Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Trial by the press ala sidoarjo

PN Sidoarjo dengan ketua majelis ngakan nyoman rai menunda pembacaan vonis sebuah perkara pencemaran lingkungan dengan terdakwa bambang gunawan, hanya karena sebuah berita koran "memorandum" surabaya.

13 Mei 1989 | 00.00 WIB

Trial by the press ala sidoarjo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SELAMA ini orang percaya bahwa hakim ataupun pengadilan tak mungkin terpengaruh oleh pemberitaan pers. Sebab itu, menurut beberapa ahli hukum, trial by the press hanya pantas diributkan negara yang menganut sistem juri (Anglo Saxon). Tapi yang terjadi di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis dua pekan lalu, tak begitu. Majelis hakim yang diketuai Ngakan Nyoman Rai tiba-tiba menunda pembacaan vonis sebuah perkara pencemaran lingkungan, dengan terdakwa Bambang Gunawan, sampai Sabtu pekan ini, hanya gara-gara sebuah berita koran. Gara-garanya, cuma lantaran majelis hakim berang dengan sebuah berita di harian Memorandum Surabaya tanggal 25 April 1989. Dalam berita itu dikisahkan: pengacara terdakwa Bambang, Muchdir, menyatakan bahwa kliennya tidak terbukti bersalah. Sebab itu, Muchdir tak rela kalau kliennya sampai dijatuhi hukuman. ". . . Jangankan berbulan-bulan, dihukum sehari dengan masa percobaan saja saya akan gugat hakim . . .," katanya. Berita itu diturunkan Memorandum setelah Jaksa Syamsuddin Yusuf, awal Maret lalu, menuntut Bambang 6 bulan penjara, dengan masa percobaan 1 tahun plus denda Rp 1 juta. Selaku direktur pabrik tahu PT Sidomakmur dan peternakan babi PT Sidomulya, menurut jaksa, Bambang telah lalai dalam mengelola limbah kedua perusahaan itu, sehingga mencemarkan air Kali Surabaya. Ucapan Muchdir di Memorandum tadi rupanya dianggap mengancam majelis hakim. Sebab itu, persidangan Kamis dua pekan lalu itu berjalan tak seperti biasanya. Di persidangan itu, hanya hadir hakim anggota Soegianto. Itu pun hanya untuk memberitahukan bahwa sidang ditunda sampai Senin tiga pekan kemudian. Alasannya, guna menjernihkan berita di Memorandum tadi. Padahal, setelah dua kali menunda sidang, majelis sebetulnya sudah siap membacakan vonis. Penundaan itu ternyata diprotes Jaksa Syamsuddin dan Pengacara Muchdir. "Penundaan itu terlalu lama, toh putusan sudah disiapkan," ujar Syamsuddin. Sementara itu, Muchdir menimpali, "Kalau hanya untuk meralat berita itu, sekarang saya kirim, besok juga sudah dimuat koran." Hakim Soegianto terpaksa menskors sidang dan segera berkonsultasi dengan Ketua Majelis Ngakan Nyoman Rai, yang ternyata ada di ruang kerjanya. Hasilnya, sidang ditunda sampai Sabtu pekan ini. Esok harinya, di harian Memorandum juga, muncul bantahan dari Muchdir. Ia menyatakan tak pernah berbicara seperti yang pernah dikutip harian itu. Bahkan dalam ralat itu Muchdir menganggap berita tersebut fitnah belaka. Persoalannya, kenapa Hakim Ngakan Nyoman Rai mesti menunda sidang, bahkan tak mau hadir di persidangan, jika cuma karena sebuah berita. Hakim Nyoman Rai menyatakan bahwa penundaan itu semata-mata untuk menjernihkan berita itu, dan meminta penjelasan Muchdir. "Apa sebetulnya maksud Muchdir sampai mengancam?" kata Nyoman Rai. Ternyata, dalam pengakuan Muchdir kepada Nyoman Rai, ia tak pernah berbicara dengan wartawan Memorandum. "Toh pengacaranya juga sepakat untuk menunda sidang sampai koran Memorandum meralat berita itu," kata Nyoman Rai. Hanya saja, Nyoman Rai mengaku berita itu tak akan mempengaruhi vonisnya dalam perkara tersebut. "Tak ada seorang pun atau pihak mana pun yang bisa mempengaruhi isi putusan yang telah disiapkan majelis hakim," kata Nyoman Rai. Pihak redaksi Memorandum, berbarengan dengan dimuatnya bantahan Muchdir, menyatakan bahwa ia sudah memperingatkan wartawannya yang salah tulis itu. Tapi si wartawan, Bondhet Hardjito, bersikeras bahwa berita itu benar adanya. "Pak Muchdir itu tidak konsekuen," ucapnya.Hp.S. dan Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum