Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Geng Motor Pemburu ‘Kijang’

Polisi menggulung sembilan geng motor anak-anak sadis yang kerap beraksi di Jakarta Barat. Selain mengkonsumsi narkotik, mereka merampok dan membunuh korbannya.

13 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gelar barang bukti saat rekonstruksi kasus pencurian dan pembunuhan oleh geng motor di Daan Mogot oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua sepeda motor matic memepet Ivan Surya Saputra dan dua temannya yang tengah menyusuri Jalan Daan Mogot, Kedoya Utara, Jakarta Barat, pada dinihari itu. Satu dari pengendara motor bertanya kepada Ivan dan temannya sambil menghardik. Mereka menanyakan di mana ada tawuran. Ivan dan temannya menjawab tidak ada. Pukul 01.50, Senin, 4 Maret lalu, Jalan Daan Mogot sudah sepi, kendaraan sudah jarang melintas.

Pengendara itu tiba-tiba turun dari motor. Keempatnya lalu mengambil tas dan empat telepon seluler milik tiga sekawan tersebut. Ivan dan dua temannya mencoba melawan, tapi akhirnya takluk saat sambaran celurit salah satu pelaku menghunjam tubuh Ivan. Pria 23 tahun itu meninggal seketika.

Tiga hari berselang, polisi menangkap empat remaja tersebut. Tiga di antaranya ternyata anak di bawah umur yang putus sekolah di kelas VI sekolah dasar dan kelas II sekolah menengah pertama. Ketiganya adalah DO, 17 tahun; AD (16); dan RO (17). Pelaku lain adalah KL, 25 tahun.

Rekonstruksi pencurian dan pembunuhan oleh geng motor di Daan Mogot, 12 Maret lalu./istimewa

DO adalah eksekutor utama. Ia diduga yang menusuk Ivan. RO dan KL bertugas mengemudikan sepeda motor. AD adalah eksekutor pelapis. Ia turut membawa celurit. Mereka dijerat dengan pasal perampokan dan pembunuhan dan kini sudah menunggu jadwal persidangan anak di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Geng motor ini menamakan diri Gabores, akronim dari Gabungan Bocah Rese. Hampir semuanya berdomisili di Tangerang, tapi mereka selalu beraksi di kawa-san Jakarta Barat. “Mereka diduga menggunakan ganja dan narkoba sebelum beraksi,” ucap Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi kepada Tempo, pertengahan Maret lalu.

Ivan dan dua temannya ternyata bukan satu-satunya korban ulah Gabores. Geng motor ini juga beraksi di delapan tempat di kawasan Jakarta Barat pada Senin dinihari itu. Mereka turut membacok satu korban lain, tapi ia masih selamat. “Mereka merampas semua telepon seluler korbannya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu. Mereka merampas delapan ponsel pada malam itu.

Gabores dipimpin MM alias Tompel, 27 tahun. Pada malam pembegalan itu, Tompel bersama AI alias KI, 20 tahun, mengawasi aksi DO dan teman-temannya dari jarak beberapa ratus meter. Ia menjadi penentu aksi dan siapa korban mereka malam itu. Ia memberi kode “kijang” kepada calon korban dan kode “bagi” yang berarti menusuk dengan senjata tajam. Tompel selalu berkendara paling depan, lalu memberi kode itu kepada anak buahnya secara lisan.

Setelah tiga pekan lebih berstatus buron, Tompel dan AI ditangkap polisi di tempat terpisah pada 27 Maret lalu. Saat dikepung tim reserse di kawasan Kembangan, Jakarta Barat, Tompel melawan. Ia mencoba mengeluarkan celurit dari balik tasnya. Polisi menembaknya. Ia tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. “Ia yang membuat remaja-remaja putus sekolah itu berlaku sadistis,” ujar Komisaris Besar Hengki.

Tompel adalah residivis yang baru keluar dari penjara di Tangerang tiga bulan lalu. Awalnya ia mengajak nongkrong calon anak buahnya sambil ditemani minuman keras. Setelah akrab, ia menantang bocah-bocah itu untuk membegal dan berkelahi dengan kelompok lain. “Kalau tidak mau, anak-anak itu akan dikucilkan dari teman-teman yang lain,” kata Kepala Unit Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Barat Inspektur Satu Dimitri Mahendra.

Pola yang sama berlangsung di kelompok begal lain. Akibatnya, tawuran pecah saban malam di sekitar Jakarta Barat. Korban pun terus berjatuhan. Polres Metro Jakarta Barat memperkirakan ada 25 geng motor yang beraksi di Jakarta Barat sejak akhir tahun lalu. Sejak pertengahan Februari lalu, polisi menangkapi anggota geng motor itu. “Selain Gabores, ada delapan kelompok yang sudah ditangkapi,” tutur Dimitri.

Semua kelompok geng motor ini punya kemiripan saat membuat keonaran. Mereka berkeliling mencari mangsa dengan sepeda motor. Mereka adalah kelompok Barisan Manusia Oleng (Basmol), Garpit 3 Batang Es Teh 1 (GP3S1), Ribut Boleh Damai Boleh (Ribu Dabo), Garden Pojok (Garjok), Istana Pinggir Rel (Israel), Seputar Wilayah Slipi (Swiss), Pasukan Gorila (Pasgor), dan Gesli-gesli Fam (GGF). Ada 61 orang yang sudah ditangkap. Mayoritas adalah anak putus sekolah.

Delapan kelompok itu ditangkap setelah melakukan tawuran di kawasan Tambora pada 20 Januari lalu. Dalam peristiwa itu, satu orang tewas di tempat. Mereka melanjutkan tawuran di sekitar Tanjung Duren pada 5 Februari lalu. Satu orang kembali meninggal.

Saat tawuran, para remaja itu umumnya membawa senjata tajam, dari kelewang hingga bilah besi sepanjang satu meter yang berbentuk gergaji. Sebelum tawuran, mereka saling melempar tantangan di media sosial. Polres Metro Jakarta Barat mencatat ada 95 kali tawuran yang berlangsung sejak 2018 hingga Februari 2019.

Polisi menyebutkan geng motor itu memiliki akun Instagram. Saat hendak menggelar tawuran, salah satu pihak menantang kelompok lain lewat fasilitas “Live” di Instagram. “Jika tak ada yang meladeni tawuran, mereka akan melampiaskan dengan menyakiti orang-orang yang melintas di jalan,” ucap Komisaris Besar Hengki.

Saat menjalani tes urine, 80 persen tersangka yang ditangkap diduga mengkonsumsi narkotik. Polisi menyebutkan aksi sadistis yang dilakukan anak-anak geng motor itu salah satunya dipicu oleh tramadol. Ini jenis obat yang biasa digunakan untuk mengatasi rasa sakit di tubuh dan sebagai penenang.

Dosis yang berlebihan akan membuat penggunanya kehilangan rasa takut dan lebih bersemangat sehingga tega menyakiti orang lain. Menurut pengakuan para tersangka kepada polisi, satu orang setidaknya menelan hingga empat butir tramadol. “Mereka mendapatkannya secara ilegal di toko-toko obat nakal,” kata Hengki.

Contoh lain dari efek negatif obat-obat-an itu adalah pembegalan yang dilakukan ML alias AF, 15 tahun, dan DH alias OY, 17 tahun. Selain membegal, mereka membunuh pengguna jalan lain hanya karena persoalan sepele. Pada Selasa dinihari, 15 Januari lalu, mereka membacok dengan celurit seorang pria bernama Prima, yang tengah mengendarai mobil, setelah ia menyalip AF dan OY. Saat hendak pulang, mereka juga membacok Aditya hanya karena beradu tatapan di perempatan jalan. Kedua pria nahas itu meninggal. AF dan OY ditangkap pada 7 dan 24 Maret lalu.

Karena mayoritas pelaku adalah anak di bawah umur, Polres Metro Jakarta Barat menangani kasus geng motor ini dengan cara khusus. Selain berpatroli lalu menangkapi para pelaku, Komisaris Besar Hengki menggandeng suku dinas pendidikan, guru, tokoh agama, dan Seto Mulyadi—biasa disapa Kak Seto—sebagai perwakilan lembaga pemerhati anak.

Mereka bersama-sama menghadapi satu per satu keluarga dan para tersangka. “Selain menangkap, kita harus memper-baiki karena mereka masih anak-anak,” ujar Hengki. Tempo sudah mengajukan permohonan kepada polisi untuk mewawancarai tersangka, tapi sampai pekan lalu mereka belum memberi tanggapan atas permintaan tersebut.

MUSTAFA SILALAHI, M. YUSUF MANURUNG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus