Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Eks Kepala PPATK: Korupsi E-KTP Gunakan 4 Modus Pencucian Uang

Mantan Kepala PPATK mengatakan hanya modus menggunakan identitas palsu yang tidak dipakai dalam korupsi E-KTP ini.

9 Oktober 2018 | 19.01 WIB

Mantan Kepala PPATK Yunus Husein. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Perbesar
Mantan Kepala PPATK Yunus Husein. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta-Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau E-KTP menggunakan modus pencucian uang. Menurutnya empat dari lima modus pencucian uang dipakai dalam korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

“Dari lima macam modus, ada empat modus yang dikombinasikan dalam kasus ini,” kata Yunus saat bersaksi sebagai ahli dalam lanjutan sidang kasus E-KTP dengan terdakwa Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 9 Oktober 2018.

Baca: Irvanto Sebut Fayakhun Memintanya Kembalikan Uang E-KTP ke KPK

Yunus menuturkan modus pertama  yang dipakai adalah concealment within business structures. Dalam modus ini pelaku menyembunyikan uang hasil kejahatannya di dalam rekening perusahaannya sendiri. Menurut Yunus, dalam kasus E-KTP, perusahaan yang digunakan adalah PT Murakabi Sejahtera. Irvanto adalah direktur perusahaan tersebut.

Modus kedua, kata Yunus, adalah misuse of legitimate business, yakni menyalahgunakan perusahaan orang lain untuk menyembunyikan uang hasil kejahatan. Perusahaan itu disalahgunakan tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Selain itu, ada juga modus exploiting international jurisdiction issues. Modusnya adalah pelaku memanfaatkan regulasi keuangan yang longgar di negara lain. Dalam kasus E-KTP, pengusaha, Johannes Marliem mengirim uang E-KTP melalui  Mauritius yang dikenal sebagai negara surga pajak.

Simak: Disebut Setya Novanto di Sidang E-KTP, Mekeng: Lama-lama Dia Gila

Adapun modus terakhir korupsi E-KTP, kata Yunus, adalah pembelian aset tanpa nama atau use of anonymous asset types. Dalam kasus ini pelaku membeli aset berupa uang dari money changer. “Uang tunai itu tidak ada namanya, kalau pakai tunai terputus jejaknya,” kata dia.

Yunus mengatakan hanya modus menggunakan identitas palsu yang tidak dipakai dalam kasus ini. Dalam perkara ini KPK mendakwa Irvanto dan Made Oka turut terlibat dala korupsi proyek E-KTP. KPK mendakwa mereka menjadi perantara uang untuk mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto.

Lihat: Hakim Singgung Kejujuran Setya Novanto di Sidang E-KTP

Jaksa mendakwa Made Oka menampung terlebih dahulu uang untuk Setya di dua perusahaannya di Singapura. Sedangkan Irvanto didakwa menjadi perantara duit suap untuk pihak-pihak tertentu.

Keponakan Setya Novanto itu juga disebut menerima uang dari Johannes Marlien selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah USD 3,5 juta. Menurut jaksa uang itu merupakan fee 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran E-KTP  di DPR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus