SEKALI gebrak, kawanan perampok itu membuat enam penjaga malam di kompleks perumahan sinder di Lumajang, Jawa Timur, terkapar luka-luka. Kardi, yang berlagak mati, malam itu, malah diinjak-injak hingga perlu mendapat enam jahitan di kepala. Benteng pertama runtuh, kawanan itu lalu menuju ke rumah Erdi, satu dari empat sinder yang tinggal dalam kompleks Pabrik Gula Jatiroto, seluas 3 hektar, yang terletak beberapa ratus meter dari jalan raya Lumajang-Jember. Pintu langsung didobrak. Dan Erdi, yang menyadari situasi begitu gawat, bersama istri dan ketiga anak lelakinya yang sudah remaja, berlindung di ruang tengah. Mereka tak menyerah. Mereka mencoba melawan. Meja-meja ditumpukkan di depan pintu, diperkuat dengan pipa-pipa besi. Kawanan rampok berjumlah 15 orang, bersenjatakan gancu dan pentungan, tak bisa mendobrak pintu. Mereka lalu melempari rumah itu dengan batu-batu besar, hingga atap rumah dan kaca-kaca hancur berantakan. Erdi, dan Deni, 20, anak sulungnya, berdarah kena lemparan. Mereka membalas melempar ke luar. Tapi tak lama. Tiba-tiba sebuah bantal yang menyala, melayang dan jatuh dekat kaki Erdi. Sebagian isi rumah ikut terbakar. Dan asap menelusup ke mana-mana. "Kami tak tahan, asapnya sangat menyesakkan," tutur sinder bertubuh gempal ini. Mereka menyerah. Pintu dibuka. Perampok yang marah itu tanpa ampun menghajar Erdi dan menginjak-injak Deni. Sejumlah barang dan uang mereka jarah. Syukur. Esok harinya, medio Agustus lampau, 10 perampok kurang ajar yang berusia rata-rata di bawah 30 tahun bisa ditangkap. Lainnya, pekan ini diharap sudah bisa diringkus. "Mereka itu perampok gila-gilaan, dan pintar mengatur strategi," ujar Mayor Damoen Soegino, Kabag Serse Umum Polda Jawa Timur. Rampok itu ditangkap di beberapa kota, seperti Jombang, Sidoarjo, Bojonegoro, dan Surabaya. Mereka, memang, seperti dikatakan Damoen, mempunyai mobilitas tinggi. Sedikitnya, mereka sudah beroperasi di 15 kota besar di Jawa Timur, mulai Surabaya sampai Banyuwangi. Sekali "turun" biasanya mereka menjarah beberapa rumah sekaligus. Di kompleks sinder Pabrik Gula Jatiroto, selain memporak-perandakan rumah Erdi, mereka juga menjarah rumah Sinder Heriadi. Setelah menggampar tuan rumah dan mengikatnya bersama istri dan ketiga anaknya, enak saja mereka mencomoti pesawat TV, video, perhiasan, dan sejumlah uang. Dua rumah sirider yang lain, agaknya, juga akan mereka jarah. Tapi seorang di antaranya memberi aba-aba, "Itu, sudah datang." Yang dimaksud, agaknya, mobil yang datang menjemput. Mereka pun kabur, menggondol rampasan, konon, senilai Rp 9 juta lebih. Tampaknya, kawanan itu selain merampok, malam itu mereka juga ingin melampiaskan kejengkelan. Sepekan sebelumnya, kawanan itu sudah datang, tapi kepergok Erdi. Sampai-sampai, kata Deni, "Ayah saya dan perampok saling ancam dan saling meledek." Itu sebabnya penjagaan di kompleks diperkuat dengan beberapa penjaga malam. Namun, perampok rupanya tak gentar. Terbukti mereka datang lagi, dengan jumlah yang lebih besar. Dan inilah cerita aksi lain, empat hari sebelumnya, oleh kawanan yang sama. Tubi, 40, tukang kebun dan penjaga balai Desa Sawo, Mojokerto, selain diikat, dan dikalungi celurit, malah dimanfaatkan sebagai penunjuk jalan. Ia dipaksa menunjukkan rumah tetangganya yang kaya. Tubi menolak sebisa-bisanya. Ia lalu diikat kesebatang pohon, dan uang Rp 300 nbu di kantungnya -- hasil tagihan- diambil. Kawanan rampok lantas menjarah rumah Didik Sulistyowarno, seorsng guru SD. Tajab, 62, yang mendengar ribut-ribut di rumah tetangganya, bangun dan membuka pintu ia kontan mendapat pukulan. Untung, sempat lari ke kamarnya, dan memukul kentongan. Hasilnya, rumahnya dihujani batu. Korban lain, Sukardi, 30, yang terkena celurit di pipi dan mata kiri sebelah bawah. Sedang Pak Lan. 60, sebelah lengannya patah dan paginya dilarikan ke RS Dr. Soetomo, Surabaya. Pak Lan memang sial. Pagi itu, begitu mendengar kentongan, ia keluar menenteng ember. Dia pikir ada kebakaran. Tahu-tahu, dari kegelapan seseorang menggebuknya dengan pentungan besar. Total ada tiga rumah dimasuki malam itu, dengan hasil jarahan sekitar Rp 1 juta. Perampok, tampaknya, sengaja memilih sasaran daerah yang agak di luar kota. Mereka sadar, di dalam kota umumnya petugas selalu siap siaga. Tapi sepandai-pandai perampok melompat, rupanya, lebih pandai pollsi melacak. Kata Mayor Damoen, "Payah mereka itu. Keluar LP, bukannya sadar, malah mengembangkan jurus baru."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini