MERAZIA ladang ganja tak ubahnya dengan memencet balon: ditekan di sini, muncul di sebelah sana. Perladangan ganja di pedalaman Aceh, yang merupakan "lumbung", memang telah diobrak-abrik. Tapi, tetap saja ada yang mencoba menanam tumbuhan terlarang itu di tempat lain. Belum lama ini Polres Rejang Lebong, Sumatera Selatan, memergoki ladang ganja seluas tiga hektar di Bukit Sempaling, dalam kawasan hutan lindung. Ladang tersebut terpencar di beberapa lokasi. Di antaranya, untuk menyamarkan, ditanam secara tumpangsari, di sela tanaman lain. Dalam ladang yang seluas satu hektar, menurut Kapolres Rejang Lebong, Letkol P. Soejitno, tumbuhan ganjanya sudah berumur tiga bulan. Sedangkan di ladang yangluasnya dua hektar, baru berumur sekitar satu bulan. Ganja itu segera dicabuti dan diangkut ke kantor Polres. "Banyaknya hampir satu truk," tutur Soejitno kepada Syaiful Anwar Ateh dari TEMPO. Seandainya ganja sudah cukup umur dan sempat dipanen, si empunya dan kaki tangan mereka pasti bakal kaya mendadak. Dari tiga hektar ladang itu ditaksir bisa dihasilkan 1,5 ton, yang sekilonya di daerah itu berharga Rp 40 ribu. Yang mengejutkan, karena tersangka penggerak penanaman ganja itu tak lain Kepala Desa Desa Air Lanang sendiri. Mula-mula, saat petugas datang, kepala desa itu bersemangat sekali membantu dan memberi informasi. "Dia sekaligus menyarankan agar para tersangka yang tertangkap langsung ditembak saja," kata Soejitno. Dia pikir, bila semua tersangka tewas tertembak, ia bisa aman karena tak ada yang bisa buka mulut. Namun, selama razia dilaksanakan, tak seorang pun tersangka yang ditembak. Tujuh penduduk Air Lanang, dan beberapa tersangka dari daerah lain, kini ditahan dalam keadaan tanpa cedera. Begitu halnya dengan si kepala desa, Muktadi. Adalah Muhtar, menurut Soejitno, yang disangka membagi-bagikan biji ganja untuk ditanam beberapa warganya. Dia juga mempunyai ladang sendiri yang cukup luas. Diperkirakan, sebelum melakukan penanaman secara besar-besaran, ia sudah melakukan percobaan lebih dahulu. Buktinya, dari rumahnya, ditemukan satu kilo ganja kering. Barang itu disembunyikan dalam dinding papan. Di situ ditemukan pula sepucuk senapan buatan lokal. Yang disayangkan, karena Muktadi tetap melakukan gerakan tutup mulut. Ia sama sekali tak mau bicara bila ditanya dari mana memperoleh biji ganja dan ke mana ganja dipasarkan. Ia kian rapat mengatupkan bibir saat di tanya soal jaringan atau orang yang "mensponsorinya". Hal itu, menurut Kepala Penerangan Polda Sumatera Selatan, Letkol S.N. Soedarmadi, sedikit banyak telah mempersulit jalannya pelacakan. Tapi, begitulah umumnya sikap yang diambil para tersangka kasus narkotik - semacam kode etik, agaknya. Mereka enggan buka suara karena diancam akan dianiaya, atau bahkan dibunuh. Sebelum ini, di Sumatera Selatan juga pernah ditemukan ladang ganja di daerah Ogan Komering Ulu (OKU) dan di Lahat. Tak terkecuali di Jawa Barat dan Jawa Timur, meski yang dijumpai umumnya hanya beberapa batang. Di Yogyakarta, malah pernah ditemukan ladang di sebuah perkampungan yang tergolong ramai, Kampung Ketanggungan. Beberapa tersangka berikut 245 kilo ganja disita sebagai bukti. (TEMPO, 6 Oktober 1984). Menurut sebuah sumber, penemuan tanaman atau ladang ganja di berbagai daerah tampaknya memang berkaitan dengan razia besar-besaran yang terus dilancarkan di Aceh. Dalam razia yang dilancarkan sejak 1983 lalu, di lokasi yang sulit dicapai di antara tebing-tebing, telah ditemukan lebih dari 100 ladang ganja dengan luas 40 hektar. Itu, agaknya, yang membuat sindikat pengedar ganja mengambil taktik lain: mensponsori penanaman di beberapa tempat. Tapi, "Untuk membuktikan bahwa penanaman ganja di sana-sini ada yang mengatur, bukan pekerjaan mudah," kata sumber tadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini