TIDAK banyak yang menyangka, Jaksa Agung Ismail Saleh, yang lagi getol getolnya memberantas korupsi Senin pekan ini harus menyerahkan jabatannya kepada Hari Suharto. Sebelumnya, Ismail Saleh disebut-sebut akar tetap menjadi jaksa agung, sementara Hari Suharto, yan pernah menjadi sekretaris jenderal Departemen Kehakiman diramalkan akan menduduk jabatan tertinggi di departemen itu, menggantikan Ali Said. Apalagi, sampai pekan-pekan lalu, Ismail Saleh masih melontarkan gagasan-gagasan ban untuk menanggulangi perkara korupsi - di antaranya dengan menggugat secara perdata para koruptor. Akankah perubahan itu membuat semangat antikorupsi yang mewarnai gerak kejaksaan berubah? Ismail Saleh, yang kini menjabat menteri kehakiman, berharap sebaliknya. "Harapan saya,apa yang telah saya lakukan akan dilanjutkan pengganti saya. Apalagi, antara saya dan Pak Hari terdapat kesamaan berpikir," ujar Ismail Saleh, 58, selesai pelantikan ketiga pejabat tinggi hukum di Istana Negara, minggu lalu. Bagaikan gayung bersambut, Hari Suharto, yang bulan lalu genap 61 tahun, memberikan jaminan kepada pendahulunya itu. "Saya memang melihat masyarakat menginginkan saya melanjutkan memberantas korupsi. Kita 'kan harus peka terhadap aspirasi rakyat," ujar Hari Suharto, bekas ketua BP-7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang selalu kelihatan rapi dengan dasi kupu-kupu dan senyum lebarnya. Sama-sama alumni PTHM (Perguruan Tinggi Hukum Militer), Hari Suharto sependapat dengan Ismail Saleh bahwa korupsi sangat mempnhatinkan. "Kalau kita benar benar menginginkan pemerintah yang bersih, sejak kasus korupsi pertama diketahui, kita sudah harus prihatin. Sebab, penyakit korupsi itu dengan cepat bisa menular," ujar Hari, di rumahnya di kawasan Tulodong Bawah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang juga ditata rapi. Hanya saja, kemungkinan perbedaan antara Hari dan pendahulunya, menurut Hari Suharto sendiri adalah dalam "gaya" "dalam prinsip, sama-sama pelaksana GBHN, kami harus sama. Tapi dalam gaya, orang bisa saja berbeda, tergantung dari kepribadian masing- masing," ujar Hari, yang mengaku di PTHM seangkatan dengan Sudharmono,Ismail Saleh, dan Ali Said. Dalam hal gaya ini, Hari memang berbeda dengan Ismail Saleh. Hari Suharto lebih tenang, tapi Ismail Saleh penuh dengan gejolak yang tidak habis-habisnya. Hari Suharto pun menjanjikan akan melanjutkan gebrakan-gebrakan semacam itu. "Tapi gebrakan bagi saya merupakan improvisasi. Saya harus melihat suasana dan waktu. Bila gebrakan dilancarkan terus menerus, mungkin lama-lama masyarakat akan jemu dan jenuh. Sebab itu, kita harus pandai mengatur gebrakan," tambah Hari Suharto, yang mengaku senang musik klasik itu. Selain itu, pergeseran di tingkat pimpinan penegak hukum itu, agaknya, akan menghasilkan putusan-putusan hakim yang lebih keras dalam kasus kasus korupsi dan penyelundupan. Sebab, baik menteri kehakiman maupun ketua Mahkamah Agung yang sekarang, kebetulan sama-sama pernah menjadi jaksa agung. Mereka secara terbuka pernah mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan-putusan hakim yang ringan dalam kasus-kasus di atas. Ketua Mahkamah Agung yang baru, Ali Said, 57, misalnya, pada 1979 pernah mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan-putusan pengadilan dalam perkara penyelundupan. Sebagian penyelundup yang terkena "Operasi 902" dihukum berdasarkan subversi, tapi sebaian lainnya dibebaskan. "Itu 'kan aneh. Perkara sama, kasus sama, majelis yang mengadili juga sama, tapi putusan berbeda. Ada yang menganggap subversi, ada pula yang membebaskan," ujar Ali Said. ketika meniabatjaksa agung (TEMPO, 24 Februari 1979). Sampai pekan lalu, kctua Mahkamah Agung itu masih berpendapat, pengertian subversi itu termasuk penyelundupan. Lebih keras dari Ali Said, Ismail Saleh pernah mengatakan, bendera hukum tidak berkibar di pengadilan ketika Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan dua direktur PT Kalisco dari tuduhan memanipulasikan pajak. "Bendera hukum harus berkibar walau ada hambatan dan tantangan. Mudah-mudahan bendera itu tidak hanya berkibar di kejaksaan, tapi juga di pengadilan," ujar Ismail Saleh (TEMPO 3 September 1983). Kekecewaan yang lebih besar bagi Ismail Saleh ketika Jos Soetomo dibebaskan Hakim Mappong darl tuduhan korupsi, April lalu. Adakah pergeseran pimpinan sekarang ini akan mendatangkan akibat bagi hakim-hakim yang mengecewakan bekas jaksa agung itu?. 'Asal saja putusan itu bisa dipertanggungjawabkan, ya, tidurlah dengan nyenyak. Tapi bagi hakim yang tidak benar, ya . . . ," gurau Ismail tanpa melanjutkan kalimatnya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini