Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Dolar Singapura dari Utusan Menteri

Tersangka suap Bowo Sidik Pangarso mengaku menerima duit dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Diduga untuk mengamankan kebijakan perdagangan gula di DPR.

20 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di hadapan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Bowo Sidik Pangarso mengurai sumber-sumber duit yang ia simpan dalam enam lemari besi perusahaan konsultannya, PT Inersia Ampak Engineers. Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi perdagangan, perindustrian, usaha mikro-kecil-menengah dan koperasi, serta badan usaha milik negara, itu blakblakan setelah ditanyai penyidik tentang asal-usul uang yang dikemas dalam 400 ribu amplop tersebut. Penyidik menyita duit tersebut setelah menggeledah kantor konsultan Bowo pada 28 Maret lalu.

Hari itu, Selasa, 9 April lalu, politikus Partai Golkar tersebut menjalani pemeriksaan di salah satu ruangan lantai dua Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Ini adalah pemeriksaan pertamanya sebagai tersangka suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia. Didampingi pengacaranya, Saut Edward Rajagukguk, Bowo menjawab 25 pertanyaan penyidik selama hampir lima jam pemeriksaan.

Pada awal pemeriksaan, penyidik langsung menanyakan dari mana saja Bowo memperoleh duit Rp 8 miliar tersebut. Selain menerima Rp 1,2 miliar dari PT Humpuss, yang berujung pada penangkapannya, Bowo mengatakan ia menerima Rp 2 miliar dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Kepada penyidik, Bowo mengatakan duit itu diterimanya dari utusan Enggar dalam bentuk dolar Singapura di Hotel Mulia, Jakarta Selatan, pertengahan 2017.

Keesokan harinya, setelah pemeriksaan kedua Bowo sebagai tersangka, Saut Edward Rajagukguk mulai menyingkap sumber-sumber penerimaan duit kliennya. “Salah satu sumber duit Rp 8 miliar itu dari menteri kabinet saat ini,” ujar Saut kepada wartawan. ”(Pemberiannya) tahun 2017 saat Pak Bowo pimpinan Komisi VI. Ini mengenai pembahasan permendag.” Saut enggan menyebutkan identitas menteri tersebut.

Permendag yang dimaksudkan Saut adalah peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Kepada penyidik ketika diperiksa pada 9 April lalu, Bowo mengatakan ia diminta Enggartiasto Lukita “mengamankan” Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang akan berlaku pada akhir Juni 2017. Ketika itu Bowo adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR.

Permintaan Menteri Enggartiasto Lukita  itu dilatarbelakangi penolakan sebagian besar anggota Komisi VI atas kebijakan tersebut. Penolakan itu disampaikan mereka ketika rapat dengar pendapat dengan Menteri Enggar pada awal Juni 2017. Dewan beranggapan gula rafinasi yang masuk pengawasan pemerintah tidak semestinya dilelang secara bebas dalam kendali perusahaan swasta. Enggar kemudian merevisi aturan tersebut sehingga masa berlakunya mundur menjadi Oktober 2017.

Seperti diungkapkan Bowo kepada penyidik KPK, Enggar memintanya “meredam” suara sumbang Dewan atas peraturan tersebut. Menurut Bowo kepada penyidik, Enggar mengutus orang kepercayaannya memberikan duit Rp 2 miliar dalam bentuk dolar Singapura di Hotel Mulia pada pertengahan 2017. Belakangan, Dewan tak lagi mempersoalkan peraturan tersebut. Kendati sudah tak dipermasalahkan Dewan, aturan ini ditentang kalangan pengusaha gula.

Menurut Saut, yang mengutip penjelasan Bowo, duit itu diberikan beberapa pekan setelah rapat dengar pendapat. Saut mengatakan duit tersebut lantas disimpan Bowo dalam tabungan untuk persiapan pendanaan Pemilihan Umum 2019. “Uang itu diberikan ke Pak Bowo. Si menteri tidak mengetahui uang ini kemudian ditaruh di amplop-amplop tersebut,” ujar Saut. Amplop ini disiapkan Bowo untuk “serangan fajar”. Istilah ini digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara.

Bowo Sidik Pangarso menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, awal April lalu./ TEMPO/Imam Sukamto

Seorang politikus Golkar mengatakan Bowo sebenarnya kerap mendapat proyek dari Menteri Enggartiasto Lukita. Politikus yang kini kembali mencalonkan diri itu mengatakan Bowo pernah datang ke ruangannya menceritakan bahwa ia baru saja memperoleh jatah kuota impor daging sapi dari Kementerian Perdagangan. Ia mengatakan Bowo lantas meminta salah satu anggota staf Enggar yang dianggap dekat dengan pengusaha daging sapi membantunya mengelola jatah kuota impor itu. “Selain kuota impor, dia dapat proyek pasar dari Menteri Perdagangan,” katanya.

