OKNUM polisi semakin gampang saja mencabut pistol dari sarungnya. Akibatnya, seorang sopir bis ANS trayek Padang-Pekanbaru Husni Januar, Senin pagi pekan lalu, tewas seketika berlumuran darah. Peluru dari pistol Sersan Dua P. Sihombing, anggota Polres Pariaman, menembus pipi kiri korban hingga kepala bagian belakang. Semula bis ANS trayek Padang-Pekanbaru yang dikemudikan sopir kedua, Irwan berjalan pelan. Sebelum masuk pasar Sicincin, sopir berusia 30 tahun itu menghentikan kendaraannya untuk mengambil penumpang. Namun, sebelum mobil bergerak maju, muncul anggota polantas, Sihombing. "Kau tak lihat itu ada tanda 'S', kok berhenti di sini," tegur Sihombing. Irwan segera turun memperlihatkan surat kendaraan dan SIM-nya. "Saudara tahu kesalahan Saudara. Mau diselesaikan di sini atau ditilang?" kata Sihombing, seperti ditirukan Irwan. Anggota polisi ini lalu menawarkan uang damai Rp 5.000. Tapi Irwan cuma sanggup Rp 2.500. Karena perdebatan berlangsung agak lama, penumpang mulai gelisah. Irwan pun tak sabar. "Kalau Bapak tidak mau, apa boleh buat," katanya, sambil naik ke bis dan langsung menjalankan bisnya. P. Sihombing, yang menurut penduduk setempat suka ugal-ugalan, rupanya penasaran. Polisi itu segera naik sepeda motor dan mengejar bis ANS, yang pergi seenaknya. Ia berhasil menghadang bis tersebut. Karena bisnya terhadang, kernet bis Hen alias Unyil turun menyambut Sihombing. Tapi ia malah kena tampar. "Kau tahu siapa aku, panggil sopirmu," kata Sihombing dengan mata merah. Irwan, yang melihat kernetnya kena tampar, langsung mendekati Sihombing. "Tak baik main pukul begitu, Pak. Kalau Bapak mau menilang, silakan," katanya ketakutan. Sihombing lalu menyeret sopir bis itu ke pekarangan pompa bensin tak jauh dari bis itu diparkir. Penduduk pun berkerumun menyaksikan petugas polantas itu marah-marah. Dia minta Irwan menyerahkan SIM-nya, tapi sopir itu menolak. "Kau bandel, ya? Kuhajar kau nanti," bentak Sihombing sambil menjambak kerah baju sopir bis itu. Tak sekadar itu, Sihombing lalu menendang dan mendorong Irwan sehingga sopir bertubuh kecil itu terguling dan menabrak motor milik polisi itu. Irwan, yang semakin ketakutan, kembali menawarkan prosedur tilang. "Kalau Bapak mau nilang, tilang saja," katanya sambil menyodorkan surat-surat kendaraannya. Sihombing tampak makin tersinggung. "Kau jangan main-main. Kutembak kepalamu nanti," bentaknya. Polisi anggota Polres Pariaman itu lalu mencabut pistol dari sarungnya dan langsung mengokang. Moncong pistol itu diarahkan ke muka Irwan. Sopir bis itu langsung beringsut ketakutan. Ketika itulah Husni Januar, 36 tahun, sopir pertama ANS, yang sedang giliran istirahat, turun dari bisnya. Merasa kenal dengan polisi ini, ia mendekati Sihombing. "Hei, Tulang (Paman), sudahlah. Tak baik dilihat orang kita ribut-ribut," ujar Husni menggunakan logat Batak. Ayah dua anak itu membujuk Sihombing. Namun, Sihombing makin galak. "Jangan sentuh aku. Aku tak main-main, kutembak kau," kata Sihombing sambil mengarahkan pistolnya ke muka Husni. Mendadak pistol itu menyalak. "Dor ...." Timah panas merobek pipi kiri Husni hingga tembus ke kepala bagian belakang. Husni langsung terkapar. Melihat korbannya bermandi darah, Sihombing kebingungan. Wajahnya tampak pucat di tengah-tengah kerumunan penumpang bis yang berbaur dengan massa. Untung, anggota polisi sektor Sicincin cepat turun tangan mengamankan. "Kalau tidak, polisi itu sudah dihajar massa," kata salah seorang penduduk yang ikut menyaksikan kejadian tragis itu. Begitu melihat temannya tergeletak, Irwan langsung lari menuju ke Markas Den POM ABRI di Padang. Hari itu juga, Komandan Den POM Korem Wirabraja, Letnan Kolonel CPM Makmur Nazir, memerintahkan anak buahnya mengambil Sihombing yang sudah diamankan Provos Polres Pariaman. Kapolda Sumatera Barat Kolonel M. Zahri Amin membantah anak buahnya sembarang tembak dan melakukan pungli (pungutan liar). Penembakan itu terjadi, katanya, karena sopir bis tersebut berusaha merampas pistol polisi. "Bahkan satu kali tembakan peringatan tak dihiraukan korban." kata Kapolda pada wartawan sehari setelah kejadian. Menurut cerita Kapolda, ketika Sihombing melihat bis ANS berhenti pada tanda "S", anggota polantas tersebut mendekati bis itu. Tapi sopirnya tak peduli, malah bisnya bergerak maju. Karena itulah, Sihombing mengejarnya dengan sepeda motor. Setelah surat-surat kendaraan diperiksa, bukti pelanggaran pun dibuat. Tapi, kata Kapolda, Irwan merampas surat kendaraannya sehingga terjadi tarik-menarik. Pada saat itu pula Unyil datang membawa obeng dan menusuk tangan Sihombing. "Tangan anak buah saya terluka," kata Zahri Amin. Merasa terdesak, masih menurut Kapolda, Sihombing mencabut pistolnya. Sopir bis itu berusaha merampas pistol itu sehingga terjadi perebutan. Sihombing lalu terjatuh bersama sepeda motornya. Waktu itu, cerita Kapolda, muncul Husni yang hendak merampas pistol dari tangan Sihombing. Kembali terjadi tarik-menarik. "Ketika itulah pistol meledak," kata Zahri Amin. Unyil membantah cerita Kapolda itu. Menurut kernet bis itu, dia tak pernah memegang obeng seperti yang dituduhkan Kapolda. "Setelah saya ditampar, saya tak berani lagi mendekat," katanya kepada TEMPO. Irwan juga merasa tak pernah berniat melawan polisi itu. "Saya sudah rela ditilang, tapi kan ada tawaran damai," katanya. Kedua awak bis itu bahkan berani dipertemukan dengan Kapolda. Dalam cerita tentang tertembaknya Husni memang ada dua versi. Namun, kata sumber TEMPO, setelah dicek ke lapangan dan keterangan beberapa saksi, tak ada bukti kedua sopir itu melawan atau merampas pistol. "Tangan tersangka juga tak terlihat ada luka," kata sumber TEMPO. Siapa yang salah? Kapolda tetap akan menindak tegas. "Yang salah pasti dihukum, yang melanggar peraturan lalu lintas juga salah," katanya. Gatot Triyanto dan Fachrul Rasyid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini