PEMERINTAH Malaysia terkenal sebagai salah satu pemerintah yang sangat garang dan kaku menghadapi terdakwa kejahatan narkotik. Para petinggi hukum negara Jiran itu hampir tak bergeming mendengar ratap tangis keluarga terhukum, bahkan lobi tingkat tinggi dari pemerintah negara asal si terhukum. Untuk lebih mengeeti sikap pejabat hukum negara itu wartawan TEMPO di Kuala Lumpur, Ekram H. Attamimi, mewawancarai Jaksa Agung Malaysia Tan Sri Abu Talib Othman dalam kasus ekekusi Basri Masse. Berikut petikannya: Jika seorang asing menghadapi ancaman hukuman mati di sini, apakah pihak Malaysia akan memberi tahu negara atau perwakilan mereka di sini? Dari segi hukum, Malaysia tidak ikut Vienna Convention (Konvensi Wina), yang mengharuskan suatu negeri memberi tahu negara lain bila warga negaranya dituduh melanggar hukum. Jadi tidak ada kewajiban bagi kami memberi tahu pihak Indonesia, sekalipun warganya terlibat pada kasus yang bisa dihukum mati. Sebelum ini, ada beberapa kasus dadah serupa yang melibatkan warga negara asing. Apakah pemerintah bersangkutan juga tak diberi tahu? Kami tak memheri tahu mereka. Mungkin pemerintah mereka sendiri yang mengambil tindakan. Dalam kasus Basri, perwakilan Indonesia kan ada di Sabah. Sepatutnya wakil Indonesia itu yang menanyakannya, ketimbang menunggu. Tapi kabarnya pihak Indonesia baru mengetahui kasus ini setelah menerima informasi dari terhukum? Sabah seberapa besar sih .... Sebelum kasus ini disidangkan, saksi penting Abdul Patta Lubing telah menghilang setelah dibebaskan dengan jaminan. Apakah tanpa kehadiran saksi tak merugikan terdakwa? Terdakwa yang mengatakan Patta saksi penting, tapi bagi kami mungkin tidak penting. Sebab, dari fakta-fakta yang diperoleh, sudah jelas tertuduh pasti memiliki dadah. Banyak kasus di negara ini, seorang tertuduh mengaku barang itu bukan kepunyaan mereka, tetapi dititipkan orang lain dan tidak tahu apa isinya. Itu sebagai alasan mau menolak tuduhan saja. Tidak semua apa yang dikatakan terdakwa betul, dan apa yang dikatakan jaksa itu salah. Namun, hakim telah mempertimbangkan semua fakta. Jadi, menurut Anda, Basri memang bersalah? Undang-Undang (Pasal 39 B Akta Dadah Berbahaya 1952) menyatakan bahwa sekiranya seseorang didapati memiliki dadah -- heroin lebih dari 15 gram, ganja lebih dari 200 gram -- ia dianggap sebagai pengedar dadah, yang diancam hukuman mati. Sedangkan Basri, ketika ditangkap, memiliki begitu banyak dadah (935 gram). Lembaga peradilan tertinygi di negara ini sudah mendapati fakta dia bersalah. Kabarnya, setelah Hari Raya Idulfitri ini, eksekusi terhadap Basri Masse akan dijalankan? Apakah masih mungkin dimohon penundaan pelaksanaannya? Kalau ditunda terus, saya pikir itu adalah zalim. Kita menyimpan seorang yang mengetahui akan digantung. Hidupnya menjadi tidak tenang. Menurut saya sebaiknya, setelah keputusan dibuat, langsung dieksekusi, untuk menghindari penderitaannya menunggu hari terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini