Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

FSGI Catat Ada 10 Kasus Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan di Awal 2023

Ada satu kasus atau 10 persen kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan berbasis daring. FSGI mendesak pelaku dipidana.

19 Februari 2023 | 12.01 WIB

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meninjau kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat, 18 November 2022. Selama tidak ada guru, para siswa tetap bersekolah dengan pengajar relawan atau wali murid. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Perbesar
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meninjau kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1, Depok, Jawa Barat, Jumat, 18 November 2022. Selama tidak ada guru, para siswa tetap bersekolah dengan pengajar relawan atau wali murid. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat di awal 2023 dari Januari hingga 18 Februari ada 10 kasus kekerasan seksual terhadap anak di satuan pendidikan baik di satuan pendidikan berasrama maupun yang nonasrama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sembilan kasus tercatat sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian dan semua dalam proses penanganan oleh kepolisian, sedangkan satu kasus di Gunung Kidul diselesaikan dengan memindahkan kelas mengajar dan pengurangan jam mengajar guru pelaku.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FSGI mengkritik hukuman semacam itu, karena tidak mempertimbangkan kondisi psikologis korban yang masih bersekolah di situ dan kemungkinan besar setiap hari  bertemu oknum guru pelaku di lingkungan sekolah itu. Sementara guru pelaku tetap berpotensi melakukan hal yang sama tapi pada anak yang lain," kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 19 Februari 2023.

Dia mengatakan keputusan hukuman semacam itu tidak akan menimbulkan efek jera pada pelaku dan tidak berpresfektif melindungi anak di lingkungan sekolah.

FSGI menemukan sebanyak 50 persen kasus kekerasan seksual terjadi di jenjang SD atau MI, 10 persen di jenjang SMP, dan 40 persen di Pondok Pesantren. Dari 10 kasus tersebut, 60 persen satuan pendidikan tersebut di bawah kewenangan Kementerian Agama dan 40 persen di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

Retno mengatakan pelaku kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan ada 10 orang, yang semuanya laki-laki. Adapun status pelaku, yaitu pimpinan pondok pesantren dan guru sebagai pelaku merupakan jumlah terbesar dengan masing-masing sebanyak 40 persen, kepala sekolah dan penjaga sekolah masing-masing 10 persen. Sedangkan korban total 86 anak, baik laki-laki maupun perempuan. Anak korban laki-laki sebanyak 37,20 persen dan korban anak perempuan mencapai 62,80 persen.

Modus Pelaku

Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengatakan ada satu kasus atau 10 persen kekerasan seksual terhadap anak yang berbasis daring pada 2023 dan 90 persen kasus dilakukan secara luring oleh pelaku. Kekerasan seksual berbasis daring terjadi di awal 2023 ini, menyasar anak-anak usia SD dengan jumlah korbannya 36 anak, dan 22 anak dari 36 tersebut merupakan teman satu sekolah yang sama, laki-laki maupun perempuan.

“Korban rata-rata berusia 12 tahun, dikenal pelaku melalui akun facebook. Modus pelaku mengirimkan konten pornografi melalui grup WhatsApp anak anak korban dan video call pribadi dengan meminta anak korban melepas pakaiannya,” ujar Heru.

Dengan temuan ini, FSGI mendorong Pemerintah Pusat maupun daerah untuk memastikan para pendidik yang menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak didiknya harus dipidana. Hal ini untuk mendorong adanya efek jera sekaligus tidak ada anak yang menjadi korban lagi. Apabalia hanya sanksi mutasi, maka diduga kuat guru pelaku tersebut  berpotensi melakukan perbuatan yang sama di tempat yang baru dengan korban lain. 

“Mendorong hukuman pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak  sesuai dengan mandat dari UU RI Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual yang menyatakan bahwa perkara tindak pidana kekerasan seksual, tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan,” kata Heru.

FSGI mendorong Kemendikbudristek melakukan sosialisasi secara masif dan implementasi kebijakan dari Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan. Selain itu, FSGI mendorong Kementerian Agama RI untuk melakukan sosialisasi dan implementasi kebijakan PMA Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan penanggulangan Kekerasan seksual di Madrasah dan pondok pesantren atau satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemenag.

“Mengingat kasus kekerasan seksual di sana lebih tinggi jika dibandingkan dengan satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek,” kata Skjen FSGI.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus