam dan ditinggalkan nakodanya ditarik kapal Osprey dan Westerntor di perairan masalembo. TNI AL Surabaya turun tangan untuk menyelamatkan kapal tersebut. (krim)

2 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KASUS KM Nusantara, yang nyaris tenggelam dan kemudian ditarik kapal lain, masih diliputi teka-teki. PT Maskapai Pelayaran Pulau Laut (MPPL), pemilik kapal berbobot mati hampir 3.000 ton itu, menuduh kapal Osa Osprey dan juga Western Tor membajak kapalnya tersebut. Buktinya, KM Nusantara, yang mencapai kemiringan sampai 60 itu, dihela sampai sejauh 50 mil laut dari Perairan Masalembo di sekitar tempat tenggelamnya KM Tampomas II menuju laut bebas. Sedangkan, menurut pihak PT Aquaria Shipping yang mengageni kedua kapal yang dituduh membajak, KM Nusantara justru hendak diselamatkan. "Menurut peraturan pelayaran internasional, kapal lain wajib menolong - diminta atau tidak - bila menjumpai kapal yang mengalami kesulitan. Apalagi kapal tersebut sudah di tinggalkan semua awak, termasuk nakodanya," ujar sumber di Aquaria Shipping kepada TEMPO di Jakarta. Musibah atas KM Nusantara, menurut Slamet Sarojo, 53, dirut MPPL, dimulai pada Kamis 14 Februari lalu. Kapal yang dinakodai Max Kaaro dengan 18 awak kapal itu terserang badai besar pada jarak sekitar 12 mil dari Pulau Keramian di Laut Jawa. Kapal buatan tahun 1980 itu miring ke kanan sampai 60, dan Nakoda Max bersama semua anak buahnya lalu meninggalkan kapal, yang dikhawatirkan bakal tenggelam. Saroja, yang mendapat laporan, memutuskan untuk melihat langsung posisi dan keadaan kapal yang ketika itu mengangkut muatan umum - termasuk beberapa mobil - seberat 2.000 ton. Kapal yang dalam pelayaran Surabaya-Balikpapan itu dari atas helikopter tampak sedang dihela kapal Osa Osprey yang lebih kecil. Mulanya, kata Sarojo, ia menduga KM nusantara sedang ditolong. Itu sebabnya, la melempar handuk ke atas Osprey, sebagai.tanda gembira. Sarojo dan rombongan kemudian mendarat di Pulau Masalembo Besar dan naik kapal Mammoth Tide menghampiri KM Nusantara. Setelah dekat, terlihat bahwa Nusantara ternyata ditarik dari buritan, yang secara teknis tak bisa dibenarkan. Nakoda Osprey dikontak, kata Sarojo, dan jawabannya sungguh mengagetkan. "Berdasarkan hukum internasional, kapal ini telah menjadi milik kami, karena ditemukan dalam keadaan tanpa awak," ujar nakoda Osprey. Sia-sia Sarojo menjelaskan bahwa kapal Nusantara adalah miliknya. Sayang, hari itu ia tak blsa melanjutkan pengejaran, karena Mammoth Tide harus kembali ke Masalembo Besar. Esok harinya, 18 Februari, Sarojo mengontak TNI AL Surabaya, lalu mengancam Osprey agar menghentikan menghela Nusantara. Kalau tidak, ia menggertak bahwa Osprey bisa dibom, karena pihak keamanan sudah dikontak. Ketika itu, anehnya, yang menghela Nusantara bukan lagi Osprey melainkan kapal lain, Western Tor. Asisten Operasi Daeral IV, Kolonel AL Suharyono, akhirnya bisa menghubungi nakoda Western Tor. Ketika ditanya, "Nakoda mengaku bukan hendak membajak, melainkan ingin menyelamatkan KM Nusantara," begitu katanya, seperti yang kemudian didengar Sarojo. Namun, bos PT MPPL, anak perusahaan PT Bahana Utama Line, tak yakin pada pengakuan itu. "Kalau hendak menyelamatkan, mengapa dibawa arah ke Ujungpandang yang berjarak 700 mil lebih? Ke Surabaya lebih dekat, hanya 126 mil, atau ke Masalembo lebih dekat lagi, 12,7 mil," katanya. Lagi pula, mengapa bendera Merah Putih di KM Nusantara diganti dengan bendera Singapura? Juga beberapa barang di kapal tersebut, kata Sarojo, ternyata hilang. Tentu dilakukan tangan manusia. Itu bisa diketahui dari tangga kanan dalam keadaan terbuka. Sampai pekan lalu, Dirjen Perhubungan Laut belum bisa menyimpulkan kejadian di atas: pembajakan atau bukan. Katakanlah, Osprey dan Western Tor memang hendak menolong. Tapi, kata sumber di Surabaya, semestinya nakoda kapal itu mengontak syahbandar setempat untuk apa yang hendak dikerjakannya. Hal itu ternyata tak pernah dilakukan. Nakoda KM Nusantara pun tak luput dari kesalahan. Bersama anak buahnya begitu cepat meninggalkan kapal, suatu hal yang menurut aturan tak bisa dibenarkan. Sumber TEMPO di Surabaya juga menyatakan keheranannya bahwa KM Nusantara bisa sampai miring 60. "Pasti ada yang tak beres. Mustahil karena muatan yang 2.000 ton itu bergeser kapal bisa sampai semiring itu. Ini kasus yang sangat jarang," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus