LEPAS isya, dari rumah Azis terdengar tangisan bayi, sudah itu senyap. Besok, dan besoknya lagi rumah itu tetap sepi dari jerit bayi. Semula penduduk Dusun Dasan Cermen, Kecamatan Batuliang, Lombok Tengah, tak ambil peduli. Mereka mengira ada keluarga Azis yang singgah di situ dan membawa bayi. Namun, dua minggu berikutnya, masuk laporan ke kepala dusun itu, H. Suhaili, ada bayi yang lahir di rumah Azis yang kemudian dibunuh dan dikuburkan di belakang rumah. Kepala dusun kemudian memeriksa pemilik rumah, Azis, dan istrinya, Sakdiah dan anak-anak mereka, antara lain Masirah. Bersama anggota Muspida, Camat Batulian, dan seorang dokter puskesmas, kubur mahkluk tak berdosa itu digali. Sayang, dari liang kubur sedalam 30 cm, yang terletak di bawah pohon bambu di tanggul Kali Babak, tak ditemukan jasad bayi malang itu. Rupanya, Azis telah lebih dulu membongkar dan membuangnya ke kali, begitu ia dengar masyarakat telah mengetahui perbuatannya. Tak ayal lagi, Azis, 60, dan Masirah, 24, yang dianggap sebagai pelaku utama, segera dikurung di Polsek Mantang, Lombok Tengah. Dan inilah penuturan mereka. Awal bulan silam, seorang lelaki bernama Haris Asri datang ke rumah Azis, bersama putrinya, Marni, kita sebut saja begitu. Ia mencari Masirah, pria buta yang dikenal sebagai dukun. Ini adalah kunjungan Marni yang ketiga ke rumah itu. Mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Mataram ini, yang berusia 23, memang dipaksa ayahnya untuk ikut. Pasalnya, Haris, 51, ingin menggugurkan kandungan Marni. Sebabnya, kandungan itu tak diketahui siapa ayahnya. Pada kedatangan pertama dan kedua, ketika kandungan Marni masih 3 dan 7 bulan, sebenarnya Masirah sudah menyatakan ketidaksanggupannya. Namun, ia didesak Haris, dengan janji matanya akan diobati, dibelikan rumah, dan uang sejuta rupiah. Selain itu, juga dengan ancaman. Akhirnya, Marni diobati juga, disuruh minum segelas air putih yang telah dijampi-jampi. Rupanya, Haris yang bertugas di Kejaksaan Tinggi NTB, begitu percaya pada kemanjuran obat dukun buta itu. Dan ketika kandungan putrinya itu mencapai bulan terakhir, dan ternyata tak kunjung gugur, ia datang lagi. Sekali lagi si dukun angkat tangan. Dan sekali lagi jaksa itu menjanjikan hadiah. Kali ini hadiah itu tidak main-main: Masirah akan dikawinkan dengan Marni. Sayang, Masirah alias Moh. Nasir benar-benar tak sanggup menggugurkan bayinya. Tapi karena didesak terus, akhirnya ia mengusulkan dipanggil saja pamannya, yang konon bisa menggugurkan kandungan. Akhirnya, paman Masirah, Made Mara, didatangkan. Entah usul siapa, malam itu, Marni dibiarkan melahirkan bayinya dulu. Dan lahirlah seorang bayi laki-laki dengan selamat, yang sempat menangis. Lalu bayi itu dibungkus plastik dan dibawa ke kamar sebelah. Di situ telah menunggu Masirah dan Haris. Sang kakek kemudian mengambil pisau dan memberikannya kepada Masirah dan terjadilah pembunuhan itu. Pria buta ini menggenggam pisau tapi, demikianlah pengakuan Masirah, yang menggerakkan tangannya adalah Haris. Serapi-rapinya orang menyimpan bangkai, baunya akan tercium juga, meski belum jelas siapa yang menyebarkan bau itu kepada kepala dusun. Masirah sendirikah, lantaran Marni dan Haris ternyata ingkar janji? Yang jelas, hanya Azis dan Masirahlah yang diminta pertanggungjawabannya, sedangkan Haris dan yang lain hanya dimintai keterangan saja. Kasus ini memang belum terungkap tuntas. Bahkan, Jumat dua pekan silam, Azis dan Masirah dilepas dari tahanan polisi, dan besoknya, bersama Haris Asri, menghadap Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah. Belum ada penjelasan lebih lanjut dari polisi, misalnya, seberapa benarkah pengakuan Azis dan anaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini