HARGA Yamaha RX itu cuma Rp 1 juta. Tapi Lesmana Husin, pemilik pabrik limun dan roti di Padangsidempuan diharuskan pengadilan membayarnya Rp 46,8 juta. Harga sepeda motor tersebut melonjak menjadi sebesar itu mungkin termahal di dunia -- setelah melewati proses hukum. Lesmana, baik di peradilan bawahan maupun di Mahkamah Agung, dihukum membayar sebanyak itu karena dianggap telah merampas barang yang sebenarnya masih milik dealer Yamaha di kota itu, Haji B.P. Ritonga. Karena vonis Mahkamah Agung itu sudah mendapat kekuatan hukum pasti, Pak Haji itu pertengahan November lalu menyurati Pengadilan Negeri Padangsidempuan agar segera melaksanakan eksekusi. Cerita kasus motor termahal di dunia itu bermula dari Rahim, seorang pedagang kelontong. Ia, membeli sepeda motor secara kredit dari CV Ritonga Coy Padangsidempuan. Kendaraan bernilai Rp 1 juta itu dicicilnya Rp 50 ribu sebulan sejak 28 Februari 1984. Namun, motor yang belum lama dimilikinya itu mendadak diambil oleh Lesmana, 14 Juni 1984. Tindakan ini dilakukan karena Rahim, yang terikat utang pembelian sejumlah limun dan roti bernilai Rp 815.550 kepada Lesmana, kabur dari kota itu. Lesmana rupanya tak tahu bahwa motor yang "disita"-nya itu masih belum lunas. Ritonga, si penjual motor iu, terang keberatan. Ia pun kemudian menggugat Lesmana dan Rahim ke meja hijau. Di pengadilan, Ritonga menggugat Lesmana untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 50 ribu sehari. Ini terhitung sejak hari perampasan itu. Persidangan yang dimulai pada Juli 1984 tersebut berakhir dengan kemenangan dealer Yamaha itu. Melalui vonis Hakim Imran Lubis, Lesmana diwajibkan membayar uang paksa sebesar Rp 40 ribu sehari. Sedangkan untuk Rahim, yang tak pernah hadir dalam sidang, diminta Hakim Imran untuk mematuhi vonis pada 18 Desember 1984 itu. Vonis ini memutuskan, Yamaha tetap milik Ritonga. Dalam perjanjian kredit memang ditegaskan bahwa Yamaha itu murni milik Rahim, setelah ia melunasi cicilannya. Ternyata, hingga kasus itu maju ke meja hijau, Rahim baru mencicilnya Rp 50 ribu. Pengadilan Tinggi Sumatera Utara mengukuhkan putusan Hakim Imran. Tapi Lesmana tak puas. Putusan pada 30 April 1985 itu dikasasinya ke MA, yang lagi-lagi menolaknya pula. nolakan MA pada 31 Agustus 1987 itu karena Lesmana hanya menyodori beberapa hal yang menyangkut pembuktian. "Itu urusan pengadilan, dan bukan MA," kata Hakim Agung R. Soekamto Poerwopoetranto, yang memeriksa kasus itu di tingkat kasasi. Ia tak melihat adanya penerapan hukum yang keliru. Akibatnya, itu tadi, Lesmana harus membayar Rp 46,8 juta karena masa uang paksa itu telah berjalan 1.172 hari. Lesmana dinilai telah menunda-nunda pembayaran uang paksa itu di tingkat Pengadilan Negeri. "Pembengkakan itu tak akan terjadi jika dulu ia mau membayarnya," ujar Hakim Agung Soekamto pada TEMPO. Namun, Lesmana bukan cuma diperkarakan secara perdata. Ia juga diadukan secara pidana, karena dianggap melakukan perampasan Yamaha itu. Hanya saja, dalam persidangan ini Lesmana diputus bebas. Kenapa berbeda dengan vonis perdatanya? Hakim I Ketut Sugriwa, yang memegang kaus pidana itu, tampaknya tak mau dianggap bertentangan dengan atasannya. "Karena kasus itu perdata, pidananya saya putuskan onslaag saja," katanya. Lesmana, mengelak berkomentar. Tapi, melalui pengacaran, Mardhyono, ia bertekad mengajukan peninjauan kembali atas putusan MA itu. Menurut sumber TEMPO, Lesmana memang merasa tak merampas Yamaha milik Ritonga itu. Justru adik Rahim, Syamsul, yang dengan sukarela menyerahkan Yamaha itu kepada Lesmana. Ya, sebagai jaminan untuk pembayaran utang-utang Rahim yang keburu kabur dari kota itu. Lesmana kemudian menyerahkan Yamaha itu kepada polisi, untuk melengkapi pengaduannya atas penipuan Rahim. Tapi itu, polisi menitipkannya kepada Lesmana, menunggu Rahim muncul di Padangsidempuan. "Nah, apakah ini bernama perampasan ?" kata sumber itu. Bersihar Lubis (Medan), Agus Wahid (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini