Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menjalani pemeriksaan maraton sejak Selasa hingga Rabu, 9-10 April lalu, Bowo Sidik Pangarso blakblakan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam pemeriksaan pertamanya sebagai tersangka suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia, politikus Partai Golkar ini menjelaskan ihwal 400 ribu amplop di enam lemari besi kantor konsultannya.
Pada 28 Maret lalu, penyidik menggeledah kantor PT Inersia Ampak Engineers di Jalan Salihara, Jakarta Selatan, tersebut. Ribuan amplop putih itu tersusun rapi di enam lemari besi kantor tersebut. Di bagian luar beberapa amplop yang tersegel itu terdapat stempel biru jempol satu.
Kepada penyidik, menurut anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi perdagangan, perindustrian, dan badan usaha milik negara ini, amplop-amplop yang disiapkan untuk “serangan fajar” itu merupakan perintah Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa dan Kalimantan Partai Golkar Nusron Wahid. Setelah diperiksa, Bowo membenarkan soal ini. “Pak Nusron meminta saya menyiapkan 400 ribu amplop,” kata Bowo setelah menjalani pemeriksaan pada Selasa, 9 April lalu.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso, setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 28 Maret lalu./TEMPO/M. Taufan Rengganis
Bowo kembali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Partai Golkar untuk daerah pemilihan Jawa Tengah II, yang meliputi Kabupaten Jepara, Demak, dan Kudus. Bowo juga didapuk sebagai Ketua Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. KPK menduga duit itu akan digunakan Bowo untuk melakukan serangan fajar pencalonannya. Istilah ini digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara.
Nusron Wahid juga calon legislator Golkar dari daerah pemilihan yang sama. Keduanya pada 2014 menjadi legislator di Senayan dari daerah pemilihan Jawa Tengah II. Ada tujuh kursi yang diperebutkan 50 calon legislator dari delapan partai di daerah pemilihan ini. Untuk Golkar, ada tujuh calon anggota legislatif.
Sehari sebelum menyita uang, tim penindakan KPK meringkus karyawan PT Inersia sekaligus orang kepercayaan Bowo, Indung, dan Asty Winasti dari bagian marketing PT Humpuss Transportasi Kimia. Saat penangkapan di kantor PT Humpuss, Gedung Granadi, Jalan H R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, tersebut, Indung menerima duit dari Asty sebesar Rp 89,4 juta. “Diduga penyerahan uang tersebut merupakan realisasi penerimaan ketujuh,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Tim KPK juga menangkap beberapa orang lain, termasuk Bowo, pada Kamis dinihari, 28 Maret lalu, itu. Atas perbuatannya tersebut, Bowo dan Indung dijerat KPK sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti disangka sebagai pemberi suap.
Kepada penyidik, Bowo mengaku bahwa Nusron Wahid memerintahkan dia menyiapkan amplop sejak tiga bulan lalu. “Kita siapkan satu juta amplop dulu, siapa tahu diperlukan,” kata Bowo menirukan ucapan Nusron. Dari satu juta amplop tersebut, Bowo diminta menyediakan 400 ribu, sedangkan sisanya diurus Nusron.
Untuk mengemas duit-duit serangan fajar tersebut, Bowo merekrut pegawai harian selama tiga bulan terakhir. Para pegawai itu memasukkan duit pecahan Rp 20 ribu serta ada juga pecahan Rp 50 ribu. Total uang yang disiapkan Bowo sebesar Rp 8 miliar. Amplop-amplop yang sudah terisi kemudian dicap jempol satu.
Menurut kuasa hukum Bowo, Saut Edward Rajagukguk, kliennya sesungguhnya tahu perbuatan menyiapkan uang untuk serangan fajar me-nyalahi aturan pemilihan umum. Namun, karena diperintahkan Nusron Wahid, yang merupakan Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Jawa dan Kalimantan Partai Golkar, Bowo menunaikannya. “Siapa tahu benar-benar perlu. Untuk transportasi para pendukung,” ucapnya.
Saut mengatakan duit-duit untuk serangan fajar itu bukan dari PT Humpuss saja. “Yang dari Humpuss hanya Rp 1,2 miliar,” ujarnya. Duit dari Humpuss diserahkan secara bertahap dalam rentang delapan bulan.
Besel pertama yang diterima Bowo melalui Indung sebesar US$ 24.572. Duit itu diserahkan di Hotel Gran Melia, Jalan H R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, pada 14 Agustus 2018. Penyerahan kedua sebesar Rp 221 juta terjadi di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada 1 Oktober 2018. Fee berikutnya kembali diberikan di Gran Melia pada 20 Desember 2018. Adapun pada 2019 ada tiga kali penyerahan uang yang berlangsung di Hotel Gran Melia dan terakhir di kantor Humpuss, yang berujung pada penangkapan.
Selain menerima uang dari Humpuss, Bowo menerima suap dari sumber lain. “Sumber uang yang memenuhi Rp 8 miliar yang ada di amplop tersebut dari salah satu menteri di kabinet sekarang,” tutur Saut.
Saut Edward Rajagukguk/dok. pribadi
Bowo menyiapkan duit untuk pendanaan pemilu ini jauh-jauh hari. Pada September 2018, misalnya, dia kepada penyidik mengaku telah menerima uang Rp 2 miliar dari seorang menteri yang bermitra dengan Komisi VI. Duit itu diterima Bowo melalui utusan menteri tersebut di Hotel Mulia, Jakarta Selatan. Fulus tersebut dalam pecahan dolar Singapura. “Menteri itu dulu pernah menjadi politikus Golkar,” kata penegak hukum yang mengetahui soal ini.
Selain menerima uang dari menteri, Bowo mengutip duit dari seorang direktur utama badan usaha milik negara. “Petinggi BUMN ini sering ada persoalan saat rapat dengan Komisi VI,” ujar sumber tersebut. Nilai suapnya disebut di atas Rp 2 miliar.
Saut Edward Rajagukguk tak menyangkal soal berbagai sumber duit yang digunakan Bowo untuk persiapan serangan fajar itu. “Ada juga dari pemberian lain, kecil-kecil. Ada juga dari tabungan Pak Bowo,” ucapnya.
Menurut dia, selain menjadi anggota legislatif, Bowo mempunyai kantor konsultan, yakni PT Inersia Ampak Engineers. Beberapa dari duit tersebut merupakan komisi Bowo sebagai konsultan. Saut mengatakan duit dari PT Humpuss juga merupakan fee Bowo selaku konsultan atas persoalan yang dihadapi perusahaan moda transportasi kapal itu dengan PT Pupuk Indonesia. “Uangnya masuk ke perusahaan. Makanya yang mengambil Indung,” katanya.
Saut menyadari bahwa posisi Bowo sebagai legislator sekaligus konsultan menjadi bias. Karena itu, Bowo tetap mengakui kesalahannya yang telah menerima duit dari berbagai kolega tersebut. “Pak Bowo membuka semua karena dia tidak pernah meminta dan memaksa. Dia bilang, kalau salah ya harus saya pertanggungjawabkan,” ujar Saut.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya telah mendapatkan bukti penerimaan lain terkait dengan jabatan Bowo. Namun dia enggan merinci dari mana saja duit Rp 8 miliar itu dikumpulkan. “Masih didalami penyidik,” tuturnya. Ihwal adanya nama menteri dan petinggi perusahaan pelat merah yang juga menyetorkan duit untuk Bowo, Febri enggan berkomentar. Menurut dia, tersangka di KPK sering menyebut nama pihak lain.
Bagi KPK, kata Febri, yang terpenting adalah informasi tersebut disampaikan kepada penyidik dan ada kesesuaian dengan bukti-bukti lain. “Sebuah keterangan tidak bisa berdiri sendiri,” ujarnya. Tentu saja, menurut Febri, penyidik lembaga anti-rasuah perlu memverifikasi dan mempelajari bukti-bukti yang lain. “Apakah bukti yang disampaikan kuat atau tidak.”
Nusron Wahid membantah telah memerintahkan Bowo Sidik Pangarso menyiapkan 400 ribu amplop untuk serangan fajar. Dia juga menampik jika disebut telah menyiapkan 600 ribu amplop lain. “Tidak benar. Itu urusan masing-masing. Saya punya strategi sendiri,” kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia itu.
Saat dimintai konfirmasi mengenai sumber-sumber duit yang digunakan Bowo dan kesiapannya jika dipanggil penyidik komisi antikorupsi, Nusron tak mau berkomentar. “Jawabannya itu dulu,” ujar mantan Ketua Gerakan Pemuda Anshor itu.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menyatakan partainya tak tahu-menahu soal persiapan serangan fajar tersebut. Dia meminta Bowo tak menyeret kader partai beringin yang lain. Dia pun sangsi terhadap pengakuan Bowo itu. “Apa itu benar? Selalu ada tendensi yang kena operasi tangkap tangan berusaha melibatkan pihak lain,” ucap Ace.
Dia mengatakan Partai Golkar tak pernah memerintahkan kader-kadernya menggunakan politik uang dalam mendulang suara. “Soal strategi di lapangan, setiap orang memiliki cara masing-masing,” kata Ace.
LINDA TRIANITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo