Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dendam Pemilik Ayam

Ngamidi dibunuh 10 tetangganya di dukuh mundu, sragen. dibuang ke sungai bengawan solo. motifnya, karena obat hama di sawah korban sering membunuh ayam tetangga. ada keganjilan ketika rekonstruksi. (krim)

19 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PULANG dari ngopi di warung, Ngamidi dicegat 10 tetangganya. Tiga orang langsung mengirimkan kepalan kepada pensiunan guru agama berusia 60 itu. Ngamidi pun terjungkal dari sepedanya, seorang yang dituduh sebagai pimpinan lalu mencekik Ngamidi. Itulah salah satu adegan rekonstruksi pembunuhan Ngamidi, di Dukuh Mundu, Desa Gedongan, Sragen, Jawa Tengah, awal April lalu. Kejadian yang sebenarnya itu sendiri terjadi di malam hari, 18 Desember tahun lalu. Dan pada kejadian sebenarnya, sepeda Ngamidi lalu dibawa ke Solo oleh salah seorang dari 10 pencegat itu, dijual laku Rp 30.000. Yang ganjil dari pengusutan perkara ini yaitu, hingga rekonstruksi dilakukan, mayat Ngamidi, yang konon dibuang ke Sungai Bengawan Solo belum ditemukan. Menurut para tersangka, setelah Ngamidi tewas, mayatnya dipikul dengan sebatang bambu bak hewan buruan, lalu diberati batu dan ditenggelamkan ke sungai itu tadi. Untuk sementara, sebab pembunuhan ini tampaknya sepele. Yakni, para tersangka merasa dirugikan oleh Ngamidi dalam beberapa tahun belakangan ini. Yakni, obat semprot hama yang digunakan orang tua kurus semampai itu, konon, sering kali menyebabkan ayam-ayam yang masuk sawahnya lalu mati keracunan. Kebetulan, sawah korban, hanya sepetak atau sekitar 0, 125 ha, paling dekat dengan kampung. "Sudah puluhan ayam saya mati karena Ngamidi mengobati sawahnya," tutur Wiryadi, yang salah seorang anaknya ikut menjadi tersangka. Dan karena ada beberapa orang yang merasa seperti Wiryadi itu, suatu hari, menurut pengakuan para tersangka kepada polisi, mereka merencanakan membunuh Ngamidi. Samidi sendiri, menurut Salamah, 40, istri keduanya - yang pertama diceraikannya jarang di rumah. Suaminya itu lebih sering tidur di sawah, karena banyak pengganggunya. Soal ayam mati, memang pernah ada, "tapi hanya seekor dan sudah diganti," kata Salamah yang sakit-sakitan setelah tahu suaminya dibunuh. Sebenarnya, ketika rencana dirundingkan, dan pembunuhan dilaksanakan ada dua anak dukuh itu yang mengetahuinya. Tapi karena diancam, mereka itu tak berani bicara kepada siapa pun. Baru ketika Parminto, Maret lalu, kembali ke Dukuh setelah pergi ke Medan sejak awal tahun, pembunuhan tercium baunya. Parminto begitu pulang tiap hari sesumbar, Ngamidi yang sombong dan congkak mengapa tak muncul. Ketika itulah dua anak itu melaporkan yang dilihatnya tempo hari, si bapak lantas lapor polisi, dan seterusnya. Kini 7 orang ditahan polisi, dua orang yang masih duduk di kelas terakhir SD, masing-masing berusia 15, atas tanggungan orangtua dan kepala sekolah mereka berstatus tahanan luar, agar bisa mengikuti Ebtanas. Seorang lagi masih buron, konon berada di Medan. Toh, belum semua liku-liku kasus ini terjelaskan. Bila cuma perkara ayam, agak meragukan bila hanya sawah Ngamidi yang menyebabkan ayam mati. Memang ada soal lain, yang hanya diomongkan diam-diam. Yakni, pensiunan guru itu mata keranjang. Bila ia mengincar seorang wanita, kata sumber TEMPO, semua permintaan wanita itu akan dipenuhinya. Tapi semua itu memang masih dugaan. Pengadilanlah nanti yang mesti memutuskan benar tidaknya rekonstruksi kasus ini. Dan adakah sidang perkara mesti menunggu mayat Ngamidi ditemukan, atau tidak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus