Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUJAHIDIN menunjuk pohon bungur (Lagerstroemia speciosa) di halaman muka kantornya di belakang Laboratorium Treub, Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Besar batangnya hampir dua kali badan Mujahidin, tapi celah besar seperti membelah pohon itu dari dasar hingga ke percabangannya. “Kalau terbuka dan kering seperti ini, biasanya sudah tidak ada rayapnya,” Mujahidin menjelaskan kondisi salah satu koleksi di kebun botani tertua di Indonesia itu.
Pohon bungur itu, kata dia, sudah banyak mendapat penanganan. Lubang pada batangnya pernah ditambal dengan semen, tapi tambalan cepat saja copot. Beban juga telah dikurangi dengan memotong cabang terbesarnya. “Tapi di bekas potongan itu tumbuh lagi,” tutur Mujahidin.
Memonitor kondisi pohon menjadi tugas Mujahidin dan stafnya di Subbidang Pemeliharaan Koleksi Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya. Sebelum terjadi reorganisasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Mujahidin mengepalai subbidang tersebut. Kini ia menjadi peneliti saja.
Menurut dia, pemeriksaan kesehatan pohon rawan di Kebun Raya Bogor sudah memiliki sistem dan prosedur. Tahap pemeriksaan kesehatan pohon dimulai dari pengamatan fisik oleh perawat kebun. “Di setiap wilayah kebun, ada seorang teknisi yang menjadi bagian tim perawat. Setiap hari ia memeriksa pohon dan melapor jika ada kerusakan,” ucapnya.
Formulir berisi kondisi pohon yang rusak itu disampaikan kepada tim analis kesehatan yang terdiri atas peneliti dari bermacam ilmu. “Seperti saya ini, dari silvikultur, dan Pak Arief Noer itu dari ilmu tanah,” kata Mujahidin. Arief Noer adalah peneliti Laboratorium Treub.
Mujahidin menjelaskan, dari analisis dan pengecekan tim analis, akan ada evaluasi mengenai tingkat kerusakan pohon dan tindakan apa yang direkomendasikan. Jika kerusakan besar, peneliti menganjurkan penggunaan sonic tomography. “Kita tahu kerusakannya besar tapi tidak tahu seberapa besar pembusukan di bagian dalam pohon. Sonic tomography ini bisa membantu,” ujarnya.
Sonic tomography, Mujahidin menjelaskan, seperti ultrasonografi untuk pohon yang akan menampilkan grafik penampang batang pohon. Arief Noer sembari mempraktikkan penggunaan alat itu menerangkan prinsip kerjanya. Sebuah kabel yang dililit melingkari batang, kata dia, memiliki 12 sensor. “Ketika satu titik sensor dipukul, gelombang suara yang dihasilkan akan ditangkap oleh sebelas sensor lain.” Hasil pembacaan sensor-sensor itu, Arief melanjutkan, akan membentuk grafik dua dimensi yang ditampilkan di layar komputer.
Menurut Mujahidin, kondisi di dalam batang ditunjukkan dari warna-warna. “Kalau cokelat hingga hitam, artinya masih solid atau sehat. Warna biru menandakan ada pembusukan, warna hijau itu dalam tahap pembusukan, dan warna merah artinya sudah membusuk.”
Setelah tim analis mengecek ke lapangan dan melakukan analisis, laporan berisi evaluasi dan tindakan yang direkomendasikan tadi diserahkan kepada Kepala Subbidang Pemeliharaan Koleksi untuk diputuskan tindakan apa yang mesti dilakukan. “Apakah melakukan pengurangan beban dengan cara memangkas pohon atau, bila pohonnya miring, diberi tunjang besi atau ditahan dengan tali besi (sling),” ucap Mujahidin.
Berbeda dengan Kebun Raya Bogor, yang memiliki sumber daya pemelihara pohon, kebun binatang Ragunan memanfaatkan layanan pemeriksaan kesehatan pohon dari tim Institut Pertanian Bogor. Menurut Tata dari Satuan Pelaksana Kebersihan dan Pertamanan Taman Margasatwa Ragunan, kegiatan itu dilakukan bersamaan dengan inventarisasi pohon yang diadakan setiap lima tahun. “Untuk memastikan kondisi pohon. Hal itu menjadi dasar untuk melakukan tindakan. Tindakan bisa pemangkasan atau penebangan kalau pohonnya sakit,” kata Tata.
Rekan Tata dari bagian pembibitan, Sardulo Caesar, menyebutkan pemeriksaan kesehatan pohon dilakukan pada 2014 terhadap 100 pohon dengan biaya sekitar Rp 50 juta. Pihak IPB yang menentukan pohon mana yang diperiksa. “Saya tidak tahu pasti apa dasar penentuannya, mungkin berdasarkan pemantauan visual atas kondisi fisik pohon-pohon tersebut,” ujar Caesar.
Taman Margasatwa Ragunan, Tata menuturkan, merupakan kawasan konservasi flora dan fauna secara ex situ alias pelestarian di luar habitat asli. Menurut dia, dari inventarisasi itu diketahui bahwa koleksi pohon di kebun binatang tersebut mencapai 52.722 batang, termasuk koleksi bambu yang mencapai 244 jenis spesies. Inventarisasi dan pemeriksaan kesehatan pohon dilakukan kembali tahun ini. “Masih akan memakai tim IPB,” ucapnya. Tim IPB yang dimaksud Tata adalah tim pemeriksaan kesehatan pohon dari Fakultas Kehutanan IPB.
Guru besar entomologi hutan Fakultas Kehutanan IPB, Dodi Nandika, adalah salah seorang penggagas dan pengelola layanan tersebut. Menurut Dodi, IPB satu-satunya perguruan tinggi yang melakukannya. “Karena ilmuwan dan dosen kami dengan beragam disiplin keilmuannya sangat mendukung pemeriksaan kesehatan pohon,” dia menjelaskan.
Dodi menambahkan, tim ini terdiri atas para ahli perawat pohon alias arborist yang tersertifikasi dan menjadi anggota International Society of Arboriculture. “Tim ini lengkap, ada ahli silvikultur, ahli penyakit pohon, ahli pengenalan jenis pohon, ahli serangga pohon, dan ahli teknologi pendeteksi mutu kayu dengan sonic tomography,” kata Dodi, yang terkenal sebagai profesor rayap.
Dodi menyebutkan tim pemeriksa kesehatan pohonnya menjadi terkenal dengan julukan “dokter pohon”. Pelanggannya tidak hanya Taman Margasatwa Ragunan, tapi juga Sudirman Central Business District dan Aryaduta Karawaci, Pemerintah Kota Salatiga, serta Pemerintah Provinsi Lampung. Bahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Australia memakai jasanya. “Makin banyak yang menganggap pohon perlu dirawat dengan baik karena merupakan aset yang sangat berharga,” tuturnya.
Siapa pun yang dipakai dan apa pun teknologi yang digunakan, Dodi menekankan pentingnya perawatan pohon di kebun botani ataupun kawasan berpohon di perkotaan. Apalagi di dalam kawasan konservasi tumbuhan ex situ terdapat pohon-pohon endemis dari berbagai daerah. “Mengingat nilai ekologis yang sangat penting itu, perawatannya harus intensif dan berkelanjutan, termasuk memonitor kesehatannya,” ujar Dodi. “Seperti pohon-pohon di ekosistem perkotaan, perhatian terhadap individu-individu pohon di kebun raya itu sangat mutlak.”
Mujahidin mengatakan hama penyakit menjadi masalah serius bagi koleksi Kebun Raya Bogor. Apalagi penyakit yang membuat pohon tumbang. Memonitor kesehatan pohon termasuk upaya mengantisipasi hal itu. Dengan memeriksa kesehatan pohon, kata dia, jumlah pohon rawan dapat diturunkan dari tahun ke tahun. “Pada 2017, pohon rawan yang kami tangani sebanyak 28 pohon koleksi dan tujuh nonkoleksi. Di 2018, pohon rawan yang ditangani ada 24 pohon koleksi dan sembilan pohon nonkoleksi,” tuturnya.
DODY HIDAYAT
Selusin Pohon Langka Prioritas Konservasi
1. Pelahlar (Dipterocarpus littoralis)
Status IUCN: Kritis
2. Lagan Bras (Dipterocarpus cinereus)
Status IUCN: Punah
3. Resak Banten atau Kokoleceran (Vatica bantamensis)
Status IUCN: Terancam
4. Resak Brebas atau Pelahlar Laki (Vatica javanica ssp. javanica)
Status IUCN: Kritis
5. Damar Mata Kucing atau Pelahlar Lengo (Shorea javanica)
Status IUCN: -
6. Kapur (Dryobalanops aromatica)
Status IUCN: -
7. Ulin (Eusideroxylon zwageri)
Status IUCN: Rentan
8. Mersawa atau Ki Tenjo (Anisoptera costata)
Status IUCN: Terancam
9. Tengkawang Pinang (Shorea pinanga)
Status IUCN: -
10. Durian Daun atau Kerantungan (Durio oxleyanus)
Status IUCN: Rentan
11. Durian Burung atau Tebelak (Durio graveolens)
Status IUCN: -
12. Saninten atau Berangan (Castanopsis argentea)
Status IUCN: -
SUMBER: DOKUMEN STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI POHON LANGKA INDONESIA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo