Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Miryam S. Haryani keberatan dengan tuntutan delapan tahun bui oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Terdakwa pemberi kesaksian palsu dalam perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP itu mengungkap sejumlah fakta persidangan yang menurut dia diabaikan jaksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, Miryam menyayangkan rekaman penyidikan terhadapnya yang hanya berdurasi dua menit. “Saya sudah beberapa kali minta agar diputar seluruhnya di persidangan, rekaman sekitar delapan jam,” kata Miryam seusai mendengar tuntutan dari jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin, 23 Oktober 2017.
Baca: Miryam S. Haryani Dituntut 8 Tahun Penjara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika seluruh rekaman diputar, ujar Miryam, jaksa dan hakim akan bisa melihat bukti tekanan terhadap dirinya selama penyidikan. “Sekarang saya serahkan kepada Tuhan sajalah,” ujarnya.
Senin kemarin, jaksa KPK menuntut Miryam dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia dituntut bersalah karena telah memberikan keterangan palsu selama persidangan. Ia pun dijerat dengan pasal 22 juncto pasal 35 ayat 1 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mantan anggota Komisi Pemerintahan DPR RI periode 2009-2014 itu didakwa memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi dalam sidang terdakwa korupsi e-KTP, yaitu Irman dan Sugiharto.
Saat menjadi saksi, Miryam mencabut semua keterangan yang pernah diberikan dalam berita acara pemeriksaan penyidikan (BAP). Ia mengakui telah mengarang cerita saat diperiksa oleh tiga penyidik KPK yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan MI Susanto. Alasannya, kata Miryam, ia merasa stres dan tertekan kala diperiksa penyidik.
Baca juga: Miryam S Haryani Mengaku Mengarang Isi BAP
Keberatan kedua adalah keterangan salah satu psikolog yang menyatakan Miryam mendapat tekanan dari luar. Miryam mengutip keterangan dari psikolog forensik Reni Kusumowardhani saat bersaksi dalam persidangan pada Selasa, 19 September 2017.
Dalam persidangan perkara e-KTP, Reni memang menyampaikan bahwa Miryam mendapat tekanan. Namun tekanan yang sebenarnya dimaksud adalah beban pikiran dari luar sebelum penyidikan, bukanlah saat proses penyidikan.
Datang ke Pengadilan Tipikor menggunakan batik kuning bermotif bunga, Miryam menunggu persidangan yang baru dimulai sekitar pukul 20.30. Ia mantap menyatakan, “jangankan terdakwa, jadi tersangka saja saya tidak pantas, semua keberatan akan saya sampaikan di pledoi.”