Seorang petugas Bea dan Cukai di Jakarta memperkuat informasi ini. Dia mengatakan anggota staf khusus Enggar yang kini menjadi calon legislator dari partai koalisi pemerintah itu menjadi orang yang dipantau petugas gabungan KPK dan Bea-Cukai, bukan hanya terkait dengan impor daging sapi. “Staf menteri ini bahkan pernah akan ditangkap KPK di Hotel Borobudur pada akhir 2018 terkait dengan impor besi banci,” ujar sumber ini. Besi banci adalah istilah untuk besi beton yang tak memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia. Operasi tangkap tangan ini batal karena sasaran diduga memindahkan lokasi transaksi.

Pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk, mengatakan kliennya belum bercerita soal kuota impor sapi ini kepadanya. “Soal itu, nanti saya tanyakan.”

Ihwal pengakuan Bowo yang telah menerima duit dari Menteri Enggartiasto Lukita, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengaku belum mengetahuinya. “Saya cek dulu,” ucapnya. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya memang telah mendapatkan bukti penerimaan lain terkait dengan jabatan Bowo. Namun dia enggan merinci dari mana saja duit Rp 8 miliar itu dikumpulkan. “Masih didalami penyidik,” kata Febri.

Menteri Enggartiasto Lukita menerima Tempo selama satu setengah jam di ruang kerjanya di lantai 5 gedung Kementerian Perdagangan pada Kamis, 18 April lalu. Dia mengungkapkan banyak hal. Namun Enggar meminta seluruh penjelasannya tidak dikutip.

BOWO Sidik Pangarso kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Partai Golkar untuk daerah pemilihan Jawa Tengah II, yang meliputi Kabupaten Jepara, Demak, dan Kudus. Bowo juga didapuk sebagai Ketua Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. KPK menduga Bowo mengumpulkan duit suap untuk “serangan fajar” pencalonannya sejak 2017.

Tim penindakan KPK awalnya meringkus karyawan PT Inersia Ampak Engineers sekaligus orang kepercayaan Bowo, Indung, dan Asty Winasti dari bagian marketing PT Humpuss Transportasi Kimia. Saat penangkapan di kantor PT Humpuss, Gedung Granadi, Jalan H R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, tersebut, Indung menerima duit dari Asty sebesar Rp 89,4 juta. “Diduga penyerahan uang tersebut merupakan realisasi penerimaan ketujuh,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Tim KPK juga menangkap beberapa orang lain, termasuk Bowo, pada Kamis dinihari, 28 Maret lalu, itu. Atas perbuatannya tersebut, Bowo dan Indung dijerat KPK sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti disangka sebagai pemberi suap. Pada hari yang sama, KPK langsung menggeledah kantor konsultan Bowo dan menemukan duit Rp 8 miliar di enam lemari besi kantor tersebut.

Kepada penyidik KPK yang memeriksanya pada 9 April lalu, Bowo juga mengatakan sumber duit yang dikumpulkannya itu selain dari Menteri Enggartiasto Lukita dan PT Humpuss. Bowo mengaku, misalnya, menerima duit dari seorang direktur utama salah satu badan usaha milik negara. Bos perusahaan pelat merah yang juga tersandung kasus di KPK ini memberi Bowo duit Sin$ 200 ribu. Penyerahan uang terjadi di Plaza Senayan, Jakarta.

Saat itu, Bowo dan petinggi BUMN tersebut sedang janjian untuk makan bersama. Dalam pemberian itu, si bos BUMN mengatakan duit tersebut bisa digunakan Bowo untuk membiayai kampanye.

Bowo juga diduga menerima besel dari pelbagai proyek. Misalnya, Bowo dilaporkan menyunat dana desa Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, sebesar 5 persen. Bowo juga mengutip dana alokasi khusus dari daerah pemilihannya. “Dia juga dilaporkan dalam kasus dugaan korupsi pembangunan pasar,” ujar salah seorang penegak hukum. Revitalisasi pasar rakyat merupakan program nasional untuk daerah yang didukung Kementerian Perdagangan.

Bowo juga mengatakan pernah menerima fulus dari salah seorang bupati di Sulawesi Utara sebesar Rp 300 juta. Pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk, tak menyangkal soal berbagai sumber duit yang digunakan Bowo untuk persiapan serangan fajar itu. “Ada juga dari pemberian lain, kecil-kecil. Ada juga dari tabungan Pak Bowo,” kata Saut. “Tapi Pak Bowo tidak pernah meminta duit-duit itu.”

Dari Bupati Hingga Menteri

LINDA TRIANITA, ANTON APRIANTO, REZKI ALVIONITASARI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